Teori Produksi Kerangka Pemikiran Teoritis

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Produksi

Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah masukan menjadi keluaran Soekartawi, 2002 dan Nicholson, 1991. Sumberdaya yang dibutuhkan untuk penciptaan komoditas disebut sebagai faktor produksi atau dikenal juga dengan istilah input. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, diantaranya lahan pertanian, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, bibit, teknologi, dan manajemen Rahim dan Hastuti, 2008. Hubungan fisik antara masukan produksi input dan keluaran produksi output dapat diformulasikan dalam model fungsi produksi. Output biasanya menjadi variabel yang dijelaskan, sedangkan input biasanya menjadi variabel yang menjelaskan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi Soekartawi et al. 1986, yaitu: 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Menurut Nicholson 1991, terdapat dua tolak ukur untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal PM dari sebuah masukan adalah keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan tersebut dengan mempertahankan semua masukan lain tetap konstan, sedangkan Produk Rata-rata PR adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: PM = = PR = = 18 Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi Ep merupakan persentase perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase perubahan dari faktor produksi atau input yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Ep = = Penjelasan terhadap PM akan lebih berguna bila dikaitkan dengan PR atau Produksi Total PT. Dengan mengaitkan PM, PR, dan PT, hubungan antara input dan output akan lebih informatif, artinya dapat diketahui elastisitas produksinya. Tahapan proses produksi komoditas pertanian yang menggambarkan hubungan antara PT, PM, dan PR dijelaskan pada Gambar 2. Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Debertin 1986 P roduks i Q B A C B A X3 Daerah II Daerah III PT PR PM Y Ep 1 0Ep1 Ep 0 Input X X Daerah I X2 X1 19 Keterangan: X = Faktor Produksi Y = Hasil Produksi PR = Produk Rata-rata PM = Produk Marjinal PT = Produk Total Daerah I = Daerah produksi irasional Daerah II = Daerah produksi rasional Daerah III = Daerah produksi irasional Gambar 2 menjelaskan hubungan antara PM dan PT, serta PM dan PR dengan ketentuan nilai elastisitas Debertin, 1986 sebagai berikut: 1. Nilai Ep 1 terjadi saat nilai PM PR, sampai tercapai titik dimana PR=PM. Disini petani mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input ditambahkan. 2. Nilai Ep = 1 terjadi bila PR mencapai maksimum atau bila PR = PM. 3. Nilai Ep 1 terjadi pada daerah II atau daerah yang melampaui titik PR=PM. 4. Nilai Ep = 0 terjadi saat nilai PM mencapai titik nol. 5. Nilai Ep 0 terjadi saat nilai PM negatif. Pada kondisi ini produksi mengalami penurunan, sehingga setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan petani yang bersangkutan. Selain menjelaskan hubungan antara PM, PR, dan PT, kurva tersebut juga dapat menjelaskan daerah yang tidak rasional berdasarkan elastisitas produksi Debertin, 1986, yaitu: 1. Daerah produksi I dengan Ep 1. Merupakan produksi yang tidak rasional irasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. Daerah produksi I mencakup wilayah tingkat penggunaan input dari titik nol sampai ke tingkat penggunaan dimana PR = PM. 2. Daerah produksi II dengan 1 Ep 0. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan komoditas paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen, tergantung harga input dan outputnya. Di daerah ini akan dicapai pendapatan maksimum sehingga 20 disebut daerah produksi yang rasional. Daerah produksi II mencakup wilayah dari titik PR = PM Ep = 0 ke titik dimana PT mencapai maksimum dan nilai PM sama dengan nol. 3. Daerah produksi III dengan Ep 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional irasional. Daerah produksi III mencakup wilayah saat PT menurun dan nilai PM negatif. Fungsi yang digunakan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah fungsi Cobb-Douglas. Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan hokum kenaikan yang berkurang atau law of diminishing returns untuk setiap input i Gambar 5, sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai Returns to Scale RTS agar setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan proporsi yang lebih besar. Terdapat tiga kondisi RTS Soekartawi, 2002, yaitu: 1. Decreasing returns to scale, bila jumlah koefisien regresi dari semua variabel nilai elastisitas kurang dari satu b 1 + b 2 1. Hal ini berarti proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 2. Constant returns to scale, bila b 1 + b 2 = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Increasing returns to scale, bila b 1 + b 2 1. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 3.1.2. Risiko dalam Produksi Risiko menunjukkan pada situasi dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil dari suatu keputusan. Setiap bisnis yang dijalankan pasti dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam menjalankan usahanya. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga, atau pendapatan. Risiko yang 21 dihadapai harus diminimalisir, maka dibutuhkan analisis atau penilaian risiko yang nantinya akan berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Ada beberapa pengertian mengenai risiko. Risiko menurut Robison dan Barry 1987 adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian uncertainty adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Hal ini sejalan dengan pendapat Kountur 2004 yang menyatakan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut hal apa yang akan terjadi. Terdapat beberapa jenis risiko yang dihadapi petani, salah satunya adalah risiko produksi. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain Harwood et al. 1999. Beberapa konsep lainnya yang penting untuk mengukur risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation Elton dan Gruber, 1995. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Kebanyakan ukuran acak yang digunakan adalah ukuran simpangan baku standard deviation yang menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil atau return semakin besar risiko. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 3. 22 Gambar 3. Hubungan Risiko dan Return Sumber : Barron’s 1993 Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa semakin besar pendapatan maka semakin besar tanggung jawab risiko yang dihadapi. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan Namun demikian seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Risiko cenderung menurunkan hasil baik produksi maupun pendapatan perusahaan Ellis, 1988. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis 1988 X 2 X E X 1 T ot al Valu e P rod u ct Y Rp e d c i h g f a b j Input X TVP 1 ETVP TC TVP 2 Return Expected Risk 23 Gambar 4 menunjukkan bahwa variasi pendapatan dipengaruhi oleh keputusan pengalokasian salah satu sumberdaya yang digunakan untuk produksi. Dalam contoh ini bentuk kurva mencerminkan dampak dari kondisi yang baik dan buruk terhadap respon output untuk berbagai tingkat penggunaan input. Total Value Product TVP menggambarkan penerimaan yang didapat dari hasil produksi. Kondisi TVP yang diperlihatkan berbeda-beda, terdiri dari tiga kondisi yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik TVP 1 , pada kondisi yang diharapkan normal ETVP, dan pada saat kondisi buruk TVP 2 . Penambahan kurva Total Cost TC bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X 1 , X 2 , X E . 1. Input yang digunakan sebanyak X 1 . Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi dimana pada saat ini terjadi kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami perusahaan. 2. Input yang digunakan sebanyak X 2 . Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi, maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh, dan jika TVP 2 terjadi maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan sedikit keuntungan sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut perusahaan masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut TVPTC. 3. Input yang digunakan sebanyak X E . Nilai ETVP yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Grafik menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi, maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami perusahaan, dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terkecil.

3.2. Kerangka Operasional