3. Indeks Taraf Kesukaran
Cara melakukan analisis untuk menentukan taraf kesukaran soal dengan menggunakan rumus
13
: P =
JS B
Dimana : P
= Indeks kesukaran B
= Banyak siswa yang menjawab dengan benar JS
= Jumlah seluruh siswa peserta tes Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut
14
: Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P = 0,30 sampai 0,700 adalah soal sedang Soal dengan P = 0,70 sampai 1 ,00 adalah soal mudah
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran dengan menggunakan ANATES, diperoleh soal kategori sukar berjumlah 5 soal yaitu nomor 2, 8, 39, 40
dan 44. Soal kategori sedang berjumlah 29 soal yaitu nomor 1, 3, 6, 12, 14, 15, 17, 18, 19, 21, 23, 24, 26, 29, 31, 32, 35, 36, 37, 38, 41, 46, 47, 50, 52, 54, 55, 56, dan
59. Soal kategori mudah berjumlah 12 soal yaitu nomor 4, 11, 13, 16, 20, 25, 27, 30, 34, 42, 53 dan 57. Soal kategori sangat mudah berjumlah 14 soal yaitu nomor
5, 7, 9, 10, 22, 28, 33, 43, 45, 48, 49, 51, 58 dan 60.
15
13
Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993 h. 160.
14
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanuddin Milama, op. cit., h. 103.
15
Lampiran 13, h. 182.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai berkemampuan
rendah. Maka penelitian ini dipandang perlu untuk mengadakan uji daya pembeda. Rumus pengujian daya pembeda yaitu
16
: D =
B A
B B
A A
P P
J B
J B
Dimana : D = Indeks diskriminasi
J = Jumlah peserta tes J
A
= Banyak peserta kelompok atas J
B
= Banyak peserta kelompok bawah B
A
= Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar B
B
= Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar P
A
= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar P
B
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda adalah
17
: D = 0,00
– 0,20 : jelek D = 0,20
– 0,40 : cukup D = 0,40
– 0,70 : baik D = 0,70
– 1,00 : baik sekali D = negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D
negatif sebaiknya dibuang saja.
16
Ibid., h. 104.
17
M. Ngalim Purwanto, op. cit., h. 120.
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda masing-masing butir soal dihitung menggunakan ANATES, diperoleh hasil daya pembeda terendah sebesar
-22,22 termasuk dalam kategori jelek dan tertinggi sebesar 77,78 termasuk dalam kategori baik sekali.
18
G. Kalibrasi Instrumen
1. Pengujian Validitas
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur
19
. Agar dapat diperoleh suatu data yang valid, maka setiap item soal yang digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasinya harus dihitung terlebih dahulu validitasnya. Validitas merupakan salah satu syarat yang penting untuk menguji suatu alat
evaluasi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan
kriterium. Dalam penelitian ini, digunakan validitas isi agar dapat diketahui apakah dari
soal-soal yang telah disesuaikan dengan materi atau isi pelajaran yang telah diberikan. Sebuah tes memiliki validitas isi yang tinggi apabila tes yang diajukan
dapat menangkap apa yang sudah diajarkan. Karena tes yang digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa pada
pokok bahasan virus berbentuk tes obyektif, maka pengujian validitas menggunakan korelasi point biserial dengan rumus
20
:
q p
SD M
M r
t t
p pbi
18
Keterangan lengkap pada lampiran 14, h. 184.
19
Ibid., h. 137.
20
Sumarna Surapranata, op. cit., h. 61.
Keterangan : r
pbi
= Koefisien korelasi biserial Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya Mt = rerata skor total
SDt = standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = proporsi siswa yang menjawab salah Adapun kriteria pengujiannya :
r
pbi
≥ r
tabel
= valid r
pbi
r
tabel
= tidak valid Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, dari 60 soal yang telah
digunakan pada uji validitas, sebanyak 26 soal dinyatakan valid, yaitu soal nomor 1, 3, 6, 8, 9, 11, 13, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 28, 30, 31, 33, 36, 37, 40, 43,
44, 58 dan 60.
21
2. Pengujian Reliabilitas
Selain pengujian validitas, sebuah tes harus memenuhi syarat reabilitas. Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah kepercayaan atau ketetapan hasil tes.
Tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut mampu memberikan hasil yang relatif tetap apabila dilakukan secara berulang pada kelompok individu yang sama
22
. Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus
Kuder dan Richardson KR-20
23
, yaitu :
2 2
11
. 1
SD q
p SD
n n
r
21
Keterangan lengkap pada lampiran 13, h.182.
22
S. Margono, op. cit., h. 181.
23
Sumarna Surapranata, op. cit., h. 91.
Keterangan: r
11
= reliabilitas tes secara keseluruhan p = proporsi subjek yang menjawab item benar
q = proporsi subjek yang menjawab item salah q = 1-p pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item SD
2
= standar deviasi dari tes.
Adapun langkah-langkah dalam penentuan reliabilitas yaitu yang pertama ditentukan jumlah soal yag benar
∑X, setelah itu ditentukan jumlah soal yang benar dikuadratkan
∑X
2
, ditentukan jumlah perkalian p dan q ∑pq. Setelah
didapatkan data, lalu langkah selanjutnya ditentukan standar deviasi dengan persamaan SD =
2 2
N x
N X
. Setelah didapatkan nilai standar deviasi, maka langkah selanjutnya ditentukan reliabilitas K-R 20 dengan persamaan
r
11
=
2 2
SD pq
SD 1
n n
. Langkah terakhir dalam penentuan reliabilitas adalah data koefisien reliabilitas tersebut diklasifikasikan menurut Guilford, dengan
r
11
= 0,91 –1,00 termasuk dalam kategori korelasi sangat tinggi, r
11
= 0,71 –0,90
termasuk dalam kategori korelasi tinggi, r
11
= 0,41 –0,70 termasuk dalam kategori
korelasi cukupsedang, r
11
= 0,21 – 0,40 termasuk dalam kategori korelasi rendah,
dan r
11
= 0,20 termasuk dalam kategori tidak ada korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen tes biologi menggunakan
program Anates, diperoleh informasi bahwa n=60 reliabilitas dari 26 soal yang telah diujicobakan tergolong memiliki reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,72.
24
24
Keterangan lengkap pada lampiran 15, h. 186.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu uji
Liliefors
25
. Adapun langkah-langkah dalam menghitung uji normalitas yaitu ditentukan
hipotesis dengan H
o
merupakan data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, H
a
merupakan data samel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal. Langkah selanjutnya diurutkan data sampel dari yang kecil
sampai data terbesar, dihitung nilai Z dari masing-masing data dengan menggunakan rumus Z
i
=
S X
X
i
. Keterangan
X
i
= data
X
= rata-rata data tunggal S = Simpangan baku
Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, ditentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan table Z ditulis FZZ
i
yang mempunyai rumus FZ
i
= 0,5 + Z, dihitung proporsi Z
1
, Z
2
, …, Z
n
yang lebih kecil atau sama dengan Z
i
. Jika proporsi dinyatakan oleh SZ
i
, maka SZ
i
= n
Z yang
Z ,...,
Z ,
Z banyaknya
t n
2 1
. Selanjutnya dihitung selisih
absolut FZ – SZ pada masing-masing data. Setelah dihitung selisih
absolut, langkah selanjutnya yaitu diambil harga L
hitung
yang paling besar kemudian bandingkan dengan nilai L
tabel
dari tabel Liliefors. Setelah didapatkan L
hitung,
ditentukan kriteria pengujian. Adapun terdapat dua kriteria pengujian yakni jika L
o
L
tabel
maka H
o
diterima, yang berarti data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal, dan jika L
o
L
tabel
maka H
o
25
Sudjana, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 2005, h. 466.