Perumusan Masalah Analisis kapasitas perikanan pelagis di Perairan Pesisir Provinsi Sumatera Barat

ikan di dunia sudah dimanfaatkan secara penuh fully exploited, 19 dieksploitasi secara berlebihan overexploited dan 9 diantaranya sudah terkuras depleted. Dengan demikian, 75 sumberdaya ikan global sudah dalam kondisi kritis. Mace 1996 mengidentifikasi bahwa kapasitas lebih overcapacity merupakan problem kunci yang menyebabkan permasalahan dalam perikanan tangkap. Konsep kapasitas perikanan merupakan suatu ukuran untuk mengetahui apakah perikanan dalam kondisi efisien atau tidak. Definisi umum dari kapasitas perikanan adalah stok kapital maksimum yang ada dalam perikanan yang dapat dipergunakan secara penuh pada kondisi efisien maksimum secara teknis pada waktu dan kondisi pasar tertentu Kirkley Squires 1998. Sedangkan Johansen 1968 mendefinisikan kapasitas dari sudut pandang ekonomi dan teknologi sebagai jumlah maksimum yang dapat diproduksi per unit waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dimana keberadaan dari berbagai faktor produksi variabel tidak dibatasi.

1.2 Perumusan Masalah

Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang cukup besar, memiliki garis pantai sepanjang 375 km mulai dari Kabupaten Pasaman sampai ke Pesisir Selatan dan bila dimasukkan garis pantai di Kabupaten Kepulauan Mentawai maka panjang garis pantainya mencapai 2 420 km, sedangkan luas laut termasuk ZEE adalah seluas 186 580 km 2 . Kawasan perairan pantai Sumatera Barat meliputi 7 tujuh daerah kabupaten dan Kota yaitu Pasaman Barat, Agam, Pariaman, Padang Pariaman, Padang dan Pesisir Selatan serta Kepulauan Mentawai. Salah satu potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang paling potensial dan selama ini telah menopang perekonomian masyarakat adalah perikanan laut. Potensi ikan di perairan laut Sumatera Barat diperkirakan sebesar 289 936 ton sedangkan produksi ikan laut pada tahun 2004 baru mencapai 102 368.0 ton atau sekitar 35 dari potensi yang ada sehingga masih memiliki peluang yang besar bagi peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan para nelayan. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan ini dapat dilihat dari sumbangan sektor perikanan terhadap pendapatan domestik regional bruto PDRB yang masih berada di bawah 5. Jumlah nelayan yang ada tercatat sebanyak 34 020 orang yang terdiri atas 24 287 orang 74 nelayan tetap dan sisanya sebanyak 9 733 orang sebagai nelayan musiman. Jumlah perahu penangkapan ikan sebanyak 6 897 unit terdiri atas 4 005 unit 57 perahu tanpa motor, 1 551 unit 24.30 perahu motor tempel dan 1 341 unit 17.90 kapal motor DKP Sumbar 2005. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan antara lain: jaring insang gillnet pukat kantong purse seine, bagan dan pancing tonda. Jenis ikan laut yang tertangkap didominasi oleh ikan pelagis 90 seperti: tuna, cakalang, tongkol, layang, selar, teri, tembang, kembung, tenggiri, serta beberapa jenis ikan demersal dan ikan karang seperti: ikan kuwe, kerapu, kakap bawal serta udang seperti: lobster, udang kelong dan udang windu. Walaupun tingkat penangkapan masih berada di bawah potensi lestari yang ada, untuk beberapa jenis ikan tingkat penangkapannya hampir mendekati potensi lestari seperti ikan pelagis kecil dan beberapa jenis ikan karang Diskan Sumbar 1999. Hasil penelitian Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta tahun 1995 menyatakan bahwa ikan teri yang tertangkap ukurannya semakin kecil dan hasil tangkapan per unit upaya juga semakin kecil. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Merta et al. 1998 yang menyatakan bahwa perikanan pelagis kecil di Sumatera Barat sudah mengalami kelebihan tangkap. Selanjutnya apabila dilihat secara parsial menurut wilayah atau jenis ikan tertentu ternyata ada wilayah penangkapan yang telah mengalami kelebihan tangkap overfishing dan kelebihan kapasitas overcapacity. Hal ini terutama terjadi pada wilayah penangkapan sekitar pantai. Berdasarkan alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan yang didominasi oleh perahu tanpa motor dan motor tempel maka aktivitas penangkapan ikan banyak dilakukan di perairan dekat pantai dan ikan yang banyak tertangkap adalah ikan pelagis kecil. Sedangkan ikan pelagis besar yang memiliki potensi yang cukup besar tingkat pemanfaatannya masih belum optimal dikarenakan terbatasnya kemampuan nelayan untuk menangkap ikan jenis pelagis besar ini. Sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan pemanfaatan potensi dimana sebagian wilayah penangkapan mengalami overcapacity yang menyebabkan terjadinya overeksploitasi dan akhirnya menyebabkan produktivitas nelayan menjadi rendah, sedangkan wilayah lainnya berada dalam kondisi under capacity. Kondisi ini menuntut adanya kebijakan pengaturan wilayah pengembangan perikanan tangkap sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal kepada nelayan dan pembangunan yang berkelanjutan tetap dapat diwujudkan. Berdasarkan kondisi di atas timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1 Bagaimana kondisi sumberdaya perikanan pada wilayah penelitian ditinjau dari sisi biologi dan ekonomi bioekonomi? 2 Sejauhmana tingkat efisiensi di wilayah penelitian? 3 Seberapa besar ekstraksi sumberdaya ikan memberikan dapak kesejahteraan kepada pelaku usaha perikanan? 4 Bagaimana kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang menjamin keberlanjutan usaha perikanan tangkap?

1.3 Tujuan Penelitian