Self-Esteem pada Remaja Remaja

selanjutnya Werner dan Beardslee dalam Diclemente, et.al., 2009 menyatakan bahwa remaja yang memiliki keluarga yang tertekan, mereka memiliki kemampuan yang berkembang lebih baik untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, dan dapat berpikir tentang kebutuhan mereka.

1.4.3. Self-Esteem pada Remaja

Guindon 2010 dalam “Self-Esteem Across the Lifespan”, menjelaskan bahwa, Self-esteem dibentuk melalui serangkaian kejadian yang terjadi dalam kehidupan masing-masing individu yang terekam dan menjadi evaluasi atas apa yang mereka alami. Self-esteem pada anak-anak mulai terbentuk pada tahun pertama kehidupan, dan terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan reaksi yang muncul atas pengalaman tersebut. Seorang anak yang mendapat pujian dan pengasuhan pada masa- masa awal pengalaman mereka, akan memiliki dasar untuk mengembangkan self-esteem secara lebih positif. Sementara anak-anak yang dikritik, dibatasi, dihukum atas kesalahan, atau ditertawakan, besar kemungkinannya akan mengembangkan self-esteem yang tidak sehat, dan mulai meragukan kemampuan dan harga dirinya sendiri. Boden, Fergusson, dan Horwood dalam Guindon, 2010, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara rendahnya self-esteem pada remaja dengan perilaku seperti gangguan mental, perlakuan kasar, masalah sosial dan penyesuaian, tingginya tingkat kecemasan, dan percobaan bunuh diri. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa self-esteem memiliki peran sangat penting pada bagaimana remaja menilai kualitas kehidupan mereka. Menurut Baldwin Hoffman dalam Guindon, 2010, individu yang memiliki self-esteem yang rendah pada masa kanak-kanak akan mengalami banyak kesulitan pada saat mereka remaja, dan merasa kekurangan dalam banyak domain. Sementara dukungan keluarga yang kuat memiliki efek positif pada self- esteem remaja, dan remaja dengan dukungan keluarga yang kurang mengalami kesehatan mental yang buruk, perkembangan sosial yang terhambat, dan memiliki kesejahteraan yang lebih buruk. Sementara menurut Harter dalam Guindon, 2010, remaja mendasarkan self-esteem mereka pada opini dan reaksi dari teman sebaya. Saat anak-anak mereka memiliki hubungan pertemanan dengan sesama jenis, namun pada saat remaja hubungan pertemanan berkembang dengan lawan jenis, bahkan dengan kelompok gender yang beragam. Maka perbandingan dalam sosial meningkat, terjadi penilaian oleh teman sebaya yang dapat berpengaruh pada self-esteem secara umum. Self-esteem mengalami kemunduran pada usia awal remaja, lebih khususnya bagi wanita yang dilaporkan secara signifikan mengalami tingkat self- esteem yang paling rendah, sementara memiliki tingkat lebih tinggi pada perasaan tertekan Kearney-Cooke, dalam Guindon, 2010. Harter dalam Guindon, 2010 menjelaskan bahwa kemunduran self-esteem pada remaja ini terjadi lebih karena disebabkan oleh citra tubuh yang negatif yang terjadi selama masa puberitas. Penampilan fisik pada remaja secara khusus berkonstribusi pada derajat self- esteem selama usia remaja, dan persepsi tentang daya tarik pada remaja adalah prediktor kuat yang mempengaruhi self-esteem. Menurut Guindon 2010, para peneliti bersepakat bahwa self-esteem pada awal-awal masa remaja mengalami kemunduran, bersamaan dengan kemunduran yang besar dalam motivasi akademik, pencapaian dan harga diri Baldwin Hoffman, Robins Trzesniewski. Citra tubuh dan masalah puberitas lain secara signifikan berkonstribusi dalam kemunduran tersebut Robins Trzesniewski, dan remaja wanita mengalami kemunduran self-esteem yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja pria Bee Boyd, dalam Guindon, 2010.

1.4.4. Religiusitas pada Remaja