Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

9 2. Responden adalah konsumen tempe rumah tangga di desa Jombang dengan jumlah 99 orang yang didapat dari perhitungan dengan rumus slovin dengan populasi sebanyak 7.570 Kepala Keluarga. 3. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan tempe adalah harga tempe, harga barang pengganti tahu, telur, daging ayam, daging sapi, ikan dan udang, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga. 4. Analisis tentang seberapa besar pengaruh antara faktor-faktor permintaan terhadap permintaan tempe di desa Jombang, menggunakan alat analisis regresi linear berganda dan analisis elastisitas permintaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan, serta menjadi acuan bagi penulis selama melakukan penelitian. Dengan adanya landasan teori ini, dapat mempermudah penulis dalam memahami ruang lingkup serta batasan pembahasannya. Adapun teori yang digunakan berkaitan tentang objek penelitian ini yaitu tempe, teori permintaan, konsep elastisitas permintaan dan teori perilaku konsumen.

2.1.1. Tempe

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Makanan itu dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Pembuatannya merupakan industri rakyat sehingga hampir setiap orang dapat dikatakan mampu membuat tempe sendiri Sarwono, 2002:1. Selanjutnya Supriono 2003:9, menyatakan bahwa tempe merupakan produk pangan yang sangat populer di Indonesia yang diolah dengan proses fermentasi kedelai dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus sp. Secara umum tempe mempunyai ciri berwarna putih karena pertumbuhan miselia-miselia jamur yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur tempe yang kompak. 11

2.1.1.1. Pengertian Tempe

Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut. Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era “Tanam Paksa” di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air Syarief dkk, 1999:2. Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia SNI dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe SNI, 2009.