Gambaran Umum BMT Al-Munawwarah Dan BMT Al-Fath IKMI Penutup
18
Meskipun assetnya masih kecil dibandingkan dengan asset bank syari’ah, BMT sangat berperan dalam meningkatkan kehidupan umat, kata
ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK, M. Amin Aziz. Sebagai perbandingan asset bank syari’ah mencapai Rp. 18,8 triliun per September
2005, apabila jika dibanding asset perbankan nasional yang sekitar Rp.1.100 triliun. Jika sebuah BMT memiliki nasabah sekitar 100 orang, maka total
nasabah BMT diseluruh Indonesia sekitar 3 juta orang. Padahal BMT yang memiliki nasabah 100 orang hanyalah BMT dengan asset di bawah Rp. 100
juta. Untuk yang assetnya lebih dari itu, jumlah nasabahnya bisa 2 kali lipat.
6
Menurut Amin Aziz BMT potensial untuk membantu masyarakat nilai ekonomibawah karena selain berada di daerah pembiayaan yang diberikan pun
nilainya kecil mulai Rp. 250 ribu-Rp. 5 juta. Dari 3 ribu-an BMT, baru 10 unit BMT yang menembus asset Rp. 15 milyar. Diperkirakan BMT yang berasset
Rp. 5-15 milyar berjumlah 150 dan 300 BMT memiliki asset di bawah Rp. 1 milyar. BMT punya kontribusi besar dalam perekonomian nasional karena
segmen biaya yang dibiayai adalah kelompok mikro dan kecil yang di Indonesia mencakup 98. Pemerintah dan lembaga internasional mengakui
peran lembaga keuangan mikro dalam mengentaskan kemiskinan melalui pencanangan tahun keuangan mikro. Dengan adanya kenaikan BBM per
Oktober 2005, penduduk miskin di Indonesia bertambah menjadi 25juta dari 17 juta sebelumnya. Sementara usaha mikro berjumlah 40 juta unit.
7
6
Ahmad Sukmatjaya, ”Baitul Maal Wat Tamwil”, Jakarta: Yayasan Al-Amin Dharma
Mulia, 26-28 Desember 2009., h.10.
7
Imam Hilman, Perbankan Syariah Masa Depan, Jakarta: Senayan Abadi Publising, 2003, h.38-40.
19
Lembaga keuangan mikr o termasuk mikro syari’ah menjembatani
kelompok miskin dan usaha mikro. Mereka kelompok miskin, selama ini tidak terjangkau oleh dana perbankan sekitar RP. 30 triliun dana yang serap dari
pedesaan, hanya Rp. 15 triliun yang kembali kepada masyarakat. Meski terdepan untuk urusan pengentasan kemisikinan pengembangan BMT
mengalami kendala, selain masalah teknis operasional, kualifikasi SDM, masalah paling mendasar adalah status kelembagaan BMT. Walaupun
sebagian besar BMT berbadan hukum koperasi, fakta di lapangan menunjukkan ada keluhan dari beberapa pihak bahwa BMT tidak
melaksanakan secara total peraturan dan perundang-undangan perkoperasian. Dari perkembangan BMT dan permasalahan teknis operasional dan
SDM dapat diselesaikan dengan pertukaran pengalaman dengan adanya sebuah induk koper
asi syari’ah bisa mengembangkan BMT koordinator untuk menata jaringan kerja di daerah.
8