Kedua, membangun ikatan sosial dengan saudara atau kerabat. Pada proses bersosialisasi, langkah awal yang umumnya dilakukan oleh orang Minangkabau pada awal ia
merantau ke Medan maupun ke daerah-daerah lain ialah membangun ikatan sosial dan kontak sosial yang baik dengan saudara atau kerabat yang ada di Medan. Orang Minangkabau
menjadikan saudara dan kerabat yang ada di Medan menjadi sarana awal ia mendapatkan informasi dalam mempelajari karakter dan gambaran kondisi sosial yang ada di kota Medan
sebelum ia dapat beradapatsi secara baik di kota Medan. Dan di lain hal, keberadaan saudara dan kerabat di kota Medan menjadi tempat yang paling sering dituju oleh orang Minangkabau
apabila ia mendapatkan masalah selama ia di Medan.
4.2 Gambaran Umum Interaksi Etnis Minangkabau di Kota Medan Dalam Aspek
Ekonominya.
Dan dalam aspek ekonomi, seperti yang diperkirakan, bahwa mayoritas orang Minangkabau di kota Medan bergerak dalam bidang perdagangan. Dibandingkan dengan
jenis perdagangan lainnya, orang Minangkabau lebih menonjol di bidang perdagangan tekstil, makanan dan emas. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan jumlah pedagang Minangkabau
yang ada di beberapa pasar besar di kota Medan, yaitu seperti pasar Sentral lama, pasar Sukaramai, dan pasar Brayan yang didominasi oleh Orang Minangkabau. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Usman Sikumbang, “di sentral kebanyakan orang Minang jualan kain-kain bakal, toko emas, grosir
pakaian, terus yang punya kedai-kedai nasi, rata-rata orang Minang yang punya. Kebanyakan buka toko di dalam pajak sentral lama, kalau pajak Sentral baru
kayaknya ada tapi enggak sebanyak di pajak Sentral lama, soalnya di sana kebanyakan yang punya toko di sana orang-orang Cina, terus yang ruko-ruko
yang ada di pinggir jalan itu juga orang Cina juga kebanyakan, kalau orang pribuminya kebanyakan di pajak sentral lama lah. Kalau di sini pajak sentral
lama sekitar 40 orang Minang yang jualan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara di pasar Sentral baru, Pasar Hongkong dan Pasar Ikan, hampir seluruhnya di kuasai oleh orang Cina. Komodiatas perdagangan besar, seperti perdagangan suku cadang,
baik itu kendaraan maupun mesin, grosir tekstil, serta perdagangan ekspor-inpor maupun antar kota dikuasai oleh etnis Cina.
Yang menariknya, banyak dari orang Minangkabau yang berprofesi sebagai konveksi lebih cenderung membeli bakal tekstil dari orang Cina dari pada orang Minangkabau. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Bashar Koto, “itulah salahnya orang awak ini orang Minang. Ngambil untung tinggi-tinggi,
padahal sesama orang awaknya. Beda sama orang Cina. Orang itu berani ngambil untung sedikit, tapikan barang itu berputar terus makanya banyak yang
langganannya. Makanya banyak orang Minanang yang usaha konveksi belanja sama Cina dari pada sama orang awak. Itu makanya orang awak ini enggak
maju-maju di Medan, asik dijengkalin Cina aja harganya. Ya tapi kalau sama bapak, kalau misalnya harga sama orang awak atau orang indonesia, sama
harganya sama orang Cina, bapak lebih milih belanja sama orang kita.”
Sebagaimana yang diungkapakan oleh bapak Bashar Koto diatas, diantara sesama orang Minangkabau di kota Medan seperti ada disintegrasi. Meskipun berasal dari etnis yang sama,
bahkan mungkin dari asal daerah yang sama, ternyata tidak menjamin hubungan antar orang Minangkabau di kota Medan dalam bidang perdagangan terjalin kuat. Hal ini membuktikan
bahwa pada aspek ekonomi, orang Minangkabau lebih cenderung mengedepankan orientasi komersialnya dari pada rasa primordialnya.
Dan jika merujuk pada kondisi sosial, meskipun orang Minangkabau yang ada di kota Medan hidup berkelompok, orang Minangkabau yang menempati strata ekonomi rendah
lebih cenderung untuk lebih mengelompok dengan orang Minangkabau yang memiliki kondisi ekonomi yang sama dengan mereka, hal ini tampak dari pola pemukimannya, dimana
orang Minangkabau yang menempati strata ekonomi menengah-kebawah umumnya tinggal kawasan-kawasan pinggir kota seperti ddi kecamatan Medan Area, kota Maksum dan
kecamatan Medan Perjuangan. Sedangkan orang Minangkabau yang menempati strata
Universitas Sumatera Utara
ekonomi atas tinggal di peumahan mewah dan di kawasan-kawasan elite yang memiliki akses yang dekat dengan pusat kota, seperti Medan Baru.
Selain itu, perbedaan strata ekonomi pada orang Mianangkabau juga berdampak pada kurang eratnya ikatan persaudaraan antar orang Minangkabau di kota Medan. Meskipun
beberapa dari orang Minangkabau yang berasal dari daerah yang sama, dan sudah saling mengenal saat di kampung halaman, namun saat di kota Medan, mereka yang memiliki strata
ekonomi yang berbeda, belum tentu hubungan persaudaraan antar orang Minang tersebut menjadi erat. Umumnya, orang Minangkabau di kota Medan lebih erat hubungannya dengan
sesama orang Minangkabau yang memiliki kesamaan strata ekonomi atau yang memiliki profesi yang sama. Bagi orang Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang, mereka akan
lebih banyak menghabiskan waktu di pasar dan bertemu dengan pedagang-pedagang lainnya, khususnya pedagang Minangkabau. Karena itensitas waktu yang lebih lama dipakai untuk
bertemu dengan sesama pedagang orang Minangkabau, sehingga sangat wajar, bila orang Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang membentuk ikatan yang kuat antar sesama
mereka. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Eryatman Tanjung, “karena bapak pedagang, tentunya kawan-kawan bapak kebanyakan pedagang
juga. Dan memang harus seperti itu, sebab kalau kita mau jadi pedagang kita harus banyak bergaul, apalagi sama orang-orang yang udah besar usahanya,
terus udah sering belanja ke Jawa. karena dari mereka kita bisa dapat informasi dimana bisa dapat barang yang murah”
Namun, dalam sektor pedagangan, jarak antara kelas sosial atas, menengah dan bawah pada orang Minangkabau tidak terlalu jauh. Hal ini di karenakan diantara orang Minangkabau
tersebut terbentuk hubungan simbiosis antar kelas tersebut. Sebagaimana yang terjadi pada bapak Bashar Koto yang mempunyai usaha konveksi baju celemek dan sarung bantal, serta
grosir kaos kaki, sarung tangan, dan sebagainya. Dan bapak Bashar Koto mempunyai tujuh pegawai, yang lima diantaranya merupakan orang Minangkabau. Dan dari beberapa
pelanggan bapak Bashar Koto ada yang beretnis Minangkabau.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula dengan orang Minangkabau yang bekerja non-perdagangan, seperti tenaga pendidik, profesional, buruh pabrik, dan pegawai swastanegeri, mereka juga cenderung
membentuk kelompok mereka sendiri yang berdasarkan kesamaan profesi mereka. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan orang Minangkabau yang beprofesi dalam sektor perdagangan,
antara orang Minangkabau yang berada di strata ekonomi kelas atas dengan orang Minangkabau strata ekonomi kelas bawah memiliki jarak hubungan yang jauh. Disini
perbedaan kelas terlihat antara kelas bawah dangan kelas atas, sedangkan mereka yang kelas menengah merupakan kelas yang sedikit lebih fleksibel ke kelas atas maupun masyarakat
Minangkabau kelas bawah.
4.3 Hubungan antara perantau Minangkabau dengan Nilai-nilai Adat Istiadat