Fungsi Pengungkapan Emosional Fungsi Estetis

pekerja adat yang akan diutus si pemuda untuk meminang si gadis ke rumah orang tuanya apabila mau menikah.

5.2.4 Fungsi Pengungkapan Emosional

Pada dasarnya, sastra dengan bahasa sebagai alat ungkapnya mempunyai daya yang sangat besar untuk mengekspresikan sesuatu rasa emosi dari pemakai sastra tersebut. Seperti pada hasil sastra ndungndungen Karo melalui sejumlah rangkaian kata-kata yang dipergunakan kita dapat menelusuri bahwa hal yang di utarakan merupakan dorongan emosional hati pemakai ndungndungen tersebut. Pengekspresian emosi tersebut bisa berupa rasa rindu seorang pemuda terhadap seorang gadis yang dicintainya, rasa sedih karena kehidupan yang malang dan tidak pernah beruntung. Atau mungkin juga mengungkapkan rasa yang membuat orang lain merasa terharu karena sesuatu hal, misalnya karna seorang anak yang sudah tidak beriibu lagi. Berikut ini contoh ndungndungen Karo yang menceritakan pengungkapan emosional seseorang. Contoh 1 : Aku enda me kap turang Bagi pire-pire page kulebeng Kubas pe labo tama tambunna Kudarat pe labo tama rampisna Artinya : Aku inilah adik Seperti padi yang hampa masuk lubang Masuk pun tidak menambah rimbun Keluar pun tidak menambah jarang Contoh 2 : Bagi belo ibas kepiten Macik tengkena suin Ikut ibas kepiten Tading ibas beligan Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009 Artinya : Seperti sirih dalam lipatan Busuk tangkainya kesakitan Ikut dalam kepitan Tertinggal dalam hitungan

5.2.5 Fungsi Estetis

Menurut Ratna 2007 : 2-3 Estetika merupakan bagian filsafat keindahan, diturunkan dari pengertian persepsi indra sense perception. Jadi, estetika dapat disebut dengan istilah keindahan beauty. Estetika berasal dari bahasa Yunani yaitu : aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indra, tanggapan indra yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran. Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam bahasa Inggris menjadi aesthetics atau esthetic studi tentang keindahan. Di dalam karya sastra, sastrawan mencoba memberi warna dan ciri khas yang indah menandai wujud pengungkapannya. Hal yang paling nyata tentu melalui sejumlah bahasa dan pilihan-pilihan kata. Dengan memakai bahasa seorang sastrawan mengungkapkan rasa estetiskeindahan yang ada di dalam pikirannya tentang apa saja. Jadi, dapat dikatakan bahasa yang dipergunakan di dalam karya sastra memberikan rasa estetis tersendiri, sesuai dengan tradisi dan situasi pendukung karya sastra tersebut. Sama halnya dengan ndungndungen Karo. Di dalam dialognya, bahasa merupakan prioritas utama agar terjadinya suatu komunikasi yang lancar dan baik. Bahasa di gunakan sebagai alat mengungkapkan rasa estetis dari pemakainya. Hal yang paling cenderung ditemukan adalah pengungkapan keindahan terhadap Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009 manusia dan benda-benda yang dimiliki manusia. Pengungkapan keindahan ini merupakan suatu alat yang biasa dilakukan apalagi dalam suasana berlangsungnya acara adat Karo harus menggunakan sejumlah cara yang tidak menunjukkan kepraktisan, dalam arti tidak menggunakan bahasa dan kata-kata yang mencolok atau bahasa yang denotatif. Sehingga, bila diamati lebih seksama, di situ pulalah letak kekhasan dan keindahan pengungkapan bahasa yang digunakan di dalam ndungndungen Karo. Fungsi estetis ndungndungen tidak hanya terbatas pada mengungkapkan rasa kecantikan seorang manusia. Masyarakat Karo kaya akan kreatifitas bahasa, yang mengucapkan suatu maksud seakan-akan dirangkai sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa indah dan estetis yang sangat dalam. Berikut ini penulis mengemukakan contoh pengungkapan estetis melalui ndungndungen Karo : Contoh 1 : Matawari pukul siwah Gunung sinabung mbue kertahna Sada wari kena la kuidah Sada tahun ku akap dekahna Artinya : Matahari pukul sembilan Gunung Sinabung banyak belerangnya Satu hari kamu tidak kulihat Sudah setahun terasa lamanya Contoh 2 : Bereng-bereng kuidah Lada jera gula batuna Enterem jelma kuidah Sada kena ateku ngena Artinya : Kumbang beterbangan Rempah-rempah gula batunya Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009 Banyak orang yang kulihat Hanya engkau yang kucintai Demikian juga ndungndungen Karo yang bersajak a a - a a Contoh 3 : Cike lambang bungana Lada jera gula batuna Ise pe la lit gunana Sada kena nomor sadana Artinya : Pandan hampa bunganya Rempah gula batunya Siapapun tidak ada gunanya Hanya kamu nomor satunya Contoh 4 : Enda di bereng-bereng Cinep bas batang jering Ise pe la ateku keleng Adi la kin beru biring Artinya : Ini kumbang Hinggap di pohon jengkol Siapa pun tak ada yang kusayang Kalau bukan si beru biring Berdasarkan contoh diatas dapat disimpulkan bahwa ndungndungen Karo kaya akan nilai estetika. Diksi yang berirama dapat menimbulkan keindahan bunyi bagi pembaca pendengar. Analisis estetika : - Kata siwah dalam matawari pukul siwah mempunyai rima yang sama indahnya dengan kata idah dalam sada wari kena la ku idah. - kata kertahna dalam gunung Sinabung mbue kertahna mempunyai rima yang sama indahnya dengan kata dekahna dalam sada tahun ku akap dekahna. Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009 Demikian juga pada ndungndungen Karo yang bersajak aa-aa mempunyai variasi bunyi yang indah dan mempunyai pola struktur yang teratur. Misalnya : - Kata bungana dalam cike lambang bungana mempunyai rima yang sama indahnya dengan kata batuna dalam lada jera gula batuna - Kata gunana dalam ise pe la lit gunana mempunyai rima yang sama indahnya dengan kata sadana dalam sada kena nomor sadana. Dimana kata bungana, batuna, gunana, dan sadana semuanya berakhiran dengan bunyi na sehingga menimbulkan nilai estetis bagi pembacapendengar. Di samping keindahan yang ditimbulkannya, sajak yang teratur dapat membantu pembacapendengar untuk mengingat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terutama pada masyarakat Karo.

5.2.6 Fungsi Pendidikan