Motivasi ekstrinsik Faktor pribadi

19 muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial.

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Menurut Syah 2002, motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa, yang mendorong untuk melakukan kegiatan belajar. Menurut Iskandar 2009, motivasi ekstrinsik merupakan daya dorong dari luar diri seseorang siswa peserta didik, berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan penggunaan bentuk-bentuk motivasi ekstrinsik akan merugikan anak didik. Hal ini dapat menyebabkan anak didik menjadi malas belajar. 20 Motivasi eksterinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik atau karena sikap tertentu pada guru atau orang tua. Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik. Diakui, angka, pujian, hadiah, dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang anak didik untuk giat belajar.

2.2 Pengertian Belajar

Menurut Syah 2002 belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenejang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, maupun dilingkungan rumah atau keluaganya sendiri. Skinner dalam Syah, 2002 berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

2.2.1 Motivasi mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Djamarah 2002, tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik-buruknya prestasi belajar seseorang anak didik. Menurut Sudirman dalam Iskandar, 2009 kegiatan belajar sangat memerlukan motivasi. Hasil belajar 21 akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan, akan semakin baik pula pelajaran-pejaran yang dipelajarinya. Oleh karena itu, motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai tujuan atau hasil dari pembelajaran.

2.2.2 Fungsi motivasi dalam belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang malas berpartisipasi dalam belajar. Sementara anak didik yang lain aktif berpartisipasi dalam kegiatan. Ada anak didik yang duduk di dalam kelas, tetapi perhatian atau pikirannya tidak berada di dalam kelas. Kurangnya motivasi intrinsik ini merupakan masalah yang memerlukan bantuan yang tidak bisa ditunda-tunda. Guru harus memberikan dorongan dalam bentuk motivasi ekstrinsik. Sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. Bila motivasi ekstrinsik yang diberikan itu dapat membantu anak didik keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, maka motivasi ekstrinsik dapat diperankan dengan baik oleh guru. Menurut Djamarah 2002 baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Untuk jelasnya ketiga fungsi motivasi dalam belajar tersebut, diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut: 22 1. Motivasi sebagai pendorong perbuatan Sesuatu yang belum diketahui oleh anak didik akan mendorongnya untuk belajar dalam rangka mencari tahu. 2. Motivasi sebagai penggerak perbuatan Yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. 3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan Yakni kearah tujuan yang hendak di dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

2.2.3 Bentuk-bentuk motivasi dalam belajar

Menurut Djamarah 2002, ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, sebagai berikut: 1. Memberi angka Angka-angka yang baik bagi siswa merupakan motivasi yang kuat. Tetapi ada juga, siswa yang belajar hanya ingin naik kelas saja. Ini menunjukkkan motivasi yang 23 dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan siswa yang menginginkan nilai yang baik. Namun, pemberian angka-angka harus mampu dikaitkan dengan nilai yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada siswa, sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya. 2. Hadiah Hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, Tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk pekerjaan tersebut. 3. Saingan atau kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa. 4. Ego- involvement Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri. 24 5. Memberi ulangan. Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. 6. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apabila kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. 7. Pujian Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar. 8. Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu seorang guru harus memahami prinsp- prinsip pemberian hukuman. 25 9. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar berarti pada diri siswa memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. 10. Minat Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga dengan minat. 11. Tujuan yang diakui Dengan memahami tujuan yang harus dicapai akan menimbulkan gairah untuk terus belajar.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Abror 1993 mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan siswa tidak memiliki motivasi belajar, antara lain: 1. Kehidupan diluar lingkungan sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang lebih memuaskan, sekalipun hanya sementara sifatnya. 2. Pengaruh dari teman sebaya yang tidak menghargai prestasi yang tinggi dalam belajar disekolah dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya. 3. Kekaburan mengenai cita-cita hidup. 4. Keadaan keluarga yang tidak menguntungkan. 26 5. Sikap kritis sebagian orang muda terhadap masyarakat, sehingga mereka meragukan kegunaan belajar disekolah yang mempersiapkan mereka terjun ke masyarakat itu. Dari penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar di atas, penulis melihat bahwa komunikasi efektif orang tua-anak merupakan lingkup kecil dari faktor nomor empat, yakni keadaan keluarga yang tidak menguntungkan. Sedangkan orientasi tujuan merupakan lingkup kecil dari faktor nomor tiga, yakni kekaburan mengenai cita-cita hidup.

2.2.5 Indikator motivasi belajar

Menurut Iskandar 2009, indikator atau petunjuk yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut: 1. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar 2. Adanya keinginan, semangat dan kebutuhan dalam belajar 3. Memiliki harapan dan cita-cita masa depan 4. Adanya pemberian penghargaan dalam proses belajar 5. Adanya lingkungan yang kondusif untuk belajar dengan baik 27 Menurut Printich dan Schunk 1996, ada beberapa indikator lain yang menjadi penunjuk bahwa siswa memiliki motivasi yang tinggi, yaitu: 1. Choice of task atau interest selection of a task under free-choice conditions indicates motivation to perform the task. Ketika seorang siswa memiliki pilihan, kemudian mereka memilih sesuatu dengan bebas, ini menjadi sebuah indikator mereka telah termotivasi dengan pekerjaan tersebut. 2. Effort high effort-especially on difficult material-is indicative of motivation. Siswa dikatakan memiliki motivasi dalam belajar ketika siswa tersebut mengeluarkan usahanya yang sungguh-sungguh untuk mencapai kesukseksan dalam pembelajaran. 3. Persistence atau time spent on a task working for a longer time-especially when ona encounters obstacles-is associated with higher motivation. Achievement choice, effort, and persistence raise task achievement. Ketekunan sangat penting karena pembelajaran membutuhkan banyak waktu dan kesuksesan tidak mungkin didapatkan dengan mudah.

2.3 Pengertian orientasi tujuan

Orientasi tujuan adalah sesuatu yang diusahakan oleh seseorang untuk dicapai, dan sesuatu itu berada diluar diri individu Locke dan Latham, 1990 dalam Printich dan Schunk, 1996 28 Stipek dalam Suprayogi, 2007 mengatakan bahwa orientasi tujuan bisa diartikan sebagai bagian dari faktor kognitif dalam motivasi yang menjadi penggerak bagi individu untuk mendekat atau menjauh dari suatu objek. Menurut Deshon dan Gillespie 2005 orientasi tujuan adalah label yang digunakan untuk menggambarkan pola kognisi dan tindakan hasil dari mengejar sesuatu kekuasaan, kinerja, atau aktivitas menghindari sesuatu atau mendapatkan prestasi tertentu dalam waktu tertentu. Menurut Dweck Leggett dalam Deshon dan Gillespie 2005 “Goal orientation has been identified as a stable dispositional trait that can moderate the effects of training ”. Orientasi tujuan telah disamakan seperti kecenderungan watak yang stabil yang di dapat dari pengaruh pelatihan. Webster, Baron dan Harackiewicz dalam Suprayogi, 2007 menyatakan bahwa orientasi tujuan menjelaskan mengenai integrasi belief yang mengarah pada berbagai cara dalam merespon situasi berprestasi. Dweck dan Leggett dalam Vandewalle, 2003 menganjurkan bahwa individu harus memiliki orientasi tujuan, yang didefinisikan sebagai preferensi tujuan pribadi dalam situasi prestasi. Mereka mengidentifikasi dua hal yang mendasari orientasi tujuan: a. Orientasi pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi dengan mendapatkan keterampilan baru dan menguasai suatu situasi yang baru, dan 29 b. Orientasi kinerja untuk mendemonstrasikan dan memvalidasi kompetensi dari seseorang agar mendapatkan penilaian yang baik dan menghindari diri dari penilaian negatif tentang kompetensi dirinya. Dari uraian diatas, penulis coba menyimpulkan definisi orientasi tujuan, yakni suatu keinginan atau tujuan yang terdapat dalam kognitif individu untuk menjadi daya gerak atau motivasi pada tingkah lakunya.

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi tujuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi tujuan dapat dibagi dalam faktor pribadi dan faktor lingkungan. Adapun penjelasannya sebagi berikut:

a. Faktor pribadi

1 Penerimaan tujuan Woolfok, 2004 dalam Suprayogi, 2007 jika siswa mau menetapkan tujuan yang ditetapkan orang lain, motivasi belajar akan muncul. 2 Orientasi penguasaan tugas yang merupakan keinginan untuk bekerja keras, melakukan pekerjaan dengan baik dan memilih tugas yang menantang dan sifat kompetitif competitiveness yaitu keinginan untuk berkompetisi dan lebih unggul dari pada orang lain. 3 Jenis Kelamin Solomon, 1996 dalam Suprayogi, 2007 menyatakan bahwa wanita tidak suka berkompetisi sehingga lebih mudah mengadopsi orientasi 30 tugas, sedangkan pria senang berkompetisi sehingga mereka lebih berorientasi pada orientasi ego. 4 Self efficacy Bandura,1994 dalam Suprayogi, 2007 menyatakan bahwa siswa yang memilki self efficacy yang tinggi cenderung menetapkan orientasi yang tinggi, tidak takut gagal dan mampu bertahan ketika menemui kesulitan dalam menguasai tugas yang sedang dikerjakan.

b. Faktor lingkungan