Yaitu: Memiliki kerangka pemahaman, acuan moral, dan memiliki rasa peduli atas suatu kejadian.
8. Training Yaitu: Pengalaman trauma yang dimiliki sebelumnya, atau stress.
1.2. Self Esteem
1.2.1. Pengertian Self Esteem
Wells dan Marwell dalam Guindon, 2010, mengklasifikasikan definisi self- esteem dalam empat pendekatan yang berbeda, yaitu:
a. Pendekatan objeksikap Objectattitudinal approach. Diri adalah suatu objek perhatian sama seperti yang lainnya. Kita
memiliki pemikiran, perasaan dan sikap terhadap segala sesuatu yang menjadi objek. Jadi, kita juga mempunyai reaksi atas diri kita sendiri,
dalam hal ini adalah bagian dari diri kita yang kita sebut sebagai self- esteem.
b. Pendekatan hubungan Relational approach. Hubungan atau perbedaan antara seperangkat sikap. Ini juga berarti
suatu reaksi. Sebagai contoh: kita dapat memiliki perbedaan dalam pemikiran, perasaan dan sikap ketika kita membandingkan diri ideal
ideal-self dengan gambaran diri real-self, atau antara harapan dan pencapaian. Hubungan antar perangkat yang berbeda ini disebut oleh
Wells dan Marwell sebagai bagian dari klasifikasi definisi self-esteem.
c. Pendekatan respon-respon psikologis Psychological responses approach. Sebagaimana namanya, perhatian reaksi-reaksi psikologis
dan emosional mengacu pada diri. Kita dapat merasakan reaksi positif atau negatif tentang beberapa unsur dari diri kita, seperti perilaku atau
penampilan. Maka pendekatan respon-respon psikologis adalah salah satu cara dalam mendefinisikan self-esteem.
d. Pendekatan komponenfungsi kepribadian Personality function component approach. Self-esteem tampak sebagai bagian dari
kepribadian konstruk itu sendiri, diri atau sistem diri self-system, yang menjadi bagian dari kepribadian, terkait dengan motivasi dan
regulasi diri self-regulation. Sebagai contoh, individu menilai diri mereka sendiri berdasarkan pada bagaimana mereka menyesuaikan
diri dengan standar hukum secara sosial.
Beberapa definisi self-esteem menurut beberapa tokoh: Menurut Minchinton 1993 dalam Maximum Self-Esteem, “Self-esteem
adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-esteem juga berarti penilaian atas ‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan atau pengingkaran
atas diri dan perilaku kita.” Matsumoto 2009 dalam The Cambridge Dictionary of Psychology
menjelaskan, “Self-esteem adalah tingkat kecenderungan sikap, gagasan, evaluasi atas diri sendiri, sejarah, proses-proses mental, dan perilaku yang positif. Self-
esteem berhubungan dengan banyak aspek dari pemikiran, emosi dan perilaku serta sering dipertimbangkan sebagai bagian inti dalam memahami individu”.
James dalam Guindon, 2010, mendefinisikan self-esteem sebagai penghargaan diri yang berisi perasaan dan emosi diri.
Rosenberg dalam Guindon, 2010, menyimpulkan bahwa self-esteem adalah suatu sikap yang mengacu pada objek yang spesifik, yaitu diri self. Setiap
karakteristik dari diri dan hasil dari perkiraan karakteristik tersebut dievaluasi. Setiap unsur dari diri dievaluasi berdasarkan pada suatu penilaian yang
dikembangkan selama masa kanak-kanak hingga remaja. Timbal balik dari orang lain secara khusus menjadi signifikan bagi yang lainnya, yang kemudian menjadi
unsur penting dalam self-esteem. Horney dalam Guindon, 2010, menyatakan bahwa setiap orang
dilahirkan dengan potensi yang unik, dan self-esteem diperoleh dengan mencapai potensi tersebut. Sementara Sullivan dalam Guindon, 2010 mengusulkan bahwa
self-esteem adalah kebutuhan sosial yang harus diterima, disukai, dan dimiliki. yang diperoleh dari interaksi sosial yang mencerminkan penilaian diri. Self-
esteem dipertahankan oleh penyesuaian diri terhadap harapan . Menurut Hewitt dalam Lopez, 2009, self-esteem adalah dimensi
evaluatif dari penghargaan diri yang menggabungkan aspek kognitif dan afektif. Rogers dalam Guindon, 2010, mendefinisikan self-esteem sebagai suatu
perluasan atas apa yang seseorang sukai, nilai, dan apa yang diterima oleh diri sendiri. Rogers percaya bahwa diri self berkembang dari suatu kombinasi atas
apa yang dialami dan apa yang diterima, yang diperoleh dari nilai-nilai dan pilihan-pilihan afektif.
Maslow dalam Guindon, 2010, memasukkan self-esteem sebagai suatu kebutuhan dasar kedua untuk menuju aktualisasi diri. Ia mendefinisikan self-
esteem sebagai suatu hasrat untuk kekuatan, pencapaian, ketercukupan, penguasaan, kemampuan, dan untuk kemandirian serta kebebasan.
Menurut Santrock dalam Educational Psychology 2009, “Self-esteem mengacu pada suatu gambaran menyeluruh dari individu. Self esteem juga berarti
harga diri self-worth atau gambaran diri self-image. Sebagai contoh, seorang anak dengan self-esteem yang tinggi mungkin merasa bahwa dirinya bukan hanya
seorang anak, melainkan seorang anak yang baik.” Menurut Nathaniel Branden 1985, “Self-esteem adalah suatu konsep
mengenai perasaan penting atas kemampuan dan penghargaan kepada kemampuan dan penghargaan secara prinsip.”
Menurut Mario Jacoby 2002, “Self-esteem mengacu pada penghargaan atau martabat yang dianggap berasal dari diri sendiri”.
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa self-esteem adalah dimensi evaluatif diri yang beriiskan
penghargaan, penilaian dan penerimaan. Self-esteem menjadi bagian dari konsep-diri yang menentukan perkembangan psikologis inidividu kaitannya
dengan pencapaian kesuksesan dan hubungan dengan orang lain.
1.2.2. Dimensi-Dimensi Self Esteem