Keturunan Karo bernama me-her-ga, disingkat menjadi merga karena orang- orang berharga dan berkuasa meherga berarti ‘berharga’ dalam arti berkuasa.
Keturunan meherga ada lima orang mana yang sulung dan mana yang bungsu tidak dapat diketahui, masing-masing namanya ialah Karo-Karo, Ginting, Sembiring,
Perangin-angin, dan Tarigan. Masing-masing dari kelima merga ini berkembang menjadi induk merga dan mempunyai cabang-cabang pula sehingga penyebutan suku
ini dikenal dengan merga silima tutur siwaluh, yaitu 1 sukut, 2 senina, 3 sipemeren, 4 senina siparibanen, 5 kalimbubu, 6 puang kalimbubu, 7 anak beru, 8 anak beru
mentri. Rakut sitelu ialah 1 kalimbubu, 2 senina, 3 anak beru.
4.4 Bahasa
Menurut Tambun 1951:65, kata Karo berasal dari kata ha + ro, artinya pertama datang ha ‘pertama; ro ‘datang’. Kemudian, perkataan haro berubah
menjadi Karo. Pendapatnya ini mungkin disesuaikan dengan tulisan huruf Batak. Adapun tulisan huruf Batak yang pertama ialah ha artinya ‘awal’.
Bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi antar suku Karo disebut cakap Karo bahasa Karo. Peranan bahasa Karo dalam pergaulan sehari-hari sangat
fungsional. Pemakaiannya tidak hanya terbatas pada suku Karo tetapi juga pada suku- suku pendatang. Peranan ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti
di dalam rumah tangga antara sesama anggota keluarga, di luar rumah antar tetangga, di pasar, di ladang atau di sawah, tegur menegur sewaktu bertemu di jalan. Pada
waktu kebaktian di gereja, bahasa Karo di gunakan pendeta dalam berkhotbah. Dalam
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
berdakwah di mesjid, para ustad menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Karo. Dalam surat-menyurat pribadi terlihat juga pemakaian bahasa Karo.
Meskipun para pejabat pemerintahan menggunakan bahasa Indonesia dalam pertemuan resmi, akan tetapi dalam percakapan sehari-hari di kantor-kantor
pemerintah atau swasta dipergunakan juga bahasa Karo. Bahkan, pegawai pemerintah yang memberikan penyuluhan atau menerangkan kebijakan pembangunan nasional
dan daerah kepada masyarakat desa biasanya menggunakan bahasa Karo. Bahasa Karo sangat berperan dalam berbagai upacara adat, misalnya upacara
meminang, perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dsb. Di dalam berbagai kegiatan seni-budaya, bahasa Karo digunakan untuk berbagai keperluan, sehingga
bahasa Karo dikenal dan digunakan oleh masyarakat yang bukan berasal dari suku Karo, terutama dalam bentuk lagu berbahasa Karo. Hal ini menunjukkan kepedulian
yang tinggi pada masyarakat Karo untuk menjaga dan mengembangkan pemakaian bahasa Karo.
4.5 Tradisi Sastra dan Bentuk Sastra Lisan Karo 4.5.1 Tradisi Sastra
Seperti halnya suku-suku lain yang terdapat di Indonesia, masyarakat Karo juga mempunyai sastra lisan. Sastra lisan ini mempunyai peranan dan kedudukan
yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat Karo, terutama dalam upacara adat.
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
Menurut Tarigan 1979:9 sastra lisan merupakan suatu tradisi pada masyarakat Karo, mempunyai peranan dan kedudukan yang meliputi berbagai aspek
kehidupan. Sastra lisan itu biasanya di pergunakan pada upacara-upacara adat seperti upacara melamar gadis, perkawinan, kelahiran anak, menghormati orang yang lanjut
usia, kematian, penghunian rumah baru, dan pesta tahunan.
4.5.2 Bentuk Sastra Lisan Karo
Mengenai bentuk sastra lisan Karo, Tarigan 1979:9 membaginya sebagai berikut: a.
Ndungndungen, sama dengan pantun yang biasanya terdiri atas empat baris, serta bersajak a b a b. Dua baris pertama berisi sampiran dan dua baris
terakhir merupakan isi. Setiap baris umumnya terdiri atas tiga atau empat kata dan mempunyai suku kata 7 samapi 10 buah.
b. Bilang-bilang, yang berupa dendang duka, biasanaya didendangkan dengan
ratapan oleh orang-orang yang pernah mengalami duka nestapa, seperti ratapan terhadap ibu yang telah meninggal dunia, meratapi kekasih idaman
hati yang telah direbut orang lain atau pergi mengembara ke rantau orang. c.
Cakap Lumat, atau bahasa halus yang penuh dengan bahasa kias, pepatah- petitih, perumpamaan, ndungndungen, teka-teki, dan lain-lain. Cakap
Lumat biasanya dipergunakan oleh bujang pemuda dan gadis bersahut- sahutan pada masa pacaran di malam terang bulan atau oleh orang-orang tua
pemuka adat dalam upacara, misalnya upacara meminang gadis, kepintaran bercakap lumat dapat mengalihkan utang yang menjadi piutang, seharusnya
kalah, menjadi menang, seharusnya menolak lamaran, jadinya menerima
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
lamaran. Sungguh asyik mendengar pemuka-pemuka adat berbahasa halus bersahut-sahutan dalam upacara adat, terkadang lupa perut lapar dan hari
sudah sore atau larut malam. d.
Turi-turin atau cerita yang berbentuk prosa, misalnya mengenai asal-usul merga, asal-usul kampung, cerita binatang, cerita orang-orang sakti, cerita jenaka.
Biasanya diceritakan oleh orang tua-tua pada malam hari, menjelang tidur. e.
Tabas atau mantra yang umumnya hanya dukun yang mengetahuinya. Konon kabarnya, kalau mantra itu sudah diketahui oleh orang banyak maka
keampuhannya akan hilang. Dari apa yang dikemukakan oleh Tarigan di atas dapat disimpulkan bahwa
menurut bentuknya sastra lisan Karo itu dapat di bedakan atas tiga bentuk, yaitu 1 bentuk puisi, 2 bentuk prosa liris, 3 bentuk prosa. Yang termasuk dalam bentuk
puisi ialah 1 ndungndungen, 2 cakap lumat, 3 tabas. Yang termasuk dalam bentuk prosa liris ialah bilang-bilang, yang termasuk ke dalam bentuk prosa ialah
turi-turin.
4.6. Ciri-ciri Ndungndungen Karo
Ciri ndungndungen Karo sama dengan ciri pantun Indonesia. Menurut Tarigan
1979:9 ndungndungen biasanya terdiri atas empat baris sebait, dua baris pertama berisi sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Semi 1988:147 tentang pantun yaitu pantun terdiri atas empat baris sebait, dua bait pertama merupakan suatu pengantar atau aba-aba untuk sampai
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
kepada dua baris berikut yang berupa isi atau maksud. Umumnya pantun mempunyai pola atau bentuk yang tetap, artinya bersusun dalam suatu sistem susunan tertentu
yang tidak dapat diubah; bila diubah maka eksistensinya menjadi goyah atau hilang. Bertitik tolak dari kedua pendapat di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa ndungndungen pantun terdiri atas empat baris sebait, dua baris pertama berisi sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Baris pertama dan kedua tidak
mempunyai hubungan makna dengan baris ketiga dan keempat. Ia hanya berfungsi untuk mengantarkan makna pada baris ketiga dan keempat. Ini menunjukkan bahwa
pemilik pengguna ndungndungen ini tidak suka berterus terang untuk mengungkapkan isi hatinya. Dia selalu mencari pengantarnya, itulah yang disebut
sampiran pengantar maksud. Menurut Tarigan 1979:9 ndungndungen Karo umumnya bersajak ab ab.
Contoh : 1.
Bereng-bereng kuidah Lada jera si tangke langa
Nterem jelma kuidah Sada kena ngenca ateku ngena
Artinya : Kumbang beterbangan
Lada jera tangkai lenga Banyak orang kulihat
Hanya engkau yang kucintai
2. Kandi-kandindu e Pa Lawi
Page bas para tuhur Bangku sada anakndu ena mami
Sada pe la ertukur
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
Artinya : Tempat airmu itu Pa Lawi
Padi di atas para jemuran Untukku satu anakmu itu Mami
Satupun tak bermahar Di samping itu ada juga yang bersajak rata aa- aa.
Contoh : 1.
Isuan buluh belin Tehndu bulung pagi man rabin
Adi sereh kam man parang mbelin Kam naring pagi man tami-tamin
Artinya : Ditanam bambu besar
Kamu tahu daun yang harus dibersihkan Kalau kamu kawin dengan duda
Hanya kamu nanti yang dipuja-puja
2. Mehuli page i Sabah Lulang
Ulin denga page i Bekilang Mesui tading melumang
Suin denga si kita sirang Artinya :
Bagus padi di Sawah Lulang Lebih bagus padi di Bekilang
Sakit hidup yatim piatu Labih sakit lagi kita berpisah
Selanjutnya Tarigan 1979 : 9 mengatakan bahwa jumlah kata pada setiap baris umumnya berkisar antara tiga sampai empat kata.
Contoh : 1.
Tabu-tabu si garantang 4 kata Isarut-sarut bengkala 3 kata
Adi mberalah untung 3 kata Reh nge kerbo penenggala 4 kata
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
Artinya : Labu-labu yang tergantung
Digigit-gigit kera Kalau lagi beruntung
Akan datang kerbau pembajak
Jumlah suku kata pada setiap baris umumnya berkisar antara tujuh sampai sepuluh.
Contoh : 1.
Bel-gang-ndu, si-bu-lung pa-ku 8 suku kata Pa-ku la-bo lit bu-nga-na 8 suku kata
Pan-dang-ndu, tem-pa u-sur a- ku 9 suku kata a-ku nge a- te- ndu si nge-na-na 10 suku kata
Artinya : Kau rebus daun pakis
Pakis tidak ada buahnya Kau selalu mencaciku
Hanya aku yang paling kau cintai
2. Me-ri-ah na-tap i Pe- ra-pat 9 suku kata
Pa-gi –pa-gi lam-pas me-dak 8 suku kata Si-ngu-da-ngu-da mba-ru mber-kat 9 suku kata
Nda-hi da-hin ke-ri-na me-jing-kat 10 suku kata Artinya :
Ramai memandang di Perapat Pagi hari cepat bangun
Anak gadis remaja Semuanya rajin bekerja
Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis pantun yang terdiri atas dua baris sebait yang disebut pantun dua kerat karmina disebut juga pantun kilat. Baris pertama
pantun ini merupakan sampiran dan baris kedua berupa isinya. Rumus persajakannya adalah aa.
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
Contoh : Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu bertanya pula Di dalam bahasa Karo, jenis ndungndungen dua kerat ini juga ditemui.
Contoh 1: Isuan galuh urat-uraten
Isuan ngaruh tama perubaten Artinya :
Ditanam pisang berurat-urat Ditanam budi jadi pertengkaran
Contoh 2: Tah kurung tah labang
Tah surung tah lahang Artinya :
Entah jangkrik tanah entah jangkrik lalang Entah jadi entah tidak
Contoh 3: Sere-sere sala gundi
Si arah lebe jadi arah pudi Artinya :
Serai-serai sala gundi sejenis tumbuhan obat Yang di depan menjadi belakangan
Contoh 4: Sikuning-kuningen radu megersing
Siageng-agengen radu mbiring Artinya :
Saling mengasihi sama-sama jadi baik Saling menjelekkan sama-sama jadi buruk
Rosita Ginting : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo, 2009
Selain ndungndungen yang terdiri atas dua baris sebait, ada juga ndungndungen yang terdiri atas enam baris sebait. Tiga baris pertama merupakan
sampiran dan tiga baris berikutnya merupakan isi. Contoh 1: ndauh bulung gumba jera
Ndauh bulung gumba sabi Urat
perira sirintek-rintaken
Ndauh kuta kena Ndauh kuta kami
Berita naring sisungkun-ungkunen Artinya : Jauh daun gumba jera
Jauh daun gumba sabi Akar petai saling tarik-menarik
Jauh kampung kamu Jauh kampung kami
Hanya dapat saling bertanya berita Contoh 2: Tuhan kap empuna geluhta
Gegehta pe Ia si mberekenca Dage tetaplah bulat ukurta
Geluhta pe lalap min erguna Lagu langkah pe la sia-sia
Gelar Tuhanlah ermulia Artinya : Tuhanlah yang empunya hidup kita
Kekuatan kita pun Dia yang memberikan Jadi tetaplah penuhi hati kita
Hidup kita teruslah berguna Kelakuan pun tidak sia-sia
Nama Tuhan tetaplah terpuji
4.7. MacamRagam Ndungndungen Karo 4.7.1 Ndungndungen Anak-Anak