Faktor Fisiologi dan Ergonomi

2.6.4. Faktor Fisiologi dan Ergonomi

Menurut Suma’mur, 2009, Ilmu faal yang dikhususkan untuk manusia yang bekerja disebut ilmu faal kerja atau fisiologi kerja. Secara fisiologis, bekerja adalah hasil kerja sama dalam koordinasi yang sebaik-baiknya dari saraf pusat dan perifer, panca indera mata, telinga, peraba, perasa,dan lain-lain, serta otot dan rangka kedua yang terakhir ini adalah pelaku utama perbuatan. Bekerja mungkin dikelompokkan menjadi kerja otak mental dan kerja otot fisik. Dalam faal kerja, perhatian utama difokuskan kepada kerja fisik atau otot. Untuk bekerja pertukaran zat dalam organ tubuh yang diperlukan sebagai sumber energi dan transportasi sisa metabolisme yang harus dibuang luar biasa penting peran peredaran darah dan dari susunan saraf serta otot-otot dan rangka muskulo-skeletal dan juga organ-organ lainnya. Selain jantung dan sistem peredaran darah, paru dan alat pernafasan lainnya, sistem gastro-intestinal mulut, egofagus, usus, hati, dan lainnya juga memainkan fungsi masing-masing dalam mendukung dan menunjang kelancaran berlangsungnya aktivitas dan rangkaian kegiatan dilakukannya pekerjaan. Untuk kelangsungan pelaksanaan pekerjaan, semua organ terkait dan juga seluruh sistem yang beroperasi fisiologis dalam tubuh harus berada pada kondisi optimal bila mungkin prima. Mula-mula koordinasi antara susunan saraf pusat, indera, otot, dan organ- organ tubuh tidak mudah diwujudkan dan pada stadium tersebut untuk berlangsungnya koordinasi yang baik diperlukan upaya yang cukup intensif. Universitas Sumatera Utara Kenyataan ini terlihat pada tenaga kerja baru yang mulai bekerja dan sedang menjalani latihan keterampilan atau permagangan. Tidak jarang ditemukan keadaan betapa seseorang tenaga kerja yang tidak terlatih menghadapi kesulitan untuk bekerja dengan benar, sekalipun prosedur kerja sebenarnya sangat sederhana. Melalui pendidikan dan pelatihan koordinasi yang baik dapat dibina dan diciptakan; pelatihan keterampilan yang tepat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan termasuk gerakan yang dilakukan berlangsung sebagai suatu refleks, sehingga bekerja merupakan proses yang berlangsung secara otomatis dengan penuh kemudahan serta pencapaian kualitas hasil kerja yang baik. Semakin pendek waktu yang diperlukan bagi siklus yang bersifat refleks dalam bekerja atau kian cepatnya otomatisnya pekerjaan dilakukan menunjukkan semakin baiknya koordinasi berfungsinya organ-organ tubuh dalam memberikan dukungan kepada pelaksanaan kerja serta merupakan peluang bagi pencapaian hasil kerja yang baik sebagai konsekuensi semakin baiknya keterampilan tenaga kerja. Untuk pekerjaan fisik, otot adalah bagian tubuh terpenting bagi pelaksanaan aktivitas kerja. Otot bekerja dengan mekanisme kontraksi mengerut dan melemas. Kekuatan bekerjanya suatu otot ditentukan oleh jumlah dan kualitas serat yang menyusunnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi serta melemas. Pada waktu otot kontraksi mengerut, darah yang berada antara serat-serat otot atau di luar pembuluh darah otot terjepit sehingga peredaran darah terhambat, jadi juga pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi salah satu penyebab dari timbulnya kelahan otot. Universitas Sumatera Utara Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi pelemasan, sebagaimana biasanya disebut kontraksi otot dinamis, sangat tepat di pakai sebagai prinsip pelaksanaan bekerjanya otot pada setiap pekerjaan yang berkaitan dengan dilaksanakanya kegiatan dan proses pekerjaan. Contoh pekerjaan atau kegiatannya yang dilakukan dengan kontraksi otot dinamis dalam bekerja, selalu diikuti dengan terjadinya kelelahan, yang memerlukan istirahat untuk pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat dalam bekerja atau sesudah melakukan pekerjaan sangat penting. Kelelahan otot secara fisik antara lain merupakan akibat dari efek zat sisa metabolisme seperti asam laktat, CO 2 atau lainnya. Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan dengan ukuran tubuh tenaga kerja untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan kuantitatif memuaskan serta tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya. Atas landasan konsep demikian berkembang ilmu yang disebut antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran tubuh dan segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis yang sangat besar manfaatnya bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja sehat dan produktif bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain : 1. Berdiri: Tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan panjang lengan ; 2. Duduk: Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki. Selain ukuran postur dan segmen tubuh demikian, masih banyak ukuran antropomentris segmen tubuh yang perlu diketahui dengan pengukuran untuk Universitas Sumatera Utara digunakan dalam upaya penyesuaian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor manusia Suma’mur, 2009. Pelepasan energi mekanik yang berulang-ulang atau akibat posisi kerja yang kurang ergonomis untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal, seperti repetitive strain injury, nyeri pinggang bagian bawah, dan hand arm vibration syndrome Harrianto, 2012.

2.6.5. Faktor Psikososial