Analisis Kebutuhan Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan

g. Program pembelajaran Pembelajaran ini seperti self study, tapi kemudian peserta diharuskan membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban dalam materi sehingga dalam pertemuan selanjutnya rangkaian pertanyaan tadi dapat disampaikan pada penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik. h. Laboratory training Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagai pengalaman, perasaan, pandangan, dan perilaku di antara para peserta. i. Action learning Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim kecil dengan memecahkan permasalahan dan dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar perusahaan.

2.2.5 Analisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Mangkunegara 2003, Training Need Analysis TNA adalah suatu studi sistematis tentang suatu masalah pendidikan dengan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber, untuk mendapatkan pemecahan masalah atau saran tindakan selanjutnya. TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam menggunakan sumberdaya waktu, dana, dan lain-lain secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu. Analisis kebutuhan pelatihan adalah suatu diagnosa untuk menentukan masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan di masa mendatang yang harus dihadapi saat ini dan tantangan di masa mendatang yang harus dipenuhi oleh program pelatihan dan pengembangan Rivai dan Sagala, 2009. Hariandja 2007, mengemukakan analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit. Sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Tujuan dari analisis kebutuhan menurut Panggabean 2004 sebagai berikut: 1. Mengindentifikasi keterampilan prestasi kerja khusus yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas. 2. Menganalisis karakteristik peserta untuk menjamin bahwa program tersebut cocok untuk tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan begitu juga sikap dan motivasi seseorang. 3. Mengembangkan pengetahuan khusus yang dapat diukur dan objektif. Dalam tahap ini harus ada keyakinan bahwa penurunan kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan bukan disebabkan ketidakpuasan terhadap kompensasi. Hardjana 2001, mengemukakan bahwa kebutuhan training muncul bila: 1. Kinerja dan prestasi mereka belum sesuai dengan standar yang sudah ditentukan karena faktor-faktor yang ada pada mereka. 2. Lembaga menetapkan sasaran-sasaran baru, produk baru atau pasar baru. 3. Lembaga mengadakan perluasan atau perampingan usaha sehingga perlu dibentuk struktur kerja baru. 4. Lembaga mengadakan moderinisasi dibidang peralatan, struktur organisasi dan manajemen baru. 5. Terbit dan berlaku perundang-undangan pemerintah yang baru yang menuntut penyesuaian dan perubahan pada lembaga. Agar kebutuhan training nyata, artinya merupakan kebutuhan sungguh- sungguh dan program training dapat memenuhi kebutuhan training tersebut, perlu diadakan analisis kebutuhan pelatihan atau training need analysis. Tujuannya agar dapat ditentukan siapa yang membutuhkan pelatihan atau pelatihan dibidang apa, dan mengapa mereka membutuhkan pelatihan itu. Kebutuhan training dapat ditentukan melalui teknik wawancara, mengedarkan kuesioner, mengadakan tes atau audit lembaga pada unit-unitnya dengan mempelajari kegiatan, masukan, keluaran, biaya atau efisiensi dan efektifitasnya masing-masing. Dalam tahap penilaian ini, kebutuhan pelatihan dari perusahaan, pekerjaan, dan kebutuhan individual perlu dianalisis terlebih dahulu. Jenis informasi dan metode pengumpul yang berbeda dapat digunakan pada tiap tingkat. Adapun sumber untuk memperoleh kebutuhan pelatihan menurut Mangkuprawira 2003, yaitu: sumber tertulis berupa dokumen karyawan, uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, laporan analisis pekerjaan, catatan batas waktu akhir yang hilang, keluhan pelanggan, peralatan untuk memperbaiki permohonan, dan tes pekerjaan, sedangkan sumber informasi lain para karyawan, para pelanggan, manajemen, dan konsultan. Berikut model proses pelatihan yang dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap Assesment Tahap Pelatihan Tahap Evaluasi Umpan Balik Umpan Balik Gambar 1. Model proses pelatihan Mangkuprawira, 2003. Ada tiga tipe analisis yang diperlukan dalam analisis kebutuhan pelatihan menurut Arep dan Tanjung 2002, yaitu: analisis organisasional, analisis operasional dan analisis individu. a. Analisis organisasional adalah analisis terhadap segala permasalahan organisasi yang lebih difokuskan pada permasalahan organisasi yang lebih difokuskan pada permasalahan internal organisasiperusahaan. b. Analisis operasional adalah analisis yang diperlukan untuk menentukan standar operasi yang tepat dalam melakukan suatu pekerjaan. Orang yang dibutuhkan dalam analisis operasional ini adalah seorang ahlipakar yang dapat Penilaian Kebutuhan Organisasi Mengukur Hasil Pelatihan Penilaian Kebutuhan Tugas Penilaian Kebutuhan Karyawan Pengembangan Tujuan Pelatihan Pengembangan Kriteria Evaluasi Pelatihan Merancang dan Menyeleksi Prosedur Pelatihan Pelatihan Membandingkan Hasilnya dengan Kriteria menentukan standar operasi yang mencakup perilaku standar pemegang jabatan. c. Analisis individu adalah analisis yang dilakukan secara personal untuk menentukan apakah terdapat kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi standar yang ditentukan dengan perilaku dan karakteristik masing-masing karyawan. Jika terdapat perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya, maka pelatihan individu menjadi kebutuhan. Menurut Arep dan Tanjung 2002, menyatakan metode Training Need Assesment Tool TNA-T digunakan untuk menganalisis kesenjangan Kemampuan Kerja Jabatan KKJ dan Kemampuan Kerja Pribadi KKP pegawai, yaitu kemampuan kerja yang dimiliki seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Apabila kesenjangan Kemampuan Kerja Jabatan KKJ dengan Kemampuan Kerja Pribadi KKP disebabkan oleh rendahnya pengetahuan, keterampilan dan sikap, maka solusinya adalah dengan pelatihan. Metode TNA-T memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya yaitu dalam hal memperkecil penilaian yang bersifat subjektif dari pihak yang memberikan penilaian maupun pihak yang dinilai, sedangkan kelemahannya adalah apabila yang memberikan penilaian atau yang dinilai tidak memberikan informasi yang jujur sebenarnya sehingga hasilnya akan bias. Selisih antara Kemampuan Kerja Jabatan KKJ dengan Kemampuan Kerja Pribadi KKP merupakan kekurangan kemampuan yang perlu dilatih, dengan kata lain, Kemampuan Kerja Jabatan KKJ adalah Kemampuan Kerja Pribadi KKP ditambah dengan pelatihan.Sehingga disimpulkan bahwa pelatihan dilakukan untuk mengatasi kekurang-mampuan kerja yang dilatih. KKJ – KKP = Kekurangan kemampuan kerja yang perlu dilatih KKP + Pelatihan = KKJ Pelatihan = Mengatasi kekurangan kemampuan kerja yang memerlukan pelatihan Dua instrumen yang digunakan dalam penelaahan kebutuhan pelatihan, yaitu: 1. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kerja dari sasaran yang akan ditelaah kebutuhan pelatihannya. 2. Instrumen yang digunakan untuk menafsirkan data kemampuan kerja yang telah dikumpulkan dan telah diolah. 2.3.Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis kebutuhan pelatihan dilakukan oleh Ramadhan 2008, dengan skripsinya yang berjudul Analisis Kebutuhan Pelatihan Karyawan pada Departemen Seismic Data Acquistion SDA PT Elnusa Geosains. Menyatakan bahwa berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dengan menggunakan metode TNA- T, kondisi karyawan pada saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kemampuan aktual yang dimiliki karyawan dengan yang diinginkan perusahaan sehingga diperlukan adanya pelatihan. Subjek analisis yang diteliti meliputi tingkat motivasi, tingkat kedisiplinan, team work, tingkat komunikasi dan koordinasi, tingkat analisis dan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, seputar pekerjaan, dan penguasaan materi pekerjaan. Subjek analisis untuk team work dan tingkat komunikasi dan koordinasi memiliki nilai kesenjangan kurang dari satu, sehingga berada pada daerah pelatihan C, yang mengindikasikan tidak diperlukannya suatu pelatihan. Sementara untuk subjek analisis yang memiliki nilai kesenjangan lebih dari satu dan berada pada daerah pelatihan B dan mengindikasikan dibutuhkannya suatu pelatihan, yaitu tingkat motivasi, tingkat kedisiplinan, tingkat analisis dan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, seputar pekerjaan, dan penguasaan materi pekerjaan. Penelitian tentang Analisis Kebutuhan Pelatihan bagi Pegawai Administrasi Pada PT Indonesia Power UBP Saguling Cimahi, dilakukan oleh Putri 2005 dengan menggunakan metode TNA-T. Subjek penelitian yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kerja pegawai pasca diklat berdasarkan job description dan Formulir Penilaian Kinerja Pegawai Non ManajerialFPK2 meliputi mutu hasil kerja, ketelitian, komunikasi dan koordinasi kerja, penguasaan materi pekerjaan dan team work. Hasil analisis kebutuhan pelatihan yang dilakukan terhadap kelima jenis kemampuan yang menjadi subjek penelitian menunjukkan bahwa pegawai jenjang administrasi pada PT Indonesia Power ‘UBP’ Saguling masih memerlukan pelatihan, dan pelaksanaan program diklat yang dilakukan oleh perusahaan belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan kemampuan kerja para pegawainya, sebab masih terdapat kesenjangan antara kemampuan kerja aktual pegawai dengan kemampuan kerja yang ditetapkan perusahaan. Ramadhani2007, menggunakan metode TNA-T untuk mengkaji kebutuhan pelatihan karyawan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Divisi Carrier Interconnection Service Centre CISC. Subjek analisis yang diteliti meliputi motivasi kerja, kedisiplinan dalam kerja, kemampuan komunikasi dan koordinasi, perencanaan dan pengorganisasian pekerjaan, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, kualitas kerja, keterampilan dan pengetahuan kerja. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa karyawan membutuhkan adanya pelatihan untuk semua jenis kemampuan. Ini terjadi karena seluruh jenis kemampuan karyawan seperti tingkat motivasi kerja, kedisiplinan dalam kerja, kemampuan komunikasi dan koordinasi, perencanaan dan pengorganisasian pekerjaan, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, kualitas kerja, keterampilan dan pengetahuan kerja berada pada daerah pelatihan B, yaitu daerah butuh pelatihan, dan juga terdapat kesenjangan atau selisih lebih besar satu antara KKJ dan KKP. Jambak 2006 melakukan penelitian mengenai Analisis Kebutuhan Pelatihan Karyawan pada Tingkat Supervisor di PT Jakaranatama Kantor Ciawi, Kabupaten Bogor. Jenis kemampuan yang diteliti meliputi: tingkat motivasi, tingkat kedisiplinan, tingkat kepemimpinan, team work, tingkat komunikasi dan koordinasi, perencanaan dan pengorganisasian pekerjaan, analisis dan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, keterampilan dan pengetahuan kerja, dan kualitas kerja. Hasil analisis kebutuhan pelatihan terhadap sepuluh jenis kemampuan yang memerlukan pelatihan dan berada pada daerah pelatihan C untuk karyawan supervisor meliputi: kemampuan mengambil keputusan, perencanaan dan pengorganisasian pekerjaan serta kemampuan dalam menganalisis dan memecahkan masalah. Analisis Kebutuhan Pelatihan Staf Direktorat Tanaman Hias pada Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian RI, Jakarta oleh Inayati 2005. Metode yang digunakan untuk analisis dan pengolahan data adalah Training Needs Assesment Tools TNA-T. Responden untuk mengukur KKJ, yaitu kepala sub bagian, kepala sub direktorat, dan kepala seksi. Sedangkan untuk mengukur KKP yang menjadi responden, yaitu staf sub bagian tata usaha dan sub direktorat teknis. Subjek analisis dalam penelitian ini adalah motivasi kerja, kedisiplinan dalam kerja, team work, kemampuan komunikasi dan koordinasi kerja, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, keterampilan dan pengetahuan kerja, keterampilan dan pengetahuan tentang tanaman anggrek, dan pengetahuan pertanian non tanaman anggrek. Hasil yang diperoleh dari analisis kesenjangan antara KKJ dan KKP untuk sub bagian tata usaha dan sub direktorat tanaman hias bunga terdapat selisih antara KKJ dan KKP bernilai lebih dari satu pada semua subjek analisis, hal ini menunjukkan staf sub bagian tata usaha masih memerlukan pelatihan untuk semua jenis kemampuan. Pada sub direktorat tanaman anggrek masih diperlukannya pelatihan untuk subjek analisis motivasi kerja, kedisiplinan dalam kerja, team work, kemampuan komunikasi dan koordinasi kerja, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, keterampilan dan pengetahuan kerja, dan pengetahuan pertanian non tanaman anggrek, karena selisih nilai antara KKJ dan KKP lebih dari satu. Sub direktorat tanaman hias daun, terdapat selisih nilai lebih dari satu antara KKJ dan KKP yang mengindikasikan masih diperlukannya pelatihan untuk beberapa subjek analisis yaitu motivasi kerja, kedisiplinan dalam kerja, kemampuan komunikasi dan koordinasi kerja, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, keterampilan dan pengetahuan kerja, keterampilan dan pengetahuan tentang tanaman hias daun, dan pengetahuan pertanian non tanaman hias daun. Sedangkan untuk sub direktorat tanaman hias perdu dan pohon masih diperlukannya pelatihan untuk subjek analisis motivasi kerja, team work, kemampuan komunikasi dan koordinasi kerja, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, keterampilan dan pengetahuan kerja, pengetahuan pertanian non tanaman perdu dan pohon, karena selisih nilai antara KKJ dan KKP lebih dari satu. Analisis Pelaksanaan Pelatihan dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Penjualan pada PT X di Jakarta oleh Rahardjo 2008. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode desain deskriprif. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terjadi kenaikan produktivitas kerja karyawan bagian penjualan setelah dilakukan pelatihan. Pelaksanaan pelatihan pada PT X di Jakarta dilaksanakan rutin setiap tahunnya, dan disusun berdasarkan tahap penyusunan program pelatihan, yaitu analisis kebutuhan, penetapan tujuan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Hasil analisisnya yaitu rata-rata produktivitas kerja karyawan bagian penjualan 5 tahun terakhir sebelum mengikuti pelatihan adalah sebesar 124.046,04 unit atau sebesar 1,8025 persen dan kenaikan tingkat produktivitas kerja karyawan tidak teratur, serta belum mencapai standar yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 2 persen. Setelah mengikuti pelatihan hasil produktivitas meningkat menjadi 279.934,43 unit atau sebesar 2,4375 persen. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas kerja karyawan pada 5 tahun terakhir sebesar 0,635 persen 2,4375 persen-1,8025 persen. Peningkatan tersebut disebabkan mutu pelatihan yang semakin baik, dimana metode pelatihan yang digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan, pelatihinstruktur merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman dan benar-benar menguasai materi yang disampaikan dan mempraktikkan dalam kegiatan perusahaan serta fasilitas-fasilitas untuk pelatihan sudah tersedia sudah dengan baik. Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja terhadap Kualitas Penyajian Informasi Akuntansi pada PT Bank Negara Indonesia Tbk Studi pada Kantor Cabang BNI di Propinsi Sulawesi Selatan oleh Naszrruddin 2008. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji validitas dengan menggunakan korelasi Rank Spearman dan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda Multiple Regression Analysis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja terhadap kualitas penyajian informasi akutansi pada PT Bank Negara Indonesia Tbk. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji hipotesis secara parsial untuk faktor pendidikan, hasil perhitungan diperoleh nilai t-hitung untuk faktor pendidikan sebesar 2,652, faktor pelatihan sebesar 3,366, dan faktor pengalaman kerja sebesar 2,391 dan diperoleh nilai t-tabel untuk seluruh faktor = 1,740. Dengan kriteria pengujian satu sisi pihak kanan positif adalah tolak Ho jika t-hitungt-tabel, karena nilai t-hitung untuk koefisien seluruh variabel lebih besar dari t-tabel, maka pada tingkat signifkansi 5 persen Ho ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 persen terdapat pengaruh positif yang signifikan dari faktor pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja terhadap kualitas penyajian informasi akuntansi pada PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk wilayah Sulawesi Selatan.

III. METODE PENELITIAN