Eksistensi Kelompok Arisan Sungai Sarik.

nilai dan adat istiadat yang ada pada masyarakat Minangkabau. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Bashar Koto, “kalau soal budaya, orang Minang di kota Medan ini bapak lihat semakin hilang identitas budaya nya, udah enggak kenal lagi sama budayanya sendiri. Buktinya, berapa banyak anak-anak yang orang tuanya orang Minang pandai bahasa Minang, sedikit sekali. Itu juga karena salah orang tuanya juga yang malas pakai bahasa Minang di rumahnya, jadi wajar aja anak-anaknya enggak ada yang bisa bicara bahasa Minang. Dari bahasa aja banyak yang enggak bisa apalagi soal adat Minang yang lainnya” Meskipun hubungannya dengan adat Minangkabau cenderung lemah, namun perantau Minangkabau di Medan memilki hubungan emosional yang cukup kuat dengan sesamanya, hal ini ditunjukkan orang Minangkabau dengan kerap mengunakan ungkapan “urang awak” kepada orang-orang yang sama berasal dari suku Minangkabau, yang atinya ”orang kita”. Ungkapan tersebut menunjukkan rasa primordialisme bagi orang Miangkabau di kota Medan. Selain itu, orang Minangkabau di kota Medan juga cenderung hidup bekelompok dengan sesama orang Minangkabau baik dalam pola pemukiman, yang banyak bermukim di kawasan kecamatan Aur, kecamatan Medan Area dan kecamatan Medan Perjuangan, maupun dengan membentuk kelompok persatuan, seperti contohnya PKDP Persatuan Keluarga Daerah Piaman, IKGS Ikatan Keluarga Gasan Saiyo, BASIS Batu Basa Saiyo Sakato, KBTK Keluarga Besar Tujuh Koto, dan sebagainya. 4.4 Revitalisasi Kelompok ArisanMinangkabau dan Implikasinya Terhadap Perekonomian dan Sosial dari Perantau Minangkabau.

4.4.1 Eksistensi Kelompok Arisan Sungai Sarik.

Sudah menjadi sifat manusia untuk hidup berkelompok satu dengan yang lainnya, hal ini di karenakan salah satu hal yang bisa kita dapat dari hidup berkelomok adalah kita dapat menunjukkan eksistensi kita kepada masyarakat. Begitu pula pada suatu masyarakat atau komunitas sosial, dimana dalam hal ini salah satu bentuk eksistensi dari masyarakat Universitas Sumatera Utara Minangkabau di kota Medan adalah dengan keberadaan kelompok-kelompok sosial Minangkabau di kota Medan. Kelompok sosial Minangkabau yang banyak berkembang di kota Medan sebagian besar dalam bentuk komunitas paguyuban, seperti PKDP Persatuan Keluarga Daerah Piaman, KBTK Keluarga Besar Tujuh Koto, IKMKP Ikatan Keluarga Masyarakat Kecamatan Pariangan, dan sebagainya. Yang jika kita perhatikan, bahwa hampir sebagian besar dalam penamaan kelompok pagyuban tersebut menggunakan nama kecamatan atau kabupaten yang ada Sumatera Barat. Dan memang pada dasarnya, sebagian besar kelompok-kelompok sosial Minangkabau dibentuk sesuai tempat asal mereka masing, misalnya mereka yang berasal dari daerah Pariaman maka kelompoknya adalah PKDP, dan mereka yang berasal dari Solok maka kelompoknya S3 Solok Saiyo Sakato, dan sebagainya. Sehingga hal tersebut memunculkan persepsi rendahnya solidaritas diantara orang Minangkabau. Akan tetapi persepsi tersebut adalah sebuah kekeliruan, hal ini diketahui melalui hasil wawancara dengan bapak Akir Sani Mandai yang juga merupakan anggota kelompok KBTK Keluarga Besar Tujuh Koto, “sebenarnya fungsi Tujuh Koto kelompok KBTK itu hampir sama kayak lembaga adat kerapatan nagari kalau di kampung, jadi segala hal yang berkitan dengan adat dan masyarakat itu di musyawarahin di lembaga adat, misalnya ada yang kemalangan orang kita, kayak misalnya sakit atau meninggal, nanti bisa kita bantu. Terus kalau misalnya ada anak kita yang disini mau nikah, ninik mamak nanti bermusyawarah, pantas atau enggak anak kita dinikahkan sama laki-laki ini, mana tahu ada di antara ninik mamak atau yang lainnya tahu kalau kelakuan laki-laki yang mau dinikahkan sama anak kita ini kelakuaannya enggak baik, itu kan bisa jadi pertimbangan sama keluarganya” Dari wawancara tersebut, diketahui bahwa salah satu fungsi dibentuknya komunitas paguyuban di kota Medan, selain sebagai wadah interaksi antar perantau Minangkabau juga sebagai replika dari lembaga adat Minangkabau. Dan setiap komunitas paguyuban Minangkabau mewakili daerah asalnya, sebab meskipun mereka sama-sama tergolong etnis Universitas Sumatera Utara Minangkabau, akan tetapi belum tentu adat istiadat daerah satu dengan yang lainnya sama. Hal ini sekaligus juga menjelaskan bahwa, sedikit banyaknya orang Minangkabau di kota Medan masih terhubung dengan adat istiadat di kampung halamannya. Berbeda dengan komunitas paguyuban Minangkabau, pada kelompok arisan yang sebagaimana pada kelompok arisan Sungai Sarik, hanya memiliki struktur anggota yang jauh lebih sederhana. Bila pada komunitas paguyuban Minangkabau, struktur anggota lebih bersifat kompleks seperti halnya pada lembaga dan oraganisasi, sedangkan kelompok arisan Sungai Sarik hanya terdiri dari ketua, Wakil ketuasekretaris, bendahara, dan selebihnya merupakan anggota. Dan tak hanya itu, kelompok arisan Sungai Sarik tidak memerlukan sebuah gedung sebagai sekretarianya sebagaimana pada komunitas paguyuban Minangkabau, sebab sebagian besar kegiatan kelompok di lakukan secara bergantian di rumah-rumah anggota kelompok, dengan cara di undi pada satiap kegiatan arisan. Dengan cara tersebut, dapat menumbuhkan rasa persaudaran diantara anggota kelompok arisan Sungai Sarik, karena saat anggota kelompok melakukan kegiatan arisan ke rumah salah satu anggota kelompok arisan, maka setiap anggota akan dapat saling mengetahui secara umum mengenai kondisi perekonomian setiap anggota arisan Sungai Sarik. Salah satu ciri khas dari kelompok arisan pada umumnya terletak pada kegiatan- kegiatan kolektifnya. Diantara beragam kegiatan kolektif kelompok arisan Sungai Sarik, kegiatan arisan merupakan kegiatan kolektif anggota kelompok arisan Sungai Sarik yang paling intens dilakukan oleh anggota kelompok arisan Sungai Sarik, walaupun juga terdapat beberapa kegiatan kolektif lainnya sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Muhammad Idris Panyalai, ”arisannya cuma sekali aja dalam sebulan, setiap hari Minggu di awal bulan. Terus kalau acara jalan-jalannya dibuat dua kali dalam setahun, sebenarnya awalnya acara jalan-jalan itu dibuat sekali dalam setahun, waktu libur anak sekolah, jadi anak-anak bisa ikut. Terus karena yang ibu-ibunya minta di buat acaranya dua kali dalam setahun, karena rasa mereka kurang kalau cuma di Universitas Sumatera Utara buat sekali dalam setahun, makanya sekarang acara jalan-jalannya dibuat dua kali dalam setahun.” Dari hasil wawancara diatas, serangkaian kegiatan kolektif tersebut tak hanya dipandang sebagai bentuk kegiatan formal dari keumuman kelompok arisan Sungai Sarik, akan tetapi kegiatan kolektif tersebut merupakan salah satu bentuk cara dari kelompok arisan Sungai Sarik untuk menjadi wadah yang dapat membetuk ikatan kekeluargaan di antara anggota kelompok, dan hal ini kemudian di perkuat dengan variasi kegiatan lainnya dalam bentuk perjalanan wisata dengan mengikutsertakan anak-anak dari anggota kelompok arisan Sungai Sarik. Dengan menambahkan variasi kegiatan kolektif diluar keumuman kelompok arisan, hal ini dapat menambah kesan positif anggota kelompok dan masyarakat terhadap kelompok arisan Sungai Sarik, sehingga kelompok arisan dipandang tidak monoton, dengan kegiatan yang biasa pada kelompok arisan pada umumnya. Selain itu komposisi dari anggota kelompok arisan Minangkabau Sungai Sarik juga mendukung dalam membangun ikatan kekeluargaan dalam kelompok arisan. Sebagaimana di ketahui bersama, bahwa dalam membentuk sebuah kelompok, orang Minangkabau cenderung membentuk kelompok berdasarkan kesamaan asal daerah, begitu pula dengan kelompok arisan. Namun hal ini berbeda dari kelompok arisan Sungai Sarik, mekipun dalam perekrutan anggota mereka mengacu pada asal daerah yang sama, namun ketetapan ini tidaklah kaku seperti pada komunitas paguyuban Minangkabau. Sebab jika pada komunitas paguyuban Minangkabau di bentuk sebagai replika lembaga adat, berbeda dengan kelompok arisan Minangkabau yang dibentuk dengan tujuan untuk memebentuk rasa kekeluargaan di antara perantau Minangkabau. Pada kelompok arisan Sungai Sarik dalam perekrutan anggota yang tidak terlalu mengkhususkan anggotanya harusa berasal dari desa atau daerah asal yang sama adalah kelompok arisan Sungai Sarik, hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Muhammad Idris Panyalai, Universitas Sumatera Utara “untukjadi anggota kelompok arisan Sungai Sarik enggak ada aturan musti kampungnyadari Sungai Sarik, yang terpenting dia beragama Islam, kalau adapun orang jawa atau batak mau ikut pun enggak apa-apa. Lagian banyak juga yang ikut arisan Sungai sarik tapi kampungnya bukan di Sungai Sarik, kayak si Ery Eryatman Tanjung, kampungnya di batu basa di Pariangan, terus keponakan inyiak si zul Zulkarnain Panyalai dia besarnya di Padang Panjang, si Hisyam dari Agam, sama menantu inyiak si ketek Muhammad Iqbal Tanjung. Yang penting dalam kelompok arisan ini bagaimana kita bisa “sadantiang bak basi saciok bak ayam” kalau ada satu diantara kita yang terkena masalah, semuanya ikut membantu” Dan hal ini di dukung dengan ditemukan beberapa anggota kelompok arisan Sungai Sarik yang tidak berasal dari desa Sungai Sarik, namun memiliki hubungan kekerabatan dengan anggota lainnya, seperti halnya pada bapak Eryatman Tanjung yang merupakan perantau Minangkabau yang berasal dari desa Batu Basa, Pariangan, Tanah Datar, yang merupakan adik ipar dari bapak Muhammad Idris Panyalai, kemudian bapak Zulkarnain Panyalai, yang merupakan perantau Minangkabau dari Padang Panjang, yang merupakan keponakan dari bapak Muhammad Idris Panyalai, lalu bapak Ismail Jambak yang berasal dari desa Toboh, Nan Sabarih, Pariaman, yang merupakan keponakan dari Almarhum Mak Katik, yang merupakan ketua kelompok arisan sebelum bapak Muhammad Idris Panyalai, dan masih ada beberapa lainnya yang bukan berasal dari Sungai Sarik. Hal ini membuktikan bahwa dalam kelompok arisan Minangkabau lebih mengedepankan pada asas kekeluargaan dari pada kedaerahan. Dan begitu kentalnya hubungan kekeluargaan pada kelompok arisan Sungai Sarik, hal ini ditunjukkan dari beberapa dari anggota kelompok arisan Sungai Sarik yang diketahui memiliki hubungan kekerabatan dengan beberapa dari mereka, seperti contohnya pada bapak Akir Sani yang merupakan kakak kandung dari Rizal Mandai yang juga diketahui memiliki hubungan saudara tiri dengan bapak Usman Sikumbang, dan banyak diantara anggota kelompok arisan Sungai Sarik yang memiliki hubungan kerabat dengan bapak Muhammad Idris Panyalai, seperti bapak Zulkarnain Panyalai, bapak Eryatman Tanjung, dan beberapa Universitas Sumatera Utara lainnya. Sehingga secara emosional, hubungan kekeluargaan tersebut telah ada pada setiap anggota kelompok arisan, dan kelompok arisan hanya tinggal bagaimana mengelola potensi- potensi yang ada pada anggota kelompok arisan Sungai Sarik menjadi hal bermanfaat. Dari hasil uraian di diatas, jika kaitkan dengan kelompok-kelompok arisan yang banyak berkembang di kota-kota besar di Indonesia, kita akan dapati berbagai konsep yang berbeda pada setiap kelompok arisan. Sebab kelompok arisan merupakan salah satu bentuk kelompok sosial yang mana dalam pembentukan dan penetapan sistem, struktur, dan nilai-nilai yang dipakai, akan dikelola sesuai dengan kebutuhan dari anggota kelompok tersebut, hal itulah yang membuat setiap kelompok arisan memiliki konsep yang berbeda-beda, seperti contohnya kelompok arisan sosialita, kelompok arisan Paguyuban, kelompok arisan pemberdayaan masyrakat, dan sebagainya. Ditengah pesatnya industrialisasi dan modernisasi, mengembangkan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal masyarakat menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Sebab banyak kita temukan beragam berita, baik dari media cetak atau online maupun secara langsung, mengenai beragam penyimpangan sosial dan kriminalitas dalam masyarakat yang semakin mengahwatirkan, khususnya pada kota-kota besar. Salah satu indikasi terjadinya hal tersebut adalah karena masyarakat mengalami anomi terhadap nilai-nilai agama dan budaya. Dan untuk itu, menjadi hal yang penting untuk merevitalisasi kelompok-kelompok arisan yang berkembang dalam masyarakat agar untuk lebih mengedepankan asas agama, budaya, dan modal sosial dalam setiap kegiatan kolektif yang mereka laukan.

4.4.2 Modal Sosial dalam Kelompok Arisan MinangkabauSungai Sarik