10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Paprika Hidroponik
Tanaman paprika memiliki nama ilmiah Capsicum annum var. grossum. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung yaitu famili
Solonaceae karena memiliki bunga seperti terompet. Paprika merupakan tanaman yang berasal dari negara sub tropis dan bukan tanaman asli Indonesia sehingga
dalam pembudidayaannya diperlukan kondisi yang mirip daerah asalnya. Paprika di Indonesia umumnya dibudidayakan secara hidroponik. Tanaman ini cocok
dikembangkan di daerah dataran tinggi seperti Lembang, Cipanas, Cisarua Jawa Barat; Dieng, Purwokerto Jawa Tengah; dan Brastagi Sumatera Utara. Selain
di dataran tinggi, paprika juga mulai ditanam di dataran menengah antara lain Karanganyar Jawa Tengah dan Sukabumi Jawa Barat Prihmantoro dan
Indriani 2003. Moekasan et al. 2008 dan Prihmantoro dan Indriani 2003 menyatakan bahwa paprika merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Permintaan buah paprika tiap tahun meningkat, namun tidak semua permintaan tersebut dapat terpenuhi oleh petani paprika karena masih
rendahnya produktivitas maupun kualitas buah yang dihasilkan. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh tanaman paprika harus
diperhatikan dalam pembudidayaannya seperti media, suhu, air, cahaya, dan kelembaban. Menurut Prihmantoro dan Indriani 2003 tanah yang baik untuk
pertumbuhan paprika adalah tanah yang cukup subur, gembur, kaya akan bahan organik atau humus, dan beraerasi baik. Ukuran pH yang cocok untuk tanaman
paprika berkisar antara 5,5 – 6,5. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik
pada kisaran suhu 16 – 25 derajat celcius, namun paprika masih dapat tumbuh
dengan baik pada suhu sampai 30 derajat celcius dengan kelembaban udara berkisar 80 persen. Paprika merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap
intensitas cahaya matahari yang tinggi karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga untuk menanggulanginya dibutuhkan naungan.
Paprika juga merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap air. Kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata 0,5 liter, namun
demikian kebutuhan tersebut tergantung dari keadaan suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara di sekitar tanaman. Selain hal tersebut, menurut Moekasan et al.
11 2008 salah satu faktor yang juga menentukan keberhasilan budidaya paprika
adalah serangan organisme pengganggu tanaman. Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics adalah istilah yang
digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Umumnya media tanam yang digunakan
bersifat poros, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, dan rockwool Lingga 1993. Menurut Prihmantoro dan Indriani 2003, kegiatan budidaya
hidroponik memerlukan suatu lingkungan tumbuh yang terkendali, tanaman harus terlindung dari siraman hujan, angin yang terlalu kencang, dan cahaya sinar
matahari langsung. Oleh karena itu dikembangkan sistem rumah plastik greenhouse, sehingga dapat mengendalikan faktor alam tersebut.
Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan
yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor
lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh
tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang diperlukan tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse
yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuia dengan kebutuhan tanaman Lingga 1993.
Cara penanaman paprika secara hidroponik agak berbeda dengan cara menanam di tanah, namun secara garis besarnya sama yaitu meliputi persiapan,
persemaian, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Menanam paprika secara hidronik lebih menguntungkan dibandingkan secara konvensional karena
jumlah produksi yang lebih tinggi, harga jual lebih tinggi, dan produknya lebih berkualitas. Selain itu paprika dapat ditanam dua kali dalam setahun Prihmantoro
dan Indriani 2003. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai paprika
hidroponik, antara lain yaitu Tampubolon 2005 yang menganalisis usaha paprika hidroponik di PT Abdoellah Bastari Agriculture Cianjur PT. ABBAS Agri serta
Ningsih 2005 yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani paprika
12 hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung.
Tampubolon 2005 selain menganalisis usaha PT. ABBAS Agri juga menganalisis usaha PT. JORO dan PT. Triple A Horticulture Agribusiness
Farming and Trading PT. THA sebagai pesaing usaha PT. ABBAS Agri dalam memproduksi paprika hidroponik, sedangkan Ningsih 2005 berfokus pada
analisis kesempatan kerja dan analisis pendapatan usaha petani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu.
Hasil yang diperoleh dari masing-masing penelitian berbeda. Perhitungan usaha paprika hidroponik di PT. ABBAS Agri dikonversi menjadi luasan lahan
greenhouse per 1800 m
2
. Penerimaan PT. ABBAS Agri diperoleh dengan mengalikan harga jual sebesar Rp 18.000,00 per kilogram dengan hasil produksi
total paprika yang diperoleh selama satu periode tanam. Biaya yang dikeluarkan dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya
penyusutan greenhouse dan alat-alat irigasi, sedangkan biaya variabel meliputi benih, nutrisi, pestisida, arang sekam, polybag, gaji pegawai operasional, serta
biaya listrik dan telepon dengan total biaya sebesar Rp 71.269.233,30. Lain halnya dengan penelitian Ningsih 2005 di Desa Pasir Langu yang menilai pendapatan
berdasarkan golongan luas lahan yang dimiliki petani. Berdasarkan hasil penelitiannya, petani golongan I luas greenhouse 1.900 m
2
memiliki biaya total usahatani paprika hidroponik yang lebih besar dibandingkan dengan petani
golongan II luas greenhouse 1.900 m
2
. Kedua penelitian juga menunjukkan bahwa usaha paprika hidroponik di
kedua lokasi berbeda tersebut menguntungkan dan efisien untuk dilakukan karena nilai RC rasionya lebih besar dari satu. Keuntungan dapat dilihat dari nilai
penerimaan yang lebih besar daripada biaya total. PT. ABBAS Agri memperoleh pendapatan sebesar Rp 149.050.766,7 dengan nilai RC rasio sebesar 3,09,
sedangkan rata-rata pendapatan yang diterima petani paprika di Desa Pasir Langu untuk petani golongan I adalah sebesar Rp 8.612.819,20 dengan nilai RC rasio
sebesar 1,9 dan untuk petani golongan II adalah Rp 7.913.911,90 dengan nilai RC rasio sebesar 1,8 selama satu musim tanam.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan kedua penelitian sebelumnya terdapat pada objek
13 penelitian dan analisis perhitungan pendapatannya yang menggunakan analisis
usahatani yang juga menghitung nilai rasio antara penerimaan dan biaya totalnya. Persamaan lain dengan penelitian Tampubolon 2005 terdapat dalam hal
pemilihan responden yang merupakan sebuah perusahaan, berbeda dengan Ningsih 2005 yang memperoleh data dari beberapa petani di Desa Pasir Langu.
Selain perbedaan lokasi penelitian, perbedaan yang terlihat dari penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini hasil nilai
pendapatan yang diperoleh dari masing-masing periode tanam di greenhouse yang berbeda kemudian digunakan untuk mengetahui nilai risiko produksi berdasarkan
pendapatan.
2.2. Kajian Risiko Produksi