Perburuan dan Perdagangan Burung Air untuk Konsumsi di Desa Singakerta Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Besarnya jumlah penduduk dan meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap semua sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, akan mengakibatkan kerusakan alam. Hutan ditebang sampai ke puncak gunung yang paling tinggi, burung-burung diburu untuk dimakan, untuk dipelihara bahkan dijual. Beberapa jenis burung telah menghilang dari Pulau Jawa (MacKinnon et al. 2010).

Daerah sepanjang Pantai Utara Jawa Barat dikenal sebagai tempat perburuan burung air, termasuk burung air migran (Widodo et al. 1996). Setiap tahun sedikitnya 300.000 ekor burung air ditangkap oleh penduduk, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk diperdagangkan. Lebih 50% dari burung air yang ditangkap adalah burung-burung migran (Howes et al. 2003) dan jenis burung yang dilindungi (Silvius et al. 1989 diacu dalam Mustari 1992). Aktivitas penangkapan burung-burung tersebut meningkat pada periode bulan Desember-Maret, bertepatan dengan musim migrasi burung. Eksploitasi yang terjadi terus-menerus tanpa menerapkan prinsip kelestarian akan mengancam populasi burung di alam.

Desa Singakerta Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu, Jawa Barat merupakan salah satu sentra perdagangan burung air untuk konsumsi di Pulau Jawa, sehingga sangat tepat dijadikan sebagai objek kajian penelitian tentang perdagangan burung. Penelitian mengenai perburuan dan perdagangan burung air di Singakerta bukanlah yang pertama kali dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya diantaranya adalah Noor (1988) yang melakukan studi keberadaan burung air di sepanjang pantai Indramayu - Cirebon dalam kaitannya dengan studi mengenai penangkapan burung air yang dilakukan oleh penduduk setempat. Alikodra (1993) mengamati burung air migran beserta proporsi penangkapannya di daerah Indramayu. Aminah dan Rahmina (1993) melakukan studi sosial ekonomi penangkapan dan pemasaran burung air di Indramayu - Cirebon. Iskandar dan Karlina (2004) juga telah melakukan kajian pemanfaatan jenis burung air di Pantai Utara Indramayu, Jawa Barat.


(2)

Data mengenai perburuan dan perdagangan burung air dalam penelitian-penelitian sebelumnya diatas belum mendalam dan perlu diperbaharui. Kegiatan perburuan dan perdagangan burung air serta kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini perlu dikaji lebih dalam agar dapat dipertimbangkan upaya pengelolaan populasinya serta tidak berdampak pada kerusakan alam yang semakin parah.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kegiatan perburuan dan perdagangan burung air untuk konsumsi di Desa Singakerta.

2. Mengetahui karakteristik masyarakat yang terlibat dalam perdagangan burung. air untuk konsumsi.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menyediakan informasi dan data mengenai kegiatan perburuan dan perdagangan burung air untuk konsumsi serta karakteristik masyarakat yang terlibat dalam perdagangan burung air di Desa Singakerta, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan yang berguna dalam pemanfaatan dan pelestarian burung air di alam.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1Perburuan Burung

Burung air migran banyak diburu untuk dimakan ataupun untuk diperdagangkan. Starks (1985) melaporkan adanya perburuan burung air migran secara intensif selama musim berburu di Somut Sakhon (Thailand). Jumlah burung yang dapat ditangkap mencapai 2.000 ekor/kampung/tahun.

Penduduk lokal di Indramayu dan Cirebon mempunyai kebiasaan menangkap burung-burung air terutama burung Terik (Glareola maldivarum) untuk dijual sebagai makanan (Widodo et al. 1996). G. maldivarum yang bermigrasi dari Australia menuju ke utara, diperkirakan ditangkap sebanyak 45.000 ekor per tahun (Howes et al. 2003). Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis) atau masyarakat Desa Singakerta menyebutnya Cengkeg, merupakan jenis yang paling banyak ditangkap. Di tempat berbiaknya, di Jepang, diketahui bahwa jenis ini telah dikategorikan sebagai burung langka (Howes et al. 2003).

Beberapa penelitian terkait dengan penangkapan burung di wilayah Indramayu telah banyak dilakukan. Tercatat sebanyak 12.434 individu burung dari 30 spesies telah tertangkap pada periode Oktober – November 1990 dalam penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al. Sedangkan Aminah dan Rahmina (1992) yang melakukan penelitian pada bulan Januari – Februari 1992 mencatat sebanyak 20.894 individu burung dari 24 spesies yang tertangkap (Tabel 1).

Aktivitas penangkapan burung-burung tersebut meningkat pada periode bulan Desember - Maret, bertepatan dengan musim migrasi burung. Migrasi didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara tetap dari suatu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat semula (Alikodra 1990). Jenis-jenis burung air migran setiap tahun secara periodik memanfaatkan wilayah-wilayah pesisir Indonesia sebagai habitat sementara dalam rangka migrasinya dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan (Alikodra 1993). Burung-burung air merupakan kelompok burung yang banyak melakukan migrasi (Hayman et al. 1986).


(4)

Tabel 1 Jumlah individu burung yang diburu pada beberapa penelitian di wilayah Indramayu

No Nama jenis Jumlah Individu

1 2 3 4 5 6

1 Actitis hypoleucos 407 529 288 171 √ 173 81 105

2 Amaurornis phoenicurus 631 589 1326

3 Anas gibberifons

4 Ardea spp. 257 10 14

5 Ardea purpurea

6 Ardeola speciosa 282 53 58 3 √ √

7 Arenaria interpres 462

8 Butorides striatus 253 2 √ 760 911 1009

9 Calidris spp. 162 540 247 644

10 Calidris ruficollis 351 40 182 32 85 11 Caprimulgus affinis 284 20 290 64 99

12 Charadrius dubius 349 335 9 16

13 Chlidonias spp. 51 668 263 110

14 Chlidonias hybrida 212

15 Collocalia sp. 19 16

16 Dendrocygna javanica 279 3 252 218 48 √ √ 17 Dupetor flavicollis 3 19

18 Egretta spp. 361 36 1

19 Egretta intermedia

20 Gallicrex cinerea 564 62 2663 2246 1214 √ 8 62 103

21 Gallinago spp. 385 654 614 763

22 Gallinago stenura 491 3308 2110 1857 √

23 Gallinula chloropus 1738 34 577 487 113 √ 1843 2928 2539

24 Gallirallus striatus 77 √ 1491 1217 1524

25 Glareola maldivarum 1933 2615 952 120 5 546 347 670 26 Hydrophasianus chirurgus 315 3 60 7 41

27 Ixobrychus sp. 67 132 98

28 I. cinnamomeus 281 16 68 37

29 I. sinensis 423 1588 7591 4471 4435

30 Limosa spp. 237 2 1

31 Limosa japonica 3 8 1

32 Mycteria cinerea 90 √

33 Numenius spp. 198 24 1

34 Numereus arquata

35 Numereus phaeopus

36 Nycticorax nycticorax 247 1 5 4 √

37 Pluvialis sp. 49 63 175

38 Pluvialis fulva/dominica 288

39 Porphyrio porphyrio 1 1 2 5

40 Porzana cinerea 590 `17 149

41 Porzana fusca 851 35 315 439 531 675 428 309

42 Porzana pusilla 328 416 325

43 Rallus striatus 63 44 Rostratula benghalensis 28

45 Tringa cinereus

46 Tringa glareola 299 144 83 89 2 9 5

47 Tringa nebularia √ 15 12 56

48 Tringa stagnatilis 392 95 5 24 35

49 Tyto alba 6


(5)

Keterangan : 1. Johnson et al. (1990) 4. Sibuea (1996)

2. Aminah M dan Rahmina D (1993) 5. Iskandar dan Karlina (2004) 3. Aminah M dan Rahmina D (1993) 6. Jamaksari (2011)

Kegiatan penangkapan burung pada umumnya dilakukan oleh kelompok masyarakat ekonomi lemah dan dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Kegiatan tersebut telah dilakukan secara turun temurun, bahkan lokasi penangkapan burung sudah meluas. Awalnya aktivitas penangkapan hanya disekitar Desa Singakerta, namun saat ini sudah meluas ke daerah lain seperti ke desa-desa di kecamatan lain di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Karawang, bahkan ke daerah Jawa Tengah. Kegiatan menangkap burung dilakukan hampir setiap hari terutama pada saat tidak terang bulan atau saat tanaman padi mulai tumbuh dengan rata-rata 25 hari perbulan dilakukan penangkapan burung (Iskandar & Karlina 2004).

2.2Metode perburuan

Banyak cara yang dilakukan oleh pemburu di wilayah Indramayu untuk melakukan perburuan burung. Beberapa metode perburuan yang dilakukan diantaranya adalah :

1. Ngobor (teknik obor) (Milton & Marhadi 1985, Johnson et al. 1990, Purnama & Indrawan 2007, Whitworth et al. 2008, Jamaksari 2011). Pemburu menggunakan lampu petromaks yang dimodifikasi menggunakan seng alumunium sebagai alat untuk memfokuskan arah sinar serta tangkrup untuk menangkap burung. Cara kerja alat ini adalah pemburu berada di belakang sinar kemudian mengarahkan sinar ke target (burung).

2. Jaring Kabut (Milton & Marhadi 1985, Johnson et al. 1990, Mustari 1992, Iskandar & Karlina 2004, Purnama & Indrawan 2007, Whitworth et al. 2008, Jamaksari 2011). Teknik ini dilakukan dengan cara membentangkan jaring di daerah lintasan burung. Areal berburu biasanya di daerah pertambakan, sawah dan pesisir.

3. Clap net (Sahab) (Milton & Marhadi 1985, Basuni & Setiyani 1989, Johnson

et al. 1990, Purnama & Indrawan 2007, Jamaksari 2011). Metode ini menggunakan dua buah jaring yang dipasang saling berhadapan. Pada setiap ujung bingkainya diikat dengan tali, yang saling berhubungan ke tali pusat. Pada penggunaan sahab biasanya digunakan juga burung pengikat dan umpan


(6)

yang bertujuan untuk menarik perhatian burung-burung air lainnya. Apabila burung sudah berkumpul ditengah-tengah sahab, maka pemburu akan menarik tali pusat sehingga sahabnya tertutup.

4. Pulut (Purnama & Indrawan 2007). Metode ini biasanya digunakan untuk menangkap famili Anatidae pada sawah yang telah dipanen. Pemburu membawa rekaman suara burung dan burung tiruan untuk menarik perhatian burung target.

5. Senter (Mustari 1992). Pemburu menggunakan senter sebagai alat penerang serta tangkrup untuk menangkap burung.

2.3Perdagangan Burung

Perdagangan secara internasional telah diatur oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora). Jenis burung yang diperdagangkan oleh Indonesia, baik di pasar internasional maupun lokal merupakan jenis yang termasuk daftar CITES maupun yang tidak (non-CITES) (Soehartono & Mardiastuti 2003). Secara umum perdagangan burung mencakup dua tujuan yaitu perdagangan burung untuk tujuan peliharaan (burung paruh bengkok dan burung berkicau) dan burung untuk tujuan konsumsi.

Burung-burung air telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir Pantai Utara Jawa untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Pada awalnya pemanfaatan jenis burung tersebut hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat setempat. Namun dalam perkembangannya, ternyata jenis-jenis burung tersebut tidak saja dimanfaatkan untuk kebutuhan protein, tetapi juga untuk diperjualbelikan kepada masyarakat kota guna menambah sumber pendapatan. Pemanfaatan jenis-jenis burung air oleh masyarakat pesisir pantai utara Jawa Barat secara faktual telah menjadi sumber mata pencaharian yang dapat mensubtitusi mata pencaharian utama sebagai nelayan disaat tidak dapat melaut. Bila dilihat dari hasil materi yang didapat, usaha perburuan burung dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pendapatan total rumah tangga (Iskandar & Karlina 2004).


(7)

2.4Rantai Perdagangan Burung

Perdagangan burung dimulai dari pengambilannya di alam sampai pada konsumen. Jalur distribusi burung dari pengambilannya di alam sampai pada konsumen disebut jalur perdagangan burung. Pelaku perdagangan sumberdaya alam pada umumnya mencakup pengumpul dan penjual sumberdaya alam atau

collector, pembeli sekaligus penjual atau trader, pembeli sekaligus penjual skala besar atau large-stock trader, serta pembeli dan pengguna atau consumer (MWBP 2006 diacu dalam Siagian 2011).

Dalam sistem perburuan burung di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng, Indramayu, terdapat beberapa aktor yang berpengaruh terhadap sistem. Ada empat aktor yang berperan dalam rantai perdagangan burung yaitu pemburu, bakul atau pengepul, pedagang dan konsumen (Jamaksari 2011).

Gambar 1 Rantai perdagangan burung air di Singakerta (Jamaksari 2011). Pemburu Bakul Pedagang Konsumen

2.5Permasalahan Konservasi Burung

Burung air di sepanjang pantai utara Indramayu - Cirebon banyak mengalami ancaman yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya (Widodo

et al. 1996). Beberapa faktor yang dapat mengancam kelangsungan hidup burung-burung air tersebut diantaranya adalah pengalihan peruntukan habitat, perburuan burung dan dampak penggunaan pestisida.

Hoogerwerf (1984) diacu dalam Mustari (1992) menyatakan bahwa habitat burung air dapat berupa persawahan, danau, rawa, sekitar aliran sungai dan daerah estuaria. Pantai Utara Pulau Jawa telah mendapat tekanan berat berupa dialihfungsikannya areal alami (hutan bakau) menjadi peruntukan lain yang berdasarkan fungsi ekonomi seperti tambak, perumahan dan lokasi industri. Dalam kaitannya dengan kehidupan burung-burung air, pengalihfungsian tersebut akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan makanan serta perubahan fungsi


(8)

ekosistem (Widodo et al. 1996). Perubahan fungsi lahan ini mengakibatkan hilangnya habitat alami burung baik sebagai tempat berlindung, tempat mencari makan maupun sebagai tempat berkembangbiak.

Penangkapan ratusan ribu burung air yang bermigrasi di sepanjang Pesisir Utara Jawa, yang kemudian dijual sebagai makanan di pasar setempat, sangat membahayakan jenis-jenis tersebut sehingga jumlahnya menjadi jauh berkurang. Kelangkaan burung di pedesaan di Jawa, baik ditinjau dari jumlah dan keanekaragamannya, sangat menyedihkan. Hal ini disebabkan oleh kombinasi antara penggunaan pestisida, kehilangan habitat dan penembakan dengan senapan angin dan ketapel (MacKinnon et al. 2010).

Burung mudah terkontaminasi pestisida karena kebiasaan hidupnya yang selalu berpindah dan memakan berbagai jenis makanan seperti biji-bijian, ikan, serangga dan binatang lainnya. Burung dapat mengakumulasi bahan beracun dalam konsentrasi besar, karena menempati posisi tertinggi dalam rantai makanan. Insektisida golongan klor-organik yang sangat persisten seringkali dianggap sebagai penyebab punahnya atau berkurangnya populasi banyak burung pemakan ikan pada berbagai ekosistem di dunia (Ginoga 1999). Dampak negatif insektisida terhadap burung dapat terjadi secara langsung yaitu berupa kematian, karena adanya kontak antara burung dengan insektisida pada waktu pemberantaan hama, dan secara tidak langsung berupa peracunan melalui rantai makanan (Nandika 1986 diacu dalam Ginoga 1999).


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan penelitian dilakukan di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Alasan yang mendasari pemilihan lokasi karena di Desa Singakerta merupakan pusat pengumpulan dan pemasaran burung air di Pantai Utara Jawa (Noor 1988). Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu Desember 2011 - Februari 2012 (59 hari pengamatan), bertepatan dengan musim migrasi burung.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kamera digital, buku Seri Panduan Lapang Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan tahun 2010, panduan wawancara, dan recorder.

3.3Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis-jenis data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Tipe dan kondisi habitat perburuan burung

2. Lokasi perburuan

3. Spesies burung yang diburu

4. Jumlah individu spesies burung yang tertangkap

5. Jumlah individu spesies burung yang dikumpulkan kepada setiap pengepul 6. Waktu perburuan

7. Metode perburuan 8. Rantai perburuan burung

9. Perdagangan burung untuk konsumsi

10.Karakteristik masyarakat yang terlibat dalam sistem perdagangan burung, meliputi: pemburu (data yang dikumpulkan diantaranya adalah profil pemburu, motivasi berburu, pengetahuan pemburu terkait perburuan burung, kepercayaan terhadap perburuan dan penghasilan dari berburu burung), pengepul (data yang dikumpulkan diantaranya adalah profil


(10)

pengepul, motivasi menjadi pengepul, jumlah individu burung per hari, keterikatan dengan pemburu, modal, harga jual dan beli jenis burung dan penghasilan dari mengepul burung), pedagang (data yang dikumpulkan diantaranya adalah profil pedagang, harga jual burung serta penghasilan dari berdagang burung), serta persepsi konsumen terhadap perdagangan burung air.

Selain data diatas, data penunjang penelitian yang diperlukan adalah kondisi umum lokasi penelitian (letak , topografi dan vegetasi), kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di lokasi penelitian, dan peta lokasi penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data dan analisis data sekaligus (Bungin 2003). Cara pengumpulan data meliputi: (1) studi literatur dan konsultasi dengan ahli, (2) pengamatan (observasi) di lokasi perburuan, pengepulan dan lokasi perdagangan burung, serta wawancara, (3) melakukan pengolahan dan analisis data untuk mendapatkan hasil mengenai gambaran perdagangan burung.

3.4.1 Studi literatur dan konsultasi dengan pakar

Studi literatur dimaksudkan untuk melengkapi data pengamatan di lapang dan wawancara. Literatur diperoleh dari berbagai sumber ilmiah seperti jurnal, laporan penelitian, buku, dan konsultasi dengan pakar.

3.4.2 Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan di lokasi perburuan, lokasi pengepulan dan lokasi perdagangan burung di wilayah Desa Singakerta. Adapun hal yang diamati di lokasi perburuan antara lain wilayah perburuan, tipe dan kondisi habitat perburuan burung, metode perburuan dan jenis burung yang diburu. Di lokasi pengepulan, diamati mengenai aktivitas pemburu dan pengepul dalam melakukan transaksi jual beli serta jenis burung yang diperdagangkan. Sedangkan di lokasi perdagangan burung, diamati mengenai aktivitas jual beli antara pedagang dengan konsumen dan jenis burung yang diperdagangkan. Dalam hal pengamatan ini, peneliti menyewa seorang pemburu untuk menunjukkan lokasi-lokasi perburuan, pengepulan dan perdagangan burung.


(11)

3.4.3 Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk panduan wawancara. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample berdasarkan pertimbangan atau tujuan (Sevilla et al. 1993). Pada penelitian ini terdapat empat kategori responden yang bertindak sebagai pelaku perdagangan yaitu pemburu, pengepul, pedagang burung dan konsumen.

Metode pengambilan contoh responden yang akan diwawancarai pada masing-masing kategori yaitu dengan menggunakan convenience sampling. Dengan cara ini, peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian (Umar 2005). Responden yang terpilih merupakan responden yang direkomendasikan oleh Kepala Desa dan dekat dengan tempat tinggal Kepala desa. Jumlah responden pemburu ada delapan orang, responden pengepul ada tiga orang, responden pedagang ada 12 orang dan responden konsumen ada 30 orang.

Pemburu burung yaitu orang-orang yang melakukan penangkapan burung di lapangan dengan tujuan untuk diperdagangkan (Basuni & Setiyani 1989). Kepada pemburu burung ditanyakan jenis burung yang diburu, harga jual, metode perburuan, waktu perburuan, penanganan pasca perburuan, motivasi berburu, penghasilan dari berburu serta mitos terkait perburuan burung.

Pengepul atau pengumpul burung, yaitu orang-orang yang menerima, mengumpulkan sementara hasil tangkapan langsung dari pemburu dan kemudian menjualnya kepada pedagang burung atau langsung kepada konsumen. Kepada masing-masing pengepul ditanyakan mengenai jumlah dan jenis burung yang dikumpulkan, asal burung tersebut, bentuk kesepakatan dengan pemburu, harga jual dan harga beli, alur perdagangan, motivasi pengepul burung, dan penghasilan sebagai pengepul.

Pedagang burung, yaitu orang yang memiliki kios di pasar-pasar dan membeli burung dari pemburu atau dari pengepul burung, serta menjualnya kembali kepada konsumen (Basuni & Setiyani 1989). Kepada pedagang burung ditanyakan mengenai jenis dan jumlah burung yang banyak diperdagangkan, asal


(12)

burung tersebut, harga jual dan harga beli, alur perdagangan, motivasi berdagang burung dan penghasilan dari berdagang.

Konsumen, yaitu orang-orang yang membeli burung untuk dikonsumsi. Kepada konsumen ditanyakan mengenai motivasi mengkonsumsi burung, pengetahuan tentang penyakit yang dibawa oleh burung, pengetahuan mengenai status perlindungan dan status konservasi burung yang dikonsumsi.

3.5 Analisis Data

Data mengenai tipe dan kondisi habitat perburuan burung, lokasi perburuan, waktu perburuan, metode perburuan, rantai perburuan burung, perdagangan burung untuk konsumsi serta karakteristik masyarakat yang terlibat dalam sistem perdagangan burung yang meliputi pemburu, pengepul, pedagang dan konsumen yang diperoleh dari studi literatur, pengamatan lapang dan wawancara dengan masyarakat diolah secara tabulasi dan dianalisis secara kualitatif yang selanjutnya dijelaskan secara deskriptif.

Data mengenai spesies burung yang diburu, jumlah individu spesies burung yang diburu, jumlah individu spesies burung yang diburu per pengepul diolah secara tabulasi dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya dijelaskan secara deskriptif.


(13)

BAB IIV

KOND

DISI UM

MUM LOK

KASI PEN

NELITIA

AN

4.1 Letakk

De 108o31’52 Kecamata perbatasan administra Utara, De Desa Bun Warga (R Tegalsema jumlah Ru Gamb esa Singak 2,14” BT) an Krangken

n antara K atif, Desa

sa Kapring ngko di seb RW) atau

aya, blok S ukun Tetang

kerta (6o31 merupakan ng, Kabupa Kabupaten Singakerta an di sebela belah Timu

biasa diseb Sidomulya, gga (RT) ad

1’17,24”-6o salah satu aten Indram

Cirebon berbatasan ah Barat, D ur. Desa Sin

but dengan blok Pesan da sebanyak

o

32’18,17” u desa yang mayu, Jawa

dan Kabu n dengan D Desa Kapeta ngakerta te n blok, ya ntren dan b k 13 RT.

LS dan g termasuk a Barat, yan upaten Indr Desa Sreng

akan di sebe erbagi menj aitu blok S blok Lebakt

108o30’35 k dalam wi ng terletak ramayu. S seng di se elah Selatan jadi lima R Singakerta, trate. Sedan 5,17”-ilayah pada Secara ebelah n dan Rukun blok ngkan

ar 2 Peta lo (Sumbe

okasi peneli er: Website

itian, Desa S Pemerintah Lokasi penelitian Singakerta, h Kabupaten Kecamatan n Indramayu

n Krangkengg. u).


(14)

Desa Singakerta dapat dijangkau dengan sarana transportasi lokal yaitu angkutan umum dengan rute Cirebon - Indramayu. Dari Cirebon ke Desa Singakerta ditempuh dengan waktu ± 30 menit, sedangkan dari Indramayu ditempuh dalam waktu ± 45 menit. Sarana transportasi lain yang melewati Desa Singakerta yaitu angkutan bus Jakarta – Cirebon – Tegal – Purwokerto.

Sebagian besar dari luas wilayah desa merupakan tanah sawah. Sebagian besar tanah sawah tersebut memakai pengairan setengah teknis dan tadah hujan. Irigasi di desa ini relatif sulit dilakukan karena pada saat air laut pasang, air pada sungai kecil yang melewati Desa Singakerta dan bermuara di laut juga akan meluap. Akibatnya sarana irigasi yang telah dibuat menjadi rusak. Produktivitas padi di daerah ini relatif rendah, selain karena faktor pengaturan air yang kurang baik juga karena sering terkena gangguan hama seperti tikus dan sundep (Aminah & Rahmina 1993).

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng adalah 4.529 jiwa dengan komposisi jenis kelamin laki-laki 2.270 jiwa dan 2.259 jiwa adalah wanita. Tingkat pendidikan umumnya masih relatif rendah. Sebagian penduduk umumnya berpendidikan setingkat SD dan SLTP. Mata pencaharian penduduk umumnya adalah buruh (15,53%), petani (8,06%), pedagang (6,96%) dan selebihnya adalah wiraswasta, PNS, pensiunan, TNI/Polri. Mata pencaharian lain yang dilakukan masyarakat adalah sebagai penjaring burung (penangkap burung).


(15)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Kondisi habitat berburu

Tipe habitat perburuan burung di Desa Singakerta adalah sawah, tambak atau empang dan rawa. Sawah di Desa Singakerta merupakan tipe sawah irigasi. Tanaman yang mendominasi areal sawah adalah padi, pisang dan kacang-kacangan. Sawah yang digunakan untuk berburu burung adalah sawah dengan padi berumur satu bulan (dengan ketinggian air < 3 cm) hingga padi siap panen (Gambar 3a).

Tambak atau empang merupakan kolam-kolam besar buatan yang digunakan untuk budidaya ikan dan udang. Air yang digunakan untuk usaha tambak adalah adalah air payau. Di Desa Singakerta, terdapat dua macam tambak yaitu tambak permanen dan tidak permanen. Tambak permanen dibuat dari semen sedangkan tambak yang tidak permanen hanya dibuat dari tanggul-tanggul tanah. Tambak yang digunakan untuk berburu burung adalah tambak yang tidak permanen dengan kondisi tambak yang dangkal dan mulai kering serta ditumbuhi rumput (Gambar 3b) .

Rawa merupakan daerah yang tergenang air dan ditumbuhi oleh tumbuhan. Rawa air payau dengan kedalaman air ± 1 m dan ditumbuhi banyak rumput merupakan rawa-rawa yang sering digunakan untuk berburu burung (Gambar 3c).

(c) (b)

(a)

Gambar 3 Tempat perburuan burung (a) sawah (b) tambak tidak permanen (c) rawa.


(16)

5.1.2 Lokasi perburuan

Lokasi yang digunakan untuk perburuan burung merupakan lokasi tempat burung banyak terkonsentrasi dan mudah dijangkau oleh pemburu. Lokasi perburuan burung tidak hanya berada di wilayah Singakerta, tetapi juga di Kecamatan Karangampel, Kecamatan Patrol dan daerah lainnya di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Subang, Karawang dan Majalengka. Beberapa pemburu melakukan perburuan ke wilayah Tegal, Brebes, Pekalongan, Semarang, Demak, Cilacap, bahkan ke wilayah Kalianda, Lampung.

5.1.3 Spesies burung yang tertangkap

Selama penelitian (Desember 2011 - Februari 2012) tercatat sebanyak 26 spesies burung dari 11 famili yang tertangkap (Tabel 2). Dua belas spesies diantaranya merupakan spesies migran. Sebanyak 10 spesies migran tertangkap setiap bulan selama penelitian (Tabel 3). Spesies migran yang paling banyak tertangkap adalah Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis). Spesies penetap yang paling banyak tertangkap adalah Mandar batu (Gallinula chloropus) (Gambar 4).

(d) (c)

(a) (b)

Gambar 4 Spesies burung yang tertangkap (a) Gallinula chloropus (b) Ixobrychus sinensis (c) Gallirallus striatus (d) Gallinago stenura.


(17)

Tabel 2 Spesies burung yang tertangkap selama Desember 2011 - Februari 2012

Famili No Nama spesies Status Keterangan

Ilmiah Indonesia Lokal

Ardeidae 1 Butorides striatus Kokokan laut Blekok cio Penetap

2 Ardeola speciosa Blekok sawah Blekok Penetap

3 Nycticorax nycticorax Koak-malam kelabu Goak/Goak maling Penetap Nokturnal

4 Ixobrychus sinensis Bambangan kuning Cengkeg Migran

5 Ixobrychus cinnamomeus Bambangan merah Onggok Penetap

Anatidae 6 Dendrocygna sp. Belibis Belibis Penetap Phasianidae 7 Coturnix chinensis Puyuh batu Puyuh Penetap Rallidae 8 Gallirallus striatus Mandar - padi sintar Der/Beker Penetap

9 Porzana pusilla Tikusan kerdil Slenter Migran

10 Porzana fusca Tikusan merah Tututan Penetap

11 Amaurornis phoenicurus Kareo padi Kruak Penetap

12 Gallicrex cinerea Mandar bontot Ayam-ayaman/Biron Migran

13 Gallinula chloropus Mandar batu Pelan Penetap

14 Porphyrio porphyrio Mandar besar Birit/Mandar Penetap

Jacanidae 15 Hydrophasianus chirurgus Burung-sepatu teratai Ucing-ucingan Migran Rostratulidae 16 Rostratula benghalensis Berkik-kembang besar Pelung Penetap Charadriidae 17 Pluvialis fulva Cerek kernyut Truyun Migran

18 Charadrius dubius Cerek-kalung-kecil Curek kalung Migran

Scolopacidae 19 Tringa stagnatilis Trinil rawa Bayeman Migran

20 Tringa nebularia Trinil kaki-hijau Clongongan Migran

21 Tringa glareola Trinil semak Trinil geger Migran

22 Tringa hypoleucos Trinil pantai Trinil kali Migran

23 Gallinago stenura Berkik ekor-lidi Berkek Migran

Glareolidae 24 Glareola maldivarum Terik asia Terik Migran Nokturnal Tytonidae 25 Tyto alba Serak jawa Dares Penetap Nokturnal Caprimulgidae 26 Caprimulgus sp. Cabak Cabak Penetap Nokturnal


(18)

Tabel 3 Jumlah sp Desember Jenis

Penetap Migran Jumlah tot

Di spesiesnya

Gambar 5

Be dari famili melainkan famili ters spesies Ca sebagai bu Da konsumsi 1/2, 1, 3/4 ukuran jen yang dibe

spesies

al spesies

pesies penet r 2011 - Feb

antara kes a paling ban

5 Persentas Februari erdasarkan h

i Tytonidae n akan dilep sebut, fami angak abu (A

urung hias. alam sistem

dibagi men 4, 1/2, 1/4, 1 nis Mandar eri kategori R Chara

G

tap dan sp bruari 2012

esies migraan yang terrtangkap seelama

Desembe 11 10 21 Ju er 2011 1 0 1 sebelas fam nyak tertang

se famili bu i 2012. hasil penga e dan Caprim pasliarkan k

li lainnya d

Ardea ciner

m perburua njadi bebera 1/5, dan 1/6

batu (Galli

1. Spesies Jacan 4% ostratulidae 4% adriidae 7% Scolop 1 Glareolidae 4% Tyto 4 umlah spesies Januari 2012 12 10 22 mili, Rallid gkap yaitu s

urung yang

amatan dan mulgidae ya kembali atau diburu untu

rea) tertang

an, burung apa kategor

(Tabel 4). U

inula chloro burung ya A nidae % pacidae 9% nidae 4% Caprim 4% dae merupa sebanyak tuj g tertangkap wawancara ang tertangk u dijual seba uk tujuan ko gkap oleh sa

g-burung y i berdasark Ukuran tub

opus) denga ang berukur

Ardeidae 19% Rallidae 27% mulgidae % 2 Februa 1 1 2 T Sp ari 2012 0 0 20 Total pesies 14 12 26 akan famil juh spesies

li yang ju (Gambar 5)

umlah ).

p selama D

a dengan p kap tidak un agai burung

onsumsi. P alah satu pem

yang diburu an ukuran t uh tersebut an nama lok ran 1 1/2,

Anatidae 4% Phasianidae 4% Desember 2 e 011 - pemburu, sp ntuk dikons g hias. Selai ada tahun 2 mburu dan d

pesies umsi, n dua 2008, dijual

u untuk t tubuhnya ya

didasarkan kal “Pelan

1 dan 3/4 ujuan aitu 1 n pada ” atau akan


(19)

dijual satuan. Sedangkan burung yang berukuran, 1/2, 1/4, 1/5, dan 1/6 akan dijual per ikat. Satu ikat berisi 2-6 ekor individu burung.

Tabel 4 Ukuran tubuh burung yang dikonsumsi

Ukuran tubuh Spesies Ukuran Tubuh (cm)* Keterangan

1 1/2

Dendrocygna sp. 45

Gallicrex cinerea (♂) 40

Porphyrio porphyrio 42

Nycticorax nycticorax 61

1 Gallicrex cinerea (♀) 40

Gallinula chloropus 31

3/4

Butorides striatus 45 Kurus

Amaurornis phoenicurus 30

Hydrophasianus chirurgus (♂) 33

Tringa stagnatilis 23

Tringa nebularia 32

1/2

Ardeola speciosa 45 Kurus

Ixobrychus cinnamomeus 41 Kurus

Gallirallus striatus 24

Hydrophasianus chirurgus (♀) 33 Kurus

Rostratula benghalensis 25

Pluvialis fulva 25

Gallinago stenura 24

1/4

Ixobrychus sinensis 38 Kurus

Tringa glareola 20

Tringa hypoleucos 20

Glareola maldivarum 23

Coturnix chinensis 15

Charadrius dubius 16

1/5 Porzana fusca 21 1/6 Porzana pusilla 18 Keterangan: *sumber: MacKinnon et al. (2010)

5.1.4 Jumlah individu spesies burung yang tertangkap

Sebanyak 14.225 individu burung tertangkap selama Desember 2011 - Februari 2012. Bulan Januari merupakan bulan dengan jumlah tangkapan burung terbanyak yaitu sebanyak 9.542 individu dengan rata-rata jumlah tangkapan per hari sebanyak 308. Sedangkan jumlah tangkapan paling sedikit dijumpai pada bulan Februari yaitu sebanyak 908 individu dengan rata-rata jumlah tangkapan per hari sebanyak 60. Pada setiap bulannya, Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis) merupakan spesies yang paling banyak tertangkap (Tabel 5).


(20)

Tabel 5 Jumlah individu burung yang tertangkap selama Desember 2011 - Februari 2012

Nama Jenis

Jumlah

Jumlah total

Rata-rata Des' 11 (n=13)* Rata- Rata/ har

i

Jan' 12 (n=31)* Rata- Rata/ har

i

Feb' 12 (n=15)* Rata- Rata/ har

i

Butorides striatus 7 0.53 157 5.06 16 1.06 180 0.11

Ardeola speciosa 2 0.15 17 0.54 6 0.40 25 0.01

Nycticorax nycticorax 0 0.00 0 0.00 2 0.13 2 0.01

Ixobrychus sinensis 1121 86.23 3117 100.54 395 26.33 4633 3.61

Ixobrychus cinnamomeus 326 25.07 676 21.80 44 2.93 1046 0.84

Dendrocygna sp. 61 4.69 125 4.03 1 0.06 187 0.14

Coturnixchinensis 28 2.15 0 0.00 0 0.00 28 0.03

Gallirallus striatus 285 21.92 521 16.80 12 0.80 818 0.67

Porzana pusilla 179 13.76 426 13.74 37 2.46 642 0.50

Porzana fusca 171 13.15 453 14.61 0 0.00 624 0.47

Amaurornis phoenicurus 43 3.30 182 5.87 5 0.33 230 0.16

Gallicrex cinerea 427 32.84 1176 37.93 27 1.80 1630 1.23

Gallinula chloropus 360 27.69 1048 33.80 43 2.86 1451 1.09

Porphyrio porphyrio 25 1.92 3 0.09 3 0.20 31 0.03

Hydrophasianus chirurgus 32 2.46 197 6.35 6 0.40 235 0.15

Pluvialis fulva 79 6.07 114 3.67 41 2.73 234 0.21

Charadrius dubius 0 0.00 0 0.00 70 4.66 70 0.07

Tringa stagnatilis 31 2.38 0 0.00 0 0.00 31 0.04

Tringa nebularia 20 1.53 5 0.16 8 0.53 33 0.03

Tringa glareola 0 0.00 44 1.41 38 2.53 82 0.06

Tringa hypoleucos 70 5.38 121 3.90 51 3.40 242 0.21

Rostratula benghalensis 25 1.92 132 4.25 4 0.26 161 0.10

Gallinago stenura 315 24.23 851 27.45 99 6.60 1265 0.98

Glareola maldivarum 168 12.92 155 5.00 0 0.00 323 0.30

Tyto alba 0 0.00 5 0.16 0 0.00 5 0.01

Caprimulgus sp. 0 0.00 17 0.54 0 0.00 17 0.01

Jumlah total 3.775 290 9.542 308 908 60 14.225 11

Jumlah spesies 21 22 20

Keterangan : n = Jumlah hari

Lima spesies burung yang paling banyak tertangkap adalah Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis), Mandar bontod (Gallicrex cinerea), Mandar batu (Gallinula chloropus), Berkik ekor-lidi (Gallinago stenura) dan Bambangan merah (I. cinnamomeus) (Gambar 6).


(21)

Gambar 6 Ba jumlah tan Spesies in sebanyak tersebut m 2012 meru 46 individ tanggal 11 Bambanga penelitian bontod (G

tanggal 29 10, 11, 13

Ma tanggal 15 10, 11 dan

stenura) m sebanyak 15 Februa merupakan Jenis ini m sebanyak tidak terta

6 Lima spe 2011 - Fe ambangan k

ngkapan ra ni mencapai 208 individ menurun dra

upakan tang du pada tan 1 Februari 2 an kuning ( .Spesies de

Gallicrex c

9 Januari 20 dan 14 Feb andar batu 5 Januari 20 n 13 Februa

mencapai p 59 individu ari 2012 jen n spesies de mencapai p

45 individu angkap. Ix Ga G Ixobrych sies burung ebruari 2012

kuning (Ix

ata-rata per puncak pen du. Pada tan astis menjad

ggal dijump nggal sebelu 2012 yaitu h

(I. sinensis) engan juml

cinerea). Sp 012 yaitu s bruari 2012 (Gallinula

012 yaitu se ari 2012 jeni puncak pen u. Sedangka nis ini tidak

engan juml puncak pena u. Sedangka obrychus sinen Gallicrex ciner allinula chlorop Gallinago stenu hus cinnamome 1.265 1.046

g yang palin 2.

xobrychus s

hari tertin nangkapan p

nggal 25 D di 68 individ pai peningka umnya. Jum hanya dua i ) merupaka lah tangkap pesies ini sebanyak 79

tidak ada p

chloropus) ebanyak 59 is ini tidak t nangkapan an pada tan k tertangkap ah tangkapa angkapan p an pada tan

nsis rea pus ura eus 1.6 1.4511 30 4.633

ng banyak dditangkap seelama Deseember

sinensis) m nggi diband pada tangga Desember 20 du. Sedangk atan drastis mlah indivi ndividu (Ga an jenis yan

pan terbany mencapai p 9 individu. penangkapan

merupakan ding empat

al 24 Desem 011 jumlah kan pada ta

sebanyak 1 idu terendah

ambar 7). D ng selalu te

yak kedua puncak pen Sedangkan n burung jen

spesies de spesies lai mber 2011)

tangkapan anggal 15 Ja 162 individu h dijumpai Dengan kata ertangkap se adalah M nangkapan n pada tangg

nis ini. engan nnya. yaitu jenis anuari u dari pada a lain, elama andar pada gal 5, ) mencapai individu. Se tertangkap. pada tang nggal 20 De p. Bambang

an paling se pada tangga nggal 8 dan

puncak pe edangkan p Berkik eko ggal 3 Janu

esember 20 an merah (I

edikit diant al 30 Desem n 10 Februa

enangkapan pada tanggal or-lidi (Galli

uari 2012 11, 9, 12,13

I. cinnamom

ara lima sp mber 2011 ari 2012 jen

pada l 2, 6,

inago yaitu 3 dan meus) esies. yaitu nis ini


(22)

Gambar

Gambar 0 50 100 150 200 250

Jum

lah i

ndi

vi

du

(ekor)

7 Fluktuasi pen

7 Fluktuasi jum 2012.

0 0 0 0 0 0

1 7

Ix G

nangkapan haria

mlah tangkapan h 7 13

xobrychus sinensis Gallinago stenura

an lima spesies b

harian lima spes 19

burung yang pali

sies burung yang 25

Har Gallicrex cin Ixobrychus c

ng banyak ditan

g paling banyak d 31 37 ri

ke-nerea cinnamomeus

ngkap selama Deesember 2011-Fe

ditangkap selam 43

Gall

ebruari 2012.

ma Desember 201 49

linula chloropus

55


(23)

5.1.5 Jumlah individu spesies burung yang dikumpulkan kepada setiap pengepul

Terdapat tiga orang pengepul di Desa Singakerta. Pengepul pertama merupakan pengepul dengan jumlah burung terbanyak yaitu sebanyak 8.594 individu. Pengepul kedua berhasil mengumpulkan burung sebanyak 3.427 individu. Sedangkan pengepul ketiga merupakan pengepul dengan jumlah burung paling sedikit yaitu sebanyak 2.204 individu (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah individu spesies burung yang dikumpulkan per pengepul selama Desember 2011 - Februari 2012

Nama spesies

Pengepul 1 Pengepul 2 Pengepul 3

Jumlah total

Rata- Rata Σ

(n=13) Rata- rata /hari Σ

(n=31) Rata- rata /hari Σ

(n=15) Rata- rata /hari

Butorides striatus 88 1.49 89 1.50 3 0.05 180 3.05

Ardeola speciosa 10 0.16 15 0.25 0 0.00 25 0.42

Nycticorax nycticorax 0 0.00 2 0.03 0 0.00 2 0.03

Ixobrychus sinensis 3262 55.28 1044 17.69 327 5.54 4633 78.52

Ixobrychus

cinnamomeus 425 7.20 254 4.30 367 6.22 1046 17.72

Dendrocygna sp. 171 2.89 8 0.13 8 0.13 187 3.16

Coturnix chinensis 28 0.47 0 0.00 0 0.00 28 0.47

Gallirallus striatus 379 6.42 195 3.30 244 4.13 818 13.86

Porzana pusilla 372 6.30 105 1.78 165 2.79 642 10.88

Porzana fusca 389 6.59 110 1.86 125 2.11 624 10.57

Amaurornis phoenicurus 205 3.47 21 0.35 4 0.06 230 3.89

Gallicrex cinerea 983 16.66 311 5.27 336 5.69 1630 27.62

Gallinula chloropus 722 12.23 219 3.71 510 8.64 1451 24.59

Porphyrio porphyrio 24 0.40 6 0.10 1 0.01 31 0.52

Hydrophasianus

chirurgus 182 3.08 52 0.88 1 0.01 235 3.98

Pluvialis fulva 155 2.62 79 1.33 0 0.00 234 3.96

Charadrius dubius 0 0.00 70 1.18 0 0.00 70 1.18

Tringa stagnatilis 31 0.52 0 0.00 0 0.00 31 0.52

Tringa nebularia 20 0.33 13 0.22 0 0.00 33 0.55

Tringa glareola 1 0.01 81 1.37 0 0.00 82 1.39

Tringa hypoleucos 191 3.23 51 0.86 0 0.00 242 4.10

Rostratula benghalensis 153 2.59 7 0.11 1 0.01 161 2.72

Gallinago stenura 480 8.13 673 11.40 112 1.89 1265 21.44

Glareola maldivarum 323 5.47 0 0.00 0 0.00 323 5.47

Tyto alba 0 0.00 5 0.08 0 0.00 5 0.08

Caprimulgus sp. 0 0.00 17 0.28 0 0.00 17 0.28

Jumlah 8594 145.66 3427 58.08 2204 37.35 14225 241.10

Persentase 60.415 24.091 15.494 100


(24)

5.1.6 Waktu perburuan

Perburuan burung banyak dilakukan pada bulan Oktober - Maret. Diluar bulan tersebut perburuan tetap dilakukan, yaitu berburu burung penetap. Aktivitas berburu dilakukan hampir setiap hari terutama pada saat cuaca cerah, tidak terang bulan atau saat tanaman padi mulai tumbuh, dengan rata-rata waktu perburuan selama 20-25 hari per bulan. Setiap bulannya, ada tanggal-tanggal tertentu dimana terdapat jumlah tangkapan burung terbanyak dan sebaliknya, baik jumlah individu maupun jumlah spesiesnya. Selama penelitian, pada bulan Desember jumlah tangkapan burung terbanyak dijumpai pada tanggal 29, sedangkan jumlah tangkapan tersedikit dijumpai pada tanggal 20 (Tabel 7).

Tabel 7 Jumlah individu dan spesies burung yang paling banyak dan paling sedikit tertangkap pada setiap bulannya selama penelitian

Bulan Tanggal Jumlah Jumlah total

Individu Rata-rata

Desember 290.38 Terbanyak 29 526 3.775 Tersedikit 20 71 Januari 307.80 Terbanyak 15 449 9.542

Tersedikit 14 194 Februari 60.53 Terbanyak 1 109 908

Tersedikit 11 12

Spesies

Desember Terbanyak 29 21 22 Tersedikit 19 dan 20 8

Januari Terbanyak 8 20 23 Tersedikit 18 11 Februari Terbanyak 4 dan 12 13 20

Tersedikit 13 3

5.1.7 Metode perburuan

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pemburu, terdapat beberapa metode perburuan burung, diantaranya adalah :

1. Jaring gelandang (Jaring kabut)

Jaring gelandang adalah jaring yang setelah proses pemasangannya pada sore hari, jaring tersebut tidak sering dicek atau dengan kata lain dibiarkan begitu saja dan akan di cek lagi pada pagi harinya (Gambar 8a-d). Sebelum jaring dipasang, pemburu terlebih dahulu mencari lokasi yang banyak terdapat jejak-jejak burung. Jejak dan tanda yang dapat diamati diantaranya adalah jejak-jejak kaki, bekas makan, dan bulu yang rontok. Jaring umumnya dipasang di areal


(25)

persawahan (di pematang sawah), rawa, tambak dan pesisir. Hasil buruan diantaranya adalah jenis Bambangan, Berkik, Kareo, Mandar, Terik, dan burung air lainnya.

Jaring terbuat dari bahan nilon dan ada juga yang terbuat dari bahan plastik. Ukuran mata jaring bermacam-macam, yaitu 1, 1½, 2, 2½, 3 dan 3½ inci. Pada sisi kanan dan kiri jaring terdapat bambu penyangga yang disebut telajak, dengan tinggi sekitar 2 m. Dalam berburu, pemburu biasanya membawa 6 ting-ting jaring. Ting-ting merupakan ukuran sepuluh gawang jaring. Satu gawang panjangnya 8–10 m.

Gambar 8 (a) Ilustrasi jaring gelandang (b) jaring tampak dari samping (c) Proses pemasangan jaring (d) Jaring yang sudah terpasang.

2. Ngobor

Alat utama yang digunakan pada metode ini antara lain lampu petromaks (Gambar 9a-b), tangkrup (Gambar 9c) dan waring (Gambar 9d). Pada salah satu sisi kaca petromaks ditambahkan seng alumunium yang berfungsi untuk memfokuskan arah sinar sehingga sinar akan terkumpul pada satu sisi dan memudahkan dalam perburuan. Bahan bakar yang digunakan pada petromaks adalah bensin ± 2 liter untuk sekali berburu.

Cara berburu dengan metode ini adalah pemburu terus berjalan pelan sepanjang malam dibelakang sinar petromaks sambil mengamati keadaan sekitar. Hasil buruan yang di dapat lebih beragam dibandingkan metode jaring gelandang,

8 – 10 m 1 m

2,5 m

Telajak

(a) (b)

(d) (c)


(26)

karena hampir semua burung yang ditemui akan ditangkap menggunakan

tangkrup, baik itu burung anakan maupun dewasa.

(e)

(d) (c)

(b) (a)

Gambar 9 (a) Lampu petromaks dilihat dari belakang (b) Lampu petromaks dilihat dari depan (c) Tangkrup (d) Waring (e) Ngobor (Purnama & Indrawan 2007).

3. Ngetug dan nyompret

Ngetug dan nyompret merupakan metode perburuan dengan menggunakan suara tiruan burung yang berasal dari alat yang disebut ketugan dan sompret.

Ketugan dibuat dari ban dalam bekas, sedangkan sompret dibuat dari bambu dengan bermacam ukuran (Gambar 10a-b). Baik ketugan maupun sompret, masing-masing mempunyai bunyi yang berbeda-beda sesuai dengan suara jenis-jenis burung. Ketugan dibunyikan dengan cara menekan bagian tengahnya, sedangkan sompret dibunyikan dengan cara ditiup layaknya peluit. Ada juga alat yang dinamakan salon. Terbuat dari batok kelapa yang berfungsi untuk memperkeras bunyi.

Selain ketugan dan sompret, jaring juga diperlukan dalam metode ini. Cara kerjanya adalah jaring dipasang seperti memasang jaring gelandang. Kemudian, pemburu berdiam diri di dekat jaring sambil membunyikan ketugan atau sompret


(27)

sepanjang malam untuk memanggil burung. Dengan cara ini burung akan menghampiri sumber suara dan menabrak jaring yang telah dipasang. Berbeda dengan jaring gelandang yang jarang dicek, pada metode ini pengecekan selalu dilakukan untuk memastikan adanya burung yang masuk ke jaring. Jenis burung yang didapat adalah jenis Mandar, Tikusan, Bambangan.

Gambar 10 (a) Ketugan (b) Sompret. (b)

(a)

4. Jaring tangkrep (clap net)

Jaring tangkrep digunakan untuk berburu burung air yang memiliki ukuran tubuh yang besar seperti jenis Bangau, Kuntul, Cangak dan famili Ardeidae lainnya. Metode ini diaplikasikan selama siang hari. Ukuran jaring untuk berburu burung pantai adalah 4m x 2m. Sedangkan untuk burung air dan burung terrestrial yang berukuran lebih besar digunakan jaring dengan ukuran 8m x 2m (Purnama & Indrawan 2007).

Pada metode ini jaring dipasang sebanyak dua buah yang saling berhadapan dan digunakan juga burung hidup untuk menarik perhatian burung sasaran (Gambar 11). Jaring dipasang diatas tanah dengan sedikit vegetasi. Pada setiap ujung bingkainya diikat dengan tali yang saling terhubung ke tali pusat. Apabila burung sudah terkumpul di tengah-tengah jaring, maka pemburu akan menarik tali pusatnya sehingga jaring akan tertutup.


(28)

Burung jebakan

Gambar 11 Jaring tangkrep (clap net).

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pemburu, sekitar 47,06% pemburu menggunakan metode jaring gelandang dalam berburu burung, 23,53% masing-masing menggunakan metode ngobor dan nyompret dan ngetug serta 5,88% sisanya menggunakan jaring tangkrep.

5.1.8 Rantai perdagangan burung

Dalam sistem perburuan burung di Singakerta, terdapat beberapa komponen yang berpengaruh terhadap sistem. Komponen-komponen tersebut adalah pemburu, pengepul, pedagang burung goreng dan konsumen. Pemburu akan menjual hasil buruannya kepada pengepul dan pedagang burung goreng. Terkadang pemburu dan pengepul juga menjual hasil buruannya langsung kepada konsumen, tetapi hal ini sangat jarang dilakukan. Kebanyakan konsumen membeli daging burung dari pedagang burung goreng. Ada juga pengepul kecil dari daerah lain yang menjual burung kepada pengepul di Desa Singakerta (Gambar 12).

Pengepul Kecil

Pemburu Pengepul Pedagang Konsumen


(29)

Hasil pengamatan dan wawancara kepada pemburu dan pengepul, secara umum terjadi penurunan jumlah pemburu dan pengepul yang masih aktif melakukan perburuan dan perdagangan burung.

5.1.9 Perdagangan burung untuk konsumsi

Burung-burung yang berhasil ditangkap oleh pemburu ditampung oleh para pengepul yang menanti di rumah pengepul itu sendiri. Transaksi jual beli antara pemburu dengan pengepul berlangsung ditempat itu juga secara tunai. Selanjutnya burung-burung tersebut akan disalurkan ke pedagang.

Pedagang mengambil burung tersebut ke rumah pengepul. Pedagang membayar setengah dari harga tersebut dan sisanya akan dibayar keesokan harinya setelah burung tersebut laku terjual. Burung-burung yang diambilnya dari pengepul maupun pemburu masih dalam keadaan hidup. Burung-burung tersebut selanjutnya akan diolah sendiri oleh pedagang di rumahnya (Gambar 13).

Tahap pertama pengolahan adalah penyembelihan burung. Setelah disembelih burung tersebut direndam dalam air panas. Hal tersebut dilakukan agar mudah dalam pencabutan bulu. Bulu-bulu hasil cabutan tersebut adakalanya dikumpulkan oleh pedagang untuk dijual bersama bulu bebek sebagai bahan baku pembuatan kok untuk bulutangkis.

Tahap selanjutnya adalah pemotongan terhadap paruh dan ceker dan pembelahan daging burung menjadi dua bagian kanan dan kiri sehingga bentuknya menjadi pipih. Ceker kadang dikumpulkan oleh pedagang untuk diolah menjadi bahan makanan lain, semetara paruh burung tidak dimanfaatkan lagi. Setelah dipipihkan, dilakukan penyortiran dan pembersihan organ dalam burung. Organ dalam selain hati dan usus akan dibuang. Hati dan usus burung tersebut akan dijual terpisah dengan daging burung.

Daging burung tersebut selanjutnya akan dicuci dan dibersihkan dengan air untuk terakhir kalinya. Setelah itu akan dilakukan pemberian bumbu. Bumbu yang digunakan adalah kunyit, bawang putih, garam dan asam jawa. Daging tersebut kemudian direbus bersama bumbu sampai air rebusan habis. Hal ini dilakukan agar bumbu meresap. Setelah itu daging siap untuk digoreng (dijual) untuk tujuan konsumsi.


(30)

Burung hidup

Penyembelihan

Perendaman dalam air mendidih

Pencabutan bulu

Pemotongan paruh dan ceker

Pembelahan tubuh burung menjadi dua bagian

Penyortiran dan pembersihan organ dalam

Pembersihan

Pemberian bumbu

Burung siap digoreng dan dikonsumsi

Gambar 13 Skema proses pengolahan burung hingga siap untuk dikonsumsi. Masing-masing jenis burung mempunyai harga yang berbeda-beda. Pada saat penelitian harga burung jenis Mandar batu Rp 5.000,-/ekor dan jenis Bambangan kuning Rp 6.000,-/4 ekor (Tabel 8).


(31)

Tabel 8 Harga jual burung di pasaran

No

Nama Jenis Harga jual (Rp. per ekor)

Lokal Indonesia Pemburu

(Burung hidup)

Pengepul (Burung

hidup)

Pedagang (Burung siap

konsumsi)

1 Blekok cio Kokokan laut 3750 4750 6000-8000

2 Blekok Blekok sawah 3000 4000 5000-7000

3 Goak maling Koak-malam kelabu 7500 8500 12000-15000

4 Cengkeg Bambangan kuning 1250 1500 2500-4000

5 Onggok Bambangan merah 2500 3000 5000-6000

6 Belibis Belibis kembang 7500 8500 12000-15000

7 Puyuh Puyuh batu 1250 1500 2500-4000

8 Der/Beker Mandar - padi sintar 2500 3000 5000-6000

9 Slenter Tikusan kerdil 900 1000 2000-3000

10 Tututan Tikusan merah 1000 1200 2000-3000

11 Kruak Kareo padi 3750 4750 6000-8000

12 Biron Mandar bontot (♂) 7500 8500 12000-15000

13 Ayam-ayaman Mandar bontot (♀) 5000 6000 8000-10000

14 Pelan Mandar batu 5000 6000 8000-10000

15 Birit/Mandar Mandar besar 7500 8500 12000-15000

16 Ucing-ucingan (♂) Burung-sepatu teratai 3750 4750 6000-8000

17 Ucing-ucingan (♀) Burung-sepatu teratai 2500 3000 5000-6000

18 Pelung Berkik-kembang besar 2500 3000 5000-6000

19 Truyun Cerek kernyut 2500 3000 5000-6000

20 Curek kalung Cerek-kalung-kecil 1250 1500 2500-4000

21 Bayeman Trinil rawa 3750 4750 6000-8000

22 Clongongan Trinil kali-hijau 3750 4750 6000-8000

23 Trinil geger Trinil semak 1250 1500 2500-4000

24 Trinil kali Trinil pantai 1250 1500 2500-4000

25 Berkek/Berkik Berkik ekor-lidi 2500 3000 5000-6000

26 Terik Terik asia 1250 1500 2500-4000

27 Dares* Serak jawa 0 0 0

28 Cabak* Cabak 0 0 0

Keterangan : *diperdagangkan sebagai burung hias atau dilepas ke alam

5.1.10 Karakteristik masyarakat yang terlibat dalam sistem perdagangan burung

5.1.10.1 Pemburu

Kegiatan perburuan burung pada umumnya dilakukan oleh masayarakat miskin sebagai pekerjaan sampingan dan telah dilakukan secara turun temurun. Pekerjaan utama pemburu diantaranya adalah buruh tani (12%), kuli bangunan (12%), tukang becak (38%) dan pedagang burung goreng (38%) (Gambar 14a). Kisaran usia pemburu antara 32-55 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SD. Jumlah anggota keluarga pemburu adalah 3 orang (25%), 4 orang (38%) dan 5 orang (38%). Adapun anak dari pemburu berpendidikan pra sekolah (18%), SD (29%), SMP (41%) dan SMA/SMK (12%) (Gambar 14b).


(32)

Gambar 1

Gambar 1

Pe (12,50%), yang mela melimpah (12,50%) berburu b (25%), sau berpengal yang diad Da yang berk berburu se 07.00-08.0 pengepul pemburu, dibanding burung ad

Ra Rp 625.00 500.000,-/ termasuk berjumlah pekerjaan Pedagang burung goreng 38%

14 (a) Pers ana 14 (a) Perse

anak pem engalaman

10 tahun ( atarbelakang h juga dika

serta atas burung ada

udara (12,5 aman meng akan oleh le alam berbur kelompok y ekitar puku 00 WIB. S (50%) da jumlah tan gkan dengan dalah cuaca ata-rata pen 00,-/bulan/p /bulan/pemb biaya pem h sekitar Rp

lain (buruh Bu g sentase pek ak pemburu. entase peke mburu. berburu bu (25%), 20 t

gi mereka m arenakan tra

kemauan s yang dida 50%), dan b gikuti penyu embaga Asi ru burung yang terdir l 13.00-14.0 elanjutnya an kepada ngkapan bu n tahun-tah a buruk. nghasilan ko pemburu de buru denga mbelian pera p. 200.000,-h, kuli, dll) a

uruh tani 12% Kuli bangun 12% Tukang becak erjaan uta 38% m . erjaan utam urung suda ahun (12,50 menjadi pem adisi turun-sendiri (62, apat dari or belajar dari uluhan terka ian Waterbi

ada yang m ri dari 3-5 00 WIB dan pemburu a

pedagang urung pada hun sebelum

otor respon engan 25 ha

an 20 har alatan berb -. Sedangka adalah Rp 5

i nan % ma pemburu ma pemburu ah mereka 0%) dan 30 mburu selai -temurun (2 ,50%). Pen rangtua me teman (62, ait perburua ird Bureau ( melakukann orang. Pe n pulang ke kan menju (50%). Be saat sekar mnya. Ken

den dari ha ari kerja da ri kerja. P buru, transp an penghas 500.000,-/bu SM 41 S

u (b) Persen

u (b) Persen

dapatkan 0 tahun lebi

in sumberda 25%), ajak ngetahuan p ereka secar

,50%). Pem an dan perd (AWB) han nya sendiria

mburu bias eesokan har ual hasil bu erdasarkan rang menga dala utama asil berburu n pendapat Pendapatan portasi dan ilan rata-ra ulan/pembur MP 1% SMA/SMK 12% ntase pendi ntase pendi selama 3 ih (50%). A

aya burung kan dari sa

pemburu te a turun-tem mburu yang dagangan bu nya 37,50%.

an dan ada sanya bera rinya pada p uruannya ke penuturan alami penur a dalam be

u burung se an minimum

tersebut b konsumsi ata pemburu ru. Pra sekolah 18% S 29dikan h D 9% dikan tahun Alasan yang audara ntang murun telah urung a juga ngkat pukul epada para runan erburu ebesar m Rp belum yang u dari


(33)

5.1.10.2 Pengepul

Terdapat tiga orang pengepul burung di daerah ini. Satu orang pengepul menjadikan mengepul burung sebagai pekerjaan utamanya. Satu orang bekerja sebagai pengepul bebek. Satu orang lagi bekerja sebagai peternak bebek dan usaha tempat penitipan sepeda motor. Sebelum menjadi pengepul, ketiganya pernah berprofesi sebagai pemburu burung.

Usia pengepul adalah 48, 61 dan 75 tahun. Adapun latar belakang menjadi pengepul adalah karena sumberdaya burung yang melimpah dan untung yang besar. Modal yang diperoleh semua pengepul adalah hasil dari meminjam di bank. Modal tersebut pada awalnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan untuk usaha ternak bebek. Namun saat ini modal tersebut juga digunakan untuk modal tambahan menjadi pengepul burung.

5.1.10.3 Pedagang

Terdapat 12 responden pedagang, 66,67% berjenis kelamin pria dan 33,33% berjenis kelamin wanita. Kisaran usia pedagang adalah 30-56 tahun. Pendidikan pedagang adalah tamat SD (58,34%), tamat SMP (33,33%) dan tamat SMK (8,33%). Berdagang burung goreng merupakan mata pencaharian utama mereka.

Semua pedagang tidak menjajakan dagangannya di wilayah Singakerta, tetapi di wilayah Cirebon (66,67%), Kecamatan Karangampel (8,33%), Kecamatan Jatibarang (8,33%), dan 16,66% merupakan pedagang tidak tetap yang berjualan di tempat-tempat komedi putar berlangsung. Mereka berdagang dari pukul 15.00–21.00 WIB. Jika pada hari tersebut ada daging burung yang tidak laku, maka pedagang akan menyimpannya di lemari es dan akan menjualnya kembali pada hari berikutnya. Berdasarkan informasi dari pedagang burung

goreng, burung jenis Terik (Glareola maldivarum), Bambangan kuning

(Ixobrychus sinensis), Trinil (Tringa sp) dan Bambangan merah (I. cinnamomeus) kurang diminati konsumen.

Setiap harinya pedagang tidak mengharuskan adanya stok burung tertentu untuk dijual. Jenis burung yang dijual merupakan jenis burung yang tersedia pada hari tersebut. Menu burung yang dijual adalah digoreng. Rata-rata jumlah burung


(34)

yang dijual adalah 20-50 ekor per hari. Selain menjual burung goreng, pedagang juga menjual daging bebek dan ayam goreng.

Setiap harinya, modal yang harus dikeluarkan oleh pedagang adalah sekitar Rp 50.000,-. Modal tersebur digunakan untuk transport, bumbu, minyak goreng, plastik dan kertas nasi serta administrasi pasar. Keuntungan yang diperoleh bervariasi dengan kisaran Rp 100.000,- - Rp 200.000,- per hari. Menurut pedagang burung goreng, semakin lama usaha ini semakin kurang menguntungkan. Adapun kendala dalam berdagang diantara adalah cuaca buruk seperti hujan lebat, jumlah dan jenis burung yang tidak pasti, hadirnya pedagang “pecel ayam” dan isu lingkungan seperti ayam tiren (ayam yang sudah mati sebelum disembelih) dan flu burung.

5.1.10.4 Konsumen

Terdapat 30 orang konsumen, 53,33% berjenis kelamin pria dan 46,67% berjenis kelamin wanita. Kisaran usia konsumen adalah 16-55 tahun. Pekerjaan konsumen diantaranya adalah mahasiswa (6,67%), PNS (10%), wiraswasta (23,33%), karyawan (6,67%), pedagang (16,67%), petani (3,33%), buruh (6,67%) dan ibu rumah tangga (26,67%). Konsumen berasal dari wilayah Cirebon (56,67%), Indramayu (33,33%), Kuningan (6,67%) dan Karawang (3,33%).

Para konsumen tertarik mengonsumsi daging burung karena suka (40%), rasanya gurih dan enak (90%), bergizi (3,33%) dan harganya murah (10%). Frekuensi konsumen mengkonsumsi burung goreng adalah sekali dalam satu minggu (6,67%) dan masing-masing 46,67% responden menjawab jarang dan tidak tentu. Dibandingkan dengan daging ayam, daging burung memiliki rasa yang lebih gurih (93,33%) dan aromanya wangi (3,33%) tetapi dagingnya lebih sedikit (66,67%) dan alot (10%).

Sebagian kecil (30%) konsumen tidak mengetahui adanya penyakit yang dapat ditularkan dari burung ke manusia. Sedangkan sisanya telah mengetahui adanya penyakit tersebut, yaitu flu burung. Sebesar 40% konsumen telah mengetahui adanya peraturan dan larangan yang mengatur pemanfaatan satwaliar yang dilindungi. Menurut penuturan konsumen, perdagangan daging burung (terutama burung liar) saat ini adalah sangat memprihatinkan (6,67%), biasa saja (23,33%) dan sisanya (70%) menjawab tidak tahu.


(35)

Akibat dari perburuan dan perdagangan burung liar secara berlebihan diantaranya adalah jumlah burung berkurang (63,33%), burung akan punah (26,67%) dan rusaknya alam (30%). Sebesar 3,33% konsumen berpendapat bahwa tidak akan ada akibat dari perburuan dan perdagangan burung liar secara berlebihan dan 20% menjawab tidak tahu. Adapun saran konsumen terhadap perburuan dan perdagangan burung adalah agar tetap melestarikan habitat dan populasinya, tidak berlebihan dalam pemanfaatannya, pembinaan kearah ternak burung puyuh, pengaturan pemasaran, koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat lebih ditingkatkan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Kondisi habitat berburu

Burung air menjadikan areal pantai atau lahan basah serta tegakan tumbuhan diatasnya sebagai tempat untuk mencari makan maupun beristirahat (Howes et al. 2003). Pada waktu bermigrasi ke Pulau Jawa, burung-burung air menempati habitat padang lumpur, tepi pantai, tambak, padang rerumputan sepanjang pantai dan gugusan karang yang kering sewaktu air surut (Alikodra 1993). Habitat tambak dan hamparan lumpur (mudflat) di Kabupaten Indramayu, Cirebon dan Majalengka, paling banyak dihuni oleh burung-burung air (Widodo

et al. 1996). Lahan pertanian di wilayah Indramayu dan Cirebon yang masih luas menjadi salah satu habitat penting bagi burung air.

Tipe habitat yang biasanya digunakan dalam perburuan burung adalah areal persawahan dan tambak yang tidak permanen. Kondisi hamparan lumpur yang alami lebih disukai oleh burung pantai (Howes et al. 2003). Kondisi sawah yang masih tergenang air banyak menarik spesies penetap maupun spesies migran (Johnson et al. 1990). Hal ini dikarenakan pada areal sawah tersebut memiliki ketersediaan pakan yang cukup. Pada saat kering, tambak menyediakan habitat yang sering digunakan oleh burung-burung migran untuk mencari makan. Iskandar dan Karlina (2004) menyatakan bahwa hanya tambak dan persawahan yang masih dapat dijadikan habitat burung air, yaitu sebagai penyedia sumber pakan. Pakan burung air diantaranya adalah wideng (Sesarma sp.), kepiting (Scilla serrata), bandeng (Chanos chanos), mujair (Tilapia mossambica), blanak


(36)

(Mugil dussumieri) (Mustari 1992), makrozoobenthos seperti kelomang laut (Uca

sp.), polychaeta (Nereis sp.) dan Crustacea (Balamus) (Alikodra 1993).

Baik sawah maupun tambak tidak permanen tersebut dipilih sebagai tempat perburuan karena tipe habitat tersebut merupakan tempat terkonsentrasinya burung buruan. Selain itu daerahnya terbuka sehingga mempermudah dalam pengamatan keberadaan burung. Menurut penuturan pemburu, diantara kedua tipe habitat tersebut, areal persawahan merupakan tempat yang paling sering dikunjungi pemburu untuk berburu burung dikarenakan selain sebagai penyedia pakan, juga memiliki kemudahan dalam aksesibilitas perburuan. Alikodra (1990) menyatakan bahwa lokasi perburuan burung dilakukan pada areal persawahan.

Daerah rawa yang banyak ditumbuhi rumput jarang digunakan untuk berburu, karena kondisi tersebut menyulitkan pemburu dalam berburu burung. Selain itu, metode perburuan burung di habitat rawa adalah ngobor, yang tidak semua pemburu bisa melakukannya. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Alikodra (1990) menyebutkan bahwa rawa-rawa juga digunakan oleh pemburu dalam berburu burung. Menurut penuturan pemburu, saat ini rawa jarang digunakan untuk berburu dikarenakan telah banyak dikeringkan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian atau dibiarkan begitu saja.

Berdasarkan pengamatan dan evaluasi di lapangan, habitat yang masih tersisa sudah tidak mendukung lagi bagi kehidupan burung. Burung tidak akan datang ke tempat tersebut tetapi akan mencari habitat di tempat yang lain yang dapat memberikan makanan, istirahat, keamanan dan tempat berkembangbiak. Habitat yang rusak bahkan hilang menyebabkan tempat persinggahan burung migran bergeser ke lokasi lain yang lebih memungkinkan dalam persediaan pakan dan keamanan (Sibuea 1996).

Sebanyak 9.230,68 ha (74,48%) hutan mangrove di sepanjang pantai utara Indramayu dalam kondisi rusak (Dishutbun Indramayu 2010). Kerusakan ini diakibatkan oleh pengalihfungsian hutan mangrove menjadi tambak, perumahan dan lokasi industri (Widodo et al. 1996). Perubahan fungsi lahan ini mengakibatkan hilangnya habitat alami bagi burung air. Hilangnya habitat alami akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman makanan yang merupakan pendukung kehidupan mereka (Howes et al. 2003). Pengaruh tersebut terutama


(37)

akan dirasakan oleh burung-burung penetap (Widodo et al. 1996). Selain itu, perubahan cara pengelolaan tambak dari pola empang parit menjadi pola intensif menjadi salah satu penyebab rusaknya mangrove di kawasan ini (Jamaksari 2011). Pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dan insektisida yang dilakukan oleh petani juga menjadi ancaman bagi burung air. Bahan aktif suatu pestisida dapat menyebabkan kematian terhadap organisme perairan seperti krustasea, ikan dan moluska (Supriharyono 2002 diacu dalam Jamaksari 2011) yang merupakan pakan burung air. Bahan-bahan pencemar tersebut akan terakumulasi pada tubuh burung air tersebut karena memangsa biota air yang tercemar. Akibatnya sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup burung, seperti menipisnya cangkang telur yang mengakibatkan menurunnya daya tetas telur bahkan kematian burung (Ginoga 1999).

Selain itu, pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah ini adalah limbah yang berasal dari pengelolaan minyak bumi. Pengaruh racun dari tumpahan minyak yang terperangkap pada sedimen-sedimen di daerah pasang surut dapat bertahan lama. Kondisi ini akan membunuh dan menghambat produktivitas dari oganisme yang ada di kawasan tersebut (Jamaksari 2011).

5.2.2 Lokasi Perburuan

Kegiatan perburuan burung di Desa Singakerta masih tetap berlangsung (Sibuea 1996) bahkan lokasi perburuan burung sudah meluas (Iskandar & Karlina 2004). Saat inilokasi perburuan burung tidak hanya berada di wilayah Singakerta, namun sudah menjangkau Kecamatan Karangampel, Kecamatan Patrol dan daerah lainnya di Kabupaten Indramayu (Alikodra 1990, Alikodra 1993, Iskandar & Karlina 2004), Cirebon (Alikodra 1990, Alikodra 1993, Iskandar & Karlina 2004, Jamaksari 2011), Subang, Karawang (Iskandar & Karlina 2004, Jamaksari 2011), Majalengka (Alikodra 1990, Alikodra 1993), Kuningan (Alikodra 1990) dan Ujung Karawang, Bekasi (Purnama 2009).

Beberapa pemburu telah menjangkau ke wilayah Jawa Tengah (Iskandar & Karlina 2004, Jamaksari 2011) seperti Tegal, Brebes (Alikodra 1990, Alikodra 1993), Pekalongan, Semarang, Demak, Cilacap, bahkan luar pulau Jawa (Sibuea 1996). Aminah dan Rahmina (1993) menyatakan bahwa pemburu yang


(38)

melakukan usaha penangkapan di luar Desa Singakerta pada saat bulan-bulan penangkapan rata-rata dapat memperoleh hasil lebih besar dibandingkan dengan pemburu yang menangkap burung di Desa Singakerta.

Faktor lain yang menyebabkan adanya perpindahan lokasi berburu adalah karena musim tanam dan musim panen pada tiap-tiap wilayah berbeda-beda. Burung air di persawahan biasanya akan mencari makan di daerah pasca panen (Jamaksari 2011). Hal ini menyebabkan pada areal sawah yang telah dipanen banyak terdapat burung air. Areal sawah yang masih baru ditanami padi umumnya jarang didatangi burung dikarenakan ketersediaan pakan yang sedikit. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan burung dari satu wilayah ke wilayah lain sehingga pemburu juga akan bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain untuk berburu burung.

5.2.3 Spesies burung yang tertangkap

Spesies migran merupakan spesies yang paling banyak ditangkap setiap bulannya. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan bertepatan dengan musim migrasi burung. Burung memulai perjalanan menuju belahan bumi selatan pada bulan September–Maret dan kembali lagi ke tempat berbiak di belahan bumi utara pada bulan Maret – April (Howes et al. 2003).

Berdasarkan laporan Noor (1987) bahwa dari hasil pengamatan praktek penangkapan yang dilakukan pada bulan Januari – Juni 1987 tercatat 27 jenis burung yang ditangkap oleh masyarakat (Tabel 9). Dari tahun ke tahun jumlah spesies burung yang ditangkap oleh masyarakat tidak menentu. Faktor yang mempengaruhi jumlah tangkapan burung diantaranya adalah waktu penelitian, lamanya waktu penelitian dan cuaca.

Spesies migran yang paling banyak tertangkap adalah Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis). Bambangan kuning (I. sinensis) merupakan jenis yang paling banyak ditangkap (Howes et al. 2003). Spesies ini juga merupakan spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian yang dilakukan oleh Noor (1988), Aminah dan Rahmina (1993) dan Sibuea (1992) . Spesies ini juga tercatat selama penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al. (1990), Noor dan Indrawan (1990), Sibuea (1996) dan Jamaksari (2011). Sedangkan spesies penetap yang


(39)

paling banyak tertangkap adalah Mandar batu (Gallinula chloropus). Spesies ini merupakan spesies yang bersarang di rawa-rawa dan di sawah (Milton & Marhadi 1985) dan keberadaannya tidak mengenal musim.

Tabel 9 Jumlah spesies dan individu burung yang tertangkap pada beberapa penelitian di wilayah Indramayu

Sumber Waktu penelitian Jumlah

Individu Spesies Milton dan Marhadi (1985) September 1984 - Mei 1985 14678 59

Noor (1988) Januari - Juni 1987 14738 27 Johnson et al. (1990) Oktober - November 1990 12434 30 Noor dan Indrawan (1990) - 14261 30 Aminah dan Rahmina (1993) November – Desember 1991 23864 29 Aminah dan Rahmina (1993) Januari – Februari 1992 20894 24 Sibuea (1992) - 26340 28 Alikodra (1993) 1989 - 1991 21494 33

Sibuea (1996) - - 11

Iskandar dan Karlina (2004) Agustus - Oktober 2002 - 8 Jamaksari (2011) November 2010 - Januari 2011 24141 17

Diantara kesebelas famili, Rallidae merupakan famili yang jumlah spesiesnya paling banyak tertangkap yaitu sebanyak tujuh spesies. Hal senada diungkapkan oleh Milton Marhadi (1985), Noor (1988), Noor dan Indrawan (1990), Iskandar dan Karlina (2004) dan Jamaksari (2011). Famili Rallidae merupakan famili yang menyukai daerah persawahan. Sebagian besar wilayah Singakerta merupakan wilayah persawahan, sehingga banyak terdapat famili Rallidae di wilayah ini.

Dalam sistem perburuan, burung-burung yang diburu untuk tujuan konsumsi dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh tersebut didasarkan pada ukuran jenis Mandar batu (Gallinula chloropus) atau Pelan yang diberi kategori 1 pelan. Seperti juga penelitian Noor (1988) dan Aminah dan Rahmina (1993), ditentukan bahwa ukuran dan harga burung yang berlaku ditetapkan berdasarkan jenis burung standar, yaitu Mandar batu atau

Pelan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemburu dan pengepul tentang asal-usul satuan tersebut, semua responden menjawab tidak tahu. Hal ini dikarenakan satuan tersebut sudah lama dipakai secara turun temurun.

Burung yang dijual biasanya dilakukan dengan satuan dan ikat (Jamaksari 2011). Spesies burung yang berukuran 1 1/2 , 1 dan 3/4 pelan akan dijual satuan.


(40)

Hal ini dikarenakan burung tersebut memiliki rata-rata ukuran tubuh yang tergolong besar. Sedangkan burung yang berukuran, 1/2, 1/4, 1/5, dan 1/6 akan dijual per ikat dengan satu ikat berisi 2-6 ekor individu. Hal tersebut bertujuan untuk menyamakan satuan dengan spesies burung yang mempunyai ukuran satu

pelan sehingga harganya menjadi seragam.

Spesies yang bukan merupakan spesies target perburuan dan tidak untuk dikonsumsi adalah Serak jawa (Tyto alba), Cabak (Caprimulgus sp.) dan Walet (Collocalia sp.). Ketiga spesies tersebut juga tercatat selama penelitian yang dilakukan oleh Milton dan Marhadi (1985), Sibuea (1992), Aminah dan Rahmina (1993). Sedangkan Noor (1988), Noor dan Indrawan (1990) dan Johnson et al. (1990) hanya mencatat Caprimulgus sp.. Selain dagingnya kurang enak bila dikonsumsi, spesies Serak jawa dan Cabak lebih diminati sebagai burung hias yang di jual dengan harga lebih tinggi. Sedangkan jenis Walet akan dilepasliarkan kembali.

5.2.4 Jumlah individu spesies burung yang tertangkap

Sebanyak 14.225 individu burung tertangkap selama Desember 2011– Februari 2012. Bulan Januari merupakan bulan dengan jumlah tangkapan burung terbanyak. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari banyak burung air migran yang datang (Jamaksari 2011). Sedangkan jumlah tangkapan paling sedikit dijumpai pada bulan Februari.

Bulan Februari merupakan musim tanam padi. Sawah pada keadaan musim tanam akan menyediakan sedikit pakan bagi burung. Selain itu, sawah tersebut akan lebih mendapatkan pengawasan ketat oleh petani. Situasi ini menyebabkan keberadaan burung di sawah tersebut beralih ke wilayah persawahan lain yang menyediakan banyak pakan. Oleh karena itu, rata-rata pemburu di lokasi tersebut akan berhenti berburu burung dan kembali pada pekerjaan utama sebagai buruh tani. Penghasilan dari berburu burung saat musim tanam lebih rendah dan tidak menentu dibandingkan dengan menjadi buruh tani. Hal inilah yang menyebabkan jumlah tangkapan burung berkurang.

Menurut penuturan pemburu, jumlah tangkapan burung saat ini mengalami penurunan. Berdasarkan laporan Milton dan Marhadi (1985), tercatat sebanyak


(41)

146.780 individu burung (8 spesies) yang tertangkap (Tabel 10). Faktor yang mempengaruhi jumlah tangkapan burung diantaranya adalah waktu penelitian, lamanya waktu penelitian, jumlah hari berburu dan cuaca.

Gambar 7 menunjukkan pola grafik yang fluktuatif pada setiap hasil tangkapan perhari. Hal tersebut disebabkan lokasi perburuan yang tidak menetap, jumlah jaring yang terpasang, cuaca, dan jumlah pemburu yang berburu burung per harinya.

5.2.5 Jumlah individu spesies burung yang dikumpulkan kepada setiap pengepul

Pengepul pertama merupakan pengepul dengan jumlah burung terbanyak. Hal tersebut dikarenakan harga beli yang ditawarkan mahal sehingga banyak pemburu yang menjual hasil buruannya pada pengepul pertama. Pemburu yang menyetorkan hasil buruannya pada pengepul pertama selain berasal dari Desa Singakerta itu sendiri juga berasal dari wilayah lain. Selain itu berdasarkan hasil wawancara, pengepul pertama juga mempunyai banyak langganan pedagang burung goreng yang siap memasarkan daging burung siap konsumsi.

Sedangkan pengepul ketiga merupakan pengepul dengan jumlah burung paling sedikit. Berdasarkan hasil wawancara, pengepul ketiga ini memang sudah mengurangi aktivitasnya mengepul burung dikarenakan usia yang sudah tua dan sering sakit-sakitan.

5.2.6 Waktu perburuan

Setiap bulannya, ada tanggal-tanggal tertentu dimana terdapat jumlah tangkapan burung terbanyak dan sebaliknya, baik jumlah individu maupun jumlah spesiesnya (Tabel 7). Jumlah spesies dan individu yang tertangkap setiap harinya dipengaruhi oleh cuaca dan kemauan pemburu dalam berburu.

Saat musim migrasi burung tiba dan didukung oleh cuaca yang baik, maka jumlah pemburu di wilayah ini akan meningkat, yang berarti akan meningkatkan pula pendapatan pemburu. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya burung serta jenis-jenis burung yang ada (Iskandar & Karlina 2006).


(42)

5.2.7 Metode perburuan

Sekitar 47,06% pemburu di Desa Singakerta menggunakan metode jaring gelandang atau jaring kabut dalam berburu burung. Teknik perburuan yang sering digunakan oleh para pemburu yaitu dengan menggunakan jaring kabut (Jamaksari 2011). Jaring kabut merupakan metode yang paling berguna dan banyak dipakai untuk menangkap burung liar ukuran sedang dan burung pantai. Pemilihan lokasi jaring kabut yang tepat sebelum berburu merupakan hal yang sangat penting agar penangkapan berhasil dilakukan (Whitworth et al. 2008). Para pemburu akan mulai memasang jaring sebelum senja tiba dan akan membongkarnya setelah waktu subuh. Hal ini dikarenakan banyak spesies yang aktif bergerak ketika senja hari dan subuh, sehingga saat-saat tersebut merupakan waktu yang tepat untuk pemasangan jaring kabut (Whitworth et al. 2008).

Metode jaring tangkrep (clap net) jarang digunakan oleh pemburu dikarenakan hasil buruan bukan merupakan burung untuk dikonsumsi dan hasil buruan sedikit. Pemburu menggunakan metode ini untuk menangkap spesies burung air yang ukurannya lebih besar (Johnson et al. 1990). Spesies tersebut diantaranya adalah Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan Cangak abu (Ardea cinerea). Sekarang spesies tersebut telah dilarang penangkapnnya. Masing-masing metode perburuan mempunyai keunggulan dan kelemahan (Tabel 10).

Tabel 10 Kelebihan dan kelemahan metode perburuan burung

No Metode

berburu Keunggulan Kelemahan

1 Jaring

gelandang

Energi dan biaya yang dikeluarkan sedikit

Tingkat kerusakan jaring tinggi, tingkat kematian burung tinggi, Hasil buruan lebih sedikit

2 Ngobor Hasil buruan bervariasi dan

jumlahnya banyak (tergantung musim)

Energi dan biaya yangdikeluarkan cukup besar, membutuhkan kesabaran dan kegigihan

3 Ngetug dan

nyompret

Tingkat kematian burung dan tingkat kerusakan jaring rendah

Membutuhkan energi yang cukup besar, membutuhkan kreativitas untuk selalu memperbaharui alat

4 Clap net

Hasil buruan berupa burung untuk tujuan peliharaan dan harganya mahal

Energi dan biaya yang dikeluarkan cukup besar, membutuhkan kesabaran dan kegigihan serta hasil buruan sedikit


(43)

5.2.8 Rantai perburuan burung

Beberapa komponen yang berpengaruh terhadap sistem perdagangan burung diantaranya adalah pemburu, pengepul, pedagang dan konsumen. Pengepul umumnya memiliki langganan pemburu yang akan memasok hasil buruannya. Tidak ada bentuk kesepakatan apapun antara pengepul dan pemburu terkait jual beli burung. Jika ada pemburu yang berhutang kepada pengepul maka pemburu tersebut wajib menyerahkan burung hasil buruannya kepada pengepul yang bersangkutan. Jumlah pemburu bervariasi tergantung pada musim tanam dan panen.

Harga beli burung pada masing-masing pengepul berbeda-beda. Para pemburu umumnya akan menjual hasil buruannya pada pengepul yang harga belinya tinggi dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang besar. Oleh karena itu jumlah pemburu pada masing-masing pengepul selalu bervariasi.

Berdasarkan hasil wawancara, pemburu akan menjual hasil buruannya kepada pengepul (50%) dan kepada pedagang burung goreng (50%). Namun pada kenyataannya, pemburu di Desa Singakerta lebih banyak menjual hasil buruannya langsung kepada pedagang burung goreng. Iskandar dan Karlina (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa hasil tangkapan pemburu akan dijual langsung kepada pedagang burung dan ayam goreng tanpa melalui penampung. Pemburu sudah mengetahui bahwa jika dijual langsung kepada pedagang, maka untung yang didapat akan semakin besar dibandingkan menjual burung lewat pengepul.

Pemburu dan pengepul juga menjual hasil buruannya langsung kepada konsumen, tetapi hal ini sangat jarang dilakukan. Kebanyakan konsumen membeli daging burung dari pedagang burung goreng karena burung tersebut sudah diolah dan siap untuk dikonsumsi.

Dalam rantai perdagangan burung (Gambar 12), ada juga pengepul kecil dari daerah lain yang menjual burung kepada pengepul di Desa Singakerta. Pengepul kecil tersebut mengepul burung di Desa Kapringan dan merupakan anak dari salah satu pengepul di Desa Singakerta. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengepul kecil, motivasinya menjadi pengepul adalah untuk mempermudah pengumpulan hasil buruan pemburu yang ada di wilayahnya untuk kemudian dijual kepada pengepul di Desa Singakerta dan mendapat untung.


(1)

Lampiran 1 (Lanjutan)

Responden Nama Umur (Tahun)

Jenis

kelamin Pendidikan Pekerjaan

Konsumen Slamet 52 Pria - Pedagang

Eno 44 Wanita - Wiraswasta

Anih 45 Wanita - Ibu rumah tangga Nur 50 Wanita - Ibu rumah tangga Fitri 35 Wanita - Wiraswasta


(2)

56


(3)

Lampiran 1 Rekapitulasi data diri responden

Responden Nama Umur (Tahun)

Jenis

kelamin Pendidikan Pekerjaan

Pemburu Sono 37 Pria SD Buruh tani

Suka 39 Pria SD Tukang becak

Warta 35 Pria SD Pedagang

Suara 36 Pria SD Pedagang

Jadi 32 Pria SD Tukang becak

Caridi 42 Pria SD Tukang becak

Rasim 50 Pria SD Kuli bangunan

Kartawi 55 Pria SD Buruh tani

Pengepul Masduki 61 Pria SD Peternak bebek dan usaha tempat penitipan motor Slamet 48 Pria SD Pengepul bebek Sangaji 75 Pria SD Pengepul

Pedagang Tarsidah 38 Pria SD Pedagang

Sukemih 53 Wanita SD Pedagang

Lilis 30 Wanita SMP Pedagang

Yuyun 34 Wanita SMP Pedagang

Tarsilah 30 Pria SMP Pedagang

Suganda 37 Pria SMK Pedagang

Ali Sugiyanto 37 Pria SD Pedagang

Suma 30 Pria SD Pedagang

Suki 55 Pria SD Pedagang

M. Kliwon 35 Pria SD Pedagang

Runita 40 Pria SD Pedagang

Dasini 56 Wanita SD Pedagang Konsumen Andi 50 Pria - Wartawan

Rina 45 Wanita - Ibu rumah tangga

Dodi 30 Pria - ABRI

Firdiansyah 37 Pria - Wiraswasta

Kevin 32 Pria - Wiraswasta

Edi 33 Pria - Petani

Wardinah 40 Pria - Wiraswasta

Uki 45 Pria - Wiraswasta

Gugum 18 Pria - Mahasiswa

Sunanto 43 Pria - Wiraswasta

Wanto 22 Pria - Wiraswasta

Udin 40 Pria - Wiraswasta

Siti 40 Wanita - Ibu rumah tangga Mimin 42 Wanita - Ibu rumah tangga Ika 30 Wanita - Ibu rumah tangga

Agus 52 Pria - Petani

Kanirah 44 Wanita - Pedagang

Dewi 50 Wanita - Dosen

Maenah 50 Wanita - Pedagang

Yanto 54 Pria - Pedagang

Endang 40 Wanita - Wiraswasta

Heriyah 42 Wanita - Ibu rumah tangga

Ipah 40 Wanita - Pedagang

Wida 32 Wanita - Ibu rumah tangga


(4)

58

Lampiran 1 (Lanjutan)

Responden Nama Umur (Tahun)

Jenis

kelamin Pendidikan Pekerjaan

Konsumen Slamet 52 Pria - Pedagang

Eno 44 Wanita - Wiraswasta

Anih 45 Wanita - Ibu rumah tangga Nur 50 Wanita - Ibu rumah tangga Fitri 35 Wanita - Wiraswasta


(5)

ATIK WURYANI. Perburuan dan Perdagangan Burung Air untuk Konsumsi di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan YENI A. MULYANI

Daerah sepanjang Pantai Utara Jawa Barat dikenal sebagai tempat perburuan burung air dan pusat pengumpulan dan pemasarannya berada di Desa Singakerta. Eksploitasi yang terus-menerus tanpa menerapkan prinsip kelestarian akan mengancam populasi burung di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperbaharui data dan informasi mengenai kegiatan perburuan dan perdagangan burung air untuk konsumsi serta karakteristik sosial ekonomi masyarakat di Desa Singakerta saat ini.

Penelitian dilakukan di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada bulan Desember 2011 - Februari 2012. Jenis data yang dikumpulkan adalah kegiatan perburuan dan perdagangan burung air serta karakteristik masyarakat yang terlibat dalam perdagangan burung air. Metode pengambilan data dilakukan dengan studi literatur, pengamatan dan wawancara terstuktur. Terdapat empat kategori responden yang dipilih secara purposive sampling, yaitu pemburu (8 orang), pengepul (3 orang), pedagang burung goreng (12 orang) dan konsumen (30 orang).

Sebanyak 26 spesies burung (14.225 individu) dari 11 famili tertangkap selama penelitian. Rallidae merupakan famili yang jumlah spesiesnya paling banyak tertangkap (7 spesies). Jumlah tangkapan burung terbanyak terdapat pada bulan Januari (rata-rata 308 individu/hari). Spesies migran yang paling banyak tertangkap adalah Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis) (32,57%). Spesies penetap yang paling banyak tertangkap adalah Mandar batu (Gallinula chloropus) (10,20%). Lokasi perburuan burung diantaranya di Desa Singakerta, di kecamatan lainnya di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Subang, Karawang, Majalengka, Jawa Tengah bahkan Lampung. Tipe habitat perburuan burung adalah sawah dan tambak yang tidak permanen.

Kegiatan perburuan burung merupakan pekerjaan sampingan pemburu. Sekitar 47,06% pemburu menggunakan metode jaring gelandang dalam berburu dan 67,00% pemburu mengetahui adanya peraturan mengenai jenis burung yang dilindungi. Sebanyak 66,67% pedagang burung goreng berdagang di wilayah Cirebon. Jenis burung yang kurang diminati konsumen adalah Terik asia (Glareola maldivarum), Bambangan kuning (I. sinensis), Bambangan merah (I. cinnamomeus), Tikusan kerdil (Porzana pusilla) dan jenis Trinil (Tringa sp.). Cita rasa yang gurih dan enak serta murah pada daging burung merupakan daya tarik tersendiri dalam meningkatkan minat konsumen.

Kata kunci: perburuan burung air, perdagangan burung air, karakteristik masyarakat, Indramayu.


(6)

SUMMARY

ATIK WURYANI. Waterbirds Hunting and Trading for Consumption in Singakerta Village, Krangkeng Regency, Indramayu District, West Java. Under supervision of ANI MARDIASTUTI and YENI A. MULYANI

Area of West Java’s north shore has been well-known as waterbirds hunting site. The collecting and marketing centre is located in Singakerta Village. Continuous exploitation without applying sustainability principle will cause a serious threat to bird’s population in the wild. The objective of this research was to collect and to renew data and information about waterbird hunting and trading activities for consumption, as well as to reveal the socio-economic characteristics of community in Singakerta Village.

Research was carried out in Singakerta Village, Krangkeng Regency, Indramayu District, West Java between December 2011 and February 2012. Data collected were waterbird species being hunted, trading activities and characteristics of community who involved in waterbird trading. Data were collected through literature study, direct observation and structured interview. Respondents were selected by purposive sampling method, were hunters (8 persons), collectors (3 persons), bird traders (12 persons) and consumers (30 persons).

There were 26 species of birds (14.225 individuals) from 11 families captured during research period. Species from Rallidae family was mostly caught (7 species). The biggest number of bird captured was in January (averaged at 308 individuals/day). Migratory species that mostly caught was Yellow Bittern (Ixobrychus sinensis) (32,57%). Resident species that mostly captured was Common Moorhen (Gallinula chloropus) (10,20%). Bird hunting sites were including Singakerta Village, other Regencies in Indramayu District, Cirebon, Subang, Karawang, Majalengka, Central Java and even Lampung. Habitat type of bird hunting were rice fields and temporary embankment.

Bird hunting basically was a side job of hunters. Approximately 47,06% of hunters use mist net for hunting and 67,00% of hunters have known about regulation on bird protected. Approximately 66,67% of fried bird sellers were residing in Cirebon area. Bird species that received less interest from consumer were Oriental Pratincole (Glareola maldivarum), Yellow Bittern (I. sinensis), Red Bittern (I. cinnamomeus), Dwarf Mouse-bird (Porzana pusilla) and Sandpipers (Tringa sp.). The deliciousness and low price of bird’s meat attracted consumers to consume the birds.

Keywords: waterbird hunting, waterbird trading, community’s characteristic, Indramayu.