54
VI. SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT
6.1. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Laut
Sumberdaya perikanan dan laut kecamatan Panai Hilir masih dimanfaatkan hanya untuk satu aktivitas yaitu perikanan tangkap. Aktivitas
perikanan tangkap yang dilakukan masyarakat merupakan warisan keluarg a nelayan secara turun-temurun baik pada masyarakat pribumi maupun masyarakat
keturunan Tionghoa. Adapun golongan nelayan dengan kepemilikan modal dalam jumlah besar di dominasi oleh keturunan Tionghoa dengan menguasai tangkahan
yang merupakan pusat pemasaran ikan hasil tangkapan. Dengan adanya sistem kelembagaan tangkahan, keberadaan TPI di kecamatan Panai Hilir tidak
difungsikan. Studi PKSPL 2004 juga menunjukkan bahwa pada wilayah pantai timur dan barat Sumatera kelembagaan tangkahan sudah berkembang dengan
baik. Hal ini karena kelembagaan tersebut memiliki kelebihan yaitu; 1 memberikan modal kepada nelayan sebelum beroperasi, 2 informasi dan
teknologi penangkapan yang ditawarkan lebih maju, 3 adanya dukungan backing
aparat keamanan dan 4 jaringan pemasarannya sudah sistematik. Adapun jaringan pemasaran perikanan tangkahan digambarkan pada gambar 3.
Gambar 3 Rantai pemasaran ikan dalam sistem tangkahan
Pengecer
Ekspor TPI
Tangkahan
Pedagang lokal
Pengecer
Konsume n Pedagang besar
Rumah makan
Pedagang lokalagen
55 Sistem kelebagaan tangkahan Panai Hilir yang dikelola oleh pemilik
modal dan nelayan besar tidak jauh berbeda dengan apa yang diilustrasikan pada gambar 3. Apabila pemasaran ikan langsung di lakukan ketika aktivitas melaut
berlangsung, para pemilik tangkahan mendatangi nelayan ke laut. Dengan adanya penguasaan pasar oleh pemilik modal dan pemilik tangkahan maka surplus
ekonomi tetap menguntungkan mereka dengan pihak yang terlibat sementara eksploitasi yang mereka lakukan pada gilirannya meniadakan hak -hak nelayan
kecil dan tradisional untuk mengakses sumber daya perikanan Panai Hilir. Kemudahan pinjaman dengan pengembalian yang sulit oleh tangkahan
tersebut di satu sisi merupakan penunjang semakin tingginya tingkat eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah tangkap Panai Hilir padahal wilayah tangkap
tersebut telah mengalami overfishing . Adapun sektor pengolahan rumahtangga nelayan semakin berkurang, karena nelayan yang memiliki utang terpaksa harus
menjual hasil tangkapan segarnya pada pemilik modal atau nelayan besar. Akibatnya pendapatan keluarga mengalami penurunan sementara bila mereka
tidak terlilit utang, ikan dapat diolah oleh perempuan dan harga jualnya akan memiliki nilai tambah.
Sektor pariwisata dan budidaya belum terdapat di wilayah pesisir dan laut Panai Hilir. Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Panai Hilir untuk sektor
pariwisata perlu di pertimbangkan karena wilayah tersebut memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan wilayah perairan Panai
Hilir yang cukup strategis. Namun perlu dilakukan pengkajian dengan ketersediaan potensi sumber daya lainnya. Sementara untuk sektor budidaya,
melihat kondisi laut yang sudah oferfishing dan menurut Dinas Kelautan dan Perikanan 2005 wilayah perairan Selat Malaka merupakan wilayah yang kurang
baik untuk dilakukan pengelolaan sektor budidaya. Penggunaan alat tangkap nelayan Panai Hilir bervariasi mulai dari alat
tangkap tradisional sampai alat tangkap yang modern. Secara umum alat tangkap yang digunakan nelayan Panai Hilir dapat dilihat pada Tabel 8.
56
Tabel 8 Jenis dan jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Panai Hilir
No. Jenis alat tangkap
Jumlah
1 Payang payang
55 14.3
2 Dogol Danish Seine
40 10.4
3 Pukat Cincin Purse Seine
10 2.6
4 Jaring Insang Hanyut Drift Gill Net
60 15.6
5 Jaring angkat lainnya Other Lift Net
60 15.6
6 Pancing lainnya Other Pole and Line
119 31
7 Alat pengumpul kerang Shell Collection Equipment
40 10.4
Jumlah 384
100
Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka 2002
Tabel 8 menunjukkan bahwa 15,6 alat tangkap nelayan menggunakan Jaring Insang Hanyut Drift Gill Net dan Jaring angkat lainnya Other Lift Net.
Sementara 31 masih menggunakan pancing lainnya Other Pole and Line. Selanjutnya Jumlah perahu dan kekuatan mesin yang digunakan nelayan pada
Kecamatan Panai Hilir dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah perahu dan kekuatan mesin
No. Uraian
Jumlah
Perahu dengan motor 5 GT
270 55
5 - 9 GT 145
29 1.
10 - 19 GT 21
4.2 2.
Perahu tanpa motor 59
12 Jumlah
495 100
Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka 2002
Dari Tabel 9 diketahui bahwa perahu nelayan sebagian besar menggunakan mesin dengan kekuatan lebih kecil dari 5 GT yaitu sebanyak 270
nelayan 55. Sementara itu masih ditemukan nelayan dengan perahu tanpa motor sebanyak 59 nelayan 12. Dengan demikian dapat dik atakan bahwa
dominan nelayan Kecamatan Panai Hilir telah memiliki armada tangkap perahu dengan motor. Semakin besar kekuatan mesin yang digunakan maka kecepatan
perahu akan tinggi dan jarak tangkap bisa lebih jauh. Tetapi di satu sisi dengan semakin jauhnya jarak tangkap maka input yang digunakan akan semakin besar
baik modal maupun kapital per trip melaut. Wilayah tangkap nelayan kecil dengan armada tangkap sampan tanpa
motor berada di daerah muara-muara sungai yang terdapat di Panai Hilir dan
57 sekitar pantai sementara nelayan besar berada di sekitar perairan pantai yang
dinamakan Tanjung Bangsih hingga ke perbatasan perairan Malaysia. Jarak dari Tanjung Bangsih ke daratan Malaysia apabila mengendarai perahu bot nelayan
hanya menggunakan waktu 6 jam dan dengan speak boat cukup 4 jam. Tetapi dalam aktivitasnya nelayan besar banyak melanggar ketentuan su rat keputusan
menteri pertanian No. 392.Kpts.IK.12041999 tentang jalur-jalur penangkapan ikan. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya kejelasan wilayah tangkap yang
mengatur zona tangkapan nelayan kecil dengan nelayan besar di Kecamatan Panai Hilir. Sementara masyarakat nelayan secara tidak tertulis dalam aktivitasnya
berpedoman pada keputusan tersebut. Adapun pengaturannya adalah PKSPL, 2004:
Pertama: a. Jalur-jalur penangkapan I adalah perairan pantai selebar 3 mil laut yang
diukur dari titik terendah pada waktu air surut. b. Jalur-jalur penangkapan II adalah perairan selebar 4 mil laut yang diukur
dari garis luar jalur penangkapan I. c. Jalur-jalur penangkapan III adalah perairan selebar 5 mil laut yang diukur
dari garis luar jalur penangkapan II. d. Jalur-jalur penangkapan IV adalah perairan di luar jalur penangkapan III.
Kedua; Penggunaan kapal dan alat tangkap pada masing-masing jalur diatur sebagai
berikut: a. Jalur penangkapan I tertutup bagi:
Kapal penangkap ikan bermesin dalam inboard berukuran diatas 5 GT atau berkekuatan di atas 10 DK; semua jenis jaring trawl, jaring pukat
purse seine, jaring lingkar gill net dan jaring pukat di atas 120 meter
panjang rentangan seine nets longer. b. Jalur penangkapan II tertutup bagi:
Kapal penangkap ikan inboard berukuran diatas 25 GT atau berkekuatan diatas 50 DK; jaring trawl dasar berpanel otter board yang panjang tali
ris atasbawahnya diatas 12 meter, jaring trawl melayang pelagic trawl,
58 jaring trawl yang ditarik 2 kapal pair trawl dan pukat cincin yang
panjangnya diatas 300 meter. c. Jalur penangkapan III tertutup bagi;
Kapal penangkap ikan inboard berukuran diatas 100 GT atau berkekuatan diatas 200 DK; jaring trawl dasar dan melayang berpanel otter board
yang panjang tali ris atasbawahnya diatas 20 meter, pair trawl dan pukat cincin yang panjangnya diatas 600 meter.
d. Jalur penangkapan IV tertutup bagi; Pair trawl
di perairan Samudera Hindia. Pada tahun 2004 Departemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan
kebijakan untuk memperbolehkan nelayan menggunakan alat tangkap jaring trawl
, konflikpun tidak terelakkan antara nelayan besar dengan nelayan kecil. Kebijakan tersebut tentunya bertentangan dengan Kepres No. 39 Tahun 1980 yang
menyatakan penghapusan jaring trawl. Kebijakan DKP tersebut o leh nelayan besar, merupakan angin segar. Sehingga mereka lebih berkuasa untuk
mengeksploitasi perikanan laut dengan menggunakan jenis alat tangkap trawl dan pengoperasiannya pun dilakukan pada wilayah tangkap yang seharusnya hanya
dimiliki nelayan kecil. Aktivitas tersebut dilakukan agar jarak tangkap mereka berkurang sehingga biaya yang digunakan juga berkurang. Sementara stok ikan
pada wilayah diatas 3 mil sudah berkurang sehingga penghasilan melaut yang diperoleh tidak sebanding dengan pengeluaran nelayan besar. Sementara nelayan
kecil dengan keterbatasan alat tangkapnya akan memperoleh hasil tangkapan yang semakin sedikit dengan semakin banyaknya jumlah perahu yang mengekstraksi
perikanan laut. Aktivitas tangkap nelayan dalam memanfaatkan perikanan laut umumnya
dilakukan dengan waktu kerja per trip melaut satu hari tetapi untuk nelayan besar, waktu kerja melaut per trip dua hari bahkan ada juga yang sampai satu minggu.
Nelayan besar dengan waktu kerja satu minggu per trip memiliki wilayah tangkap yang sudah lebih jauh. Adapun dalam aktivitas tangkap nelayan, tidak ada aturan -
aturan tertentu yang membatasi waktu kerja melaut mereka. Tetapi dominan nelayan dalam sebulan hanya menggunakan waktu kerja dua minggu. Hal ini
59 terkait dengan pasang dan surutnya air laut. Adapun siklus pasang dan surutnya
air laut merujuk pada penanggalan arab Tahun Hijriyah dimana pasang besar terjadi setiap tanggal 15 dan 30 dapat dilihat pada Tabel 10..
Tabel 10 Siklus pasang surut air laut
No. Tanggal
Keterangan
1 16 - 30
air pasang menurun 2
24 - 30 air pasang menaik
3 30 - 7
air pasang menurun 4
8 - 15 air pasang menaik
Sumber: Data Primer 2005
Waktu kerja aktivitas tangkap nelayan Panai Hilir dalam sebulan hanya dilakukan ketika musim air pasang. Apabila aktivitas tangkap dilakukan ketika air
pasang mati air pasang menurun maka hasil tangkapan yang di peroleh jauh lebih rendah. Karena pada musim tersebut ikan sulit di peroleh. Adapun waktu
pasang dan surutnya air laut setiap hari ditentukan oleh saat pasang misalnya pada hari Senin air laut pasang jam 04.00 WIB maka pasang sorenya juga jam 16.00
WIB selanjutnya untuk mulai pasang hari Selasa dimulai jam 05.00 WIB. Kelembagaan masyarakat nelayan secara adat sejak dahulu tidak ada, baik
dalam hal pembagian hasil maupun upaya-upaya perlindungan terhadap kelestarian produksi perikanana seperti pelarangan secara tegas waktu kerja
melaut pada hari-hari tertentu. Sehingga tidak ada aturan-aturan yang bisa menjaga perikanan laut terlepas dari eksternalitas Tetapi pada desa Sei Baru
terdapat organisasi non formal Pilar Perjuangan Nelayan yang berdiri pada tahun 2001, merupakan wadah komunikasi dan pemersatu nelayan kecil yang berupaya
untuk meminimalisir pemakaian alat tangkap trawl.
60
6.2. Karakteristik Rumahtangga Nelayan Sampel