Sosial Ketuhanan Hasil Penelitian

berhubungan dengan kalimat berikutnya, sukma kelabu karena serpihan yang pernah kurangkai entah mengapa kembali tercecer. Kalimat erotesis “Bagaimana tidak?” sebenarnya menegaskan bahwa sukmanya benar-benar kelabu dan tidak mungkin tidak. Hal tersebut sesuai dengan teori Keraf yang menyatakan bahwa erotesis adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam, penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban. Gaya bahasa erotesis ini juga disebut pertanyaan retoris; dan di dalamnya terdapat suatu asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin Keraf, 2007: 134-135. Jawaban atas pertanyaan “Bagaimana tidak?” adalah tidak mungkin tidak iya. Kalimat erotesis yang lain misalnya pada kalimat berikut. Contoh 4 ... Saat kasih sayang lebih langka dari kebencian Saat nyawa nyaris tak berharga Saat hidup ini merintih perih Akankah akhirnya kita sadari? .... Puisi S2.09 Seperti contoh 3, contoh 4 juga dapat disebut sebagai gaya bahasa erotesis. Kalimat “Akankah akhirnya kita sadari?” ditulis bukan untuk memperoleh jawaban dapat tidaknya kita sadar, namun digunakan untuk membuat pembaca merenungkan kejadian-kejadian pada baris sebelumnya. Penulis ingin mengajak pembaca merenungi kejadian kasih sayang lebih langka dari kebencian, nyawa nyaris tak berharga, dan hidup merintih perih agar muncullah kesadaran akan kejadian-kejadian itu saat ini. Dengan kata lain, penulis mengajak pembaca bertindak agar kejadian itu tidak benar-benar terjadi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa gaya bahasa erotesis ini juga disebut pertanyaan retoris; dan di dalamnya terdapat suatu asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin Keraf, 2007: 134. Oleh karena itu, pertanyaan di atas diasumsikan bukan untuk memperoleh jawaban kata-kata namun tindakan. Gaya bahasa erotesis ini bermaksud mengajak pembaca untuk melakukan suatu jawaban atau tindakan yang nyata atas apa yang penciptapenulis sampaikan lewat puisinya. Gaya bahasa ini juga meminta ‘secara halus’ kepada pembaca agar memiliki pendapat yang sama dan memahami sama persis apa yang pencipta puisi ungkapkan. Gaya bahasa ini lebih sering digunakan untuk menggugah semangat dan mengajak pembaca atau pendengar berfikir lebih merenungkan.apa yang disampaikan c. Anafora Gaya bahasa ini menjadi gaya bahasa dominan ketiga yang digunakan pada puisi karya siswa. Berikut merupakan contoh gaya bahasa anafora yang ditemukan dalam puisi karya siswa. Contoh 5 ... Hilang sudah semua hartaku Hilang sudah semua keluargaku Dan hilang sudah keindahan Desaku Puisi S3.3.16