pelayanan keperawatan, 8 pelayanan anastesi, 9 pelayanan radiologi, 10 pelayanan farmasi, 11 pelayanan laboratorium, 12 pelayanan rehabilitasi medis,
13 pelayanan gizi, 14 rekam medis,15 pengendalian infeksi di rumah sakit, 16 pelayanan sterilisasi sentral, 17 keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan
bencana alam, 18 pemeliharaan sarana, 19 pelayanan lain, dan 20 perpustakaan.
2.2.2 Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat Azwar, 2000. Pelayanan
kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan Azwar, 1996.
Ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karenanya didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Available
Untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, maka syarat yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut,
sehingga sering disebutkan, suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan Appropriate Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut
bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan Continue
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu
atau apapun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan. d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan Acceptable
Pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan diterima oleh pemakai jasa. e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan Accessible
Pelayanan kesehatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah tempat tinggal sehingga dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan
f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Affordable Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua
pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya, disarankanlah perlunya mengupayakan pelayanan
kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Karena keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan
kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila
pelayanan dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan Efficient Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara efisien.
h. Mutu Pelayanan Kesehatan Quality Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada
kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Bertitik tolak dari pendapat adanya kaitan antara
mutu denga kepuasan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan
yang dilakukan adalah aman.Azwar, 1996 Menurut Evan 2000 kebutuhan hidup manusia dalam pelayanan kesehatan
mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty, asymetri of information dan externality. Ketiga ciri utama tersebut menyebabkan
pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atas jasa lainnya. a. Uncertainty
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahawa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang
dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang
penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang
relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya. Maka
Universitas Sumatera Utara
dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala seseorang menderita sakit.
b. Asymetri of Information Sifat kedua asymetry of Information menunjukkan bahwa konsumen palayanan
kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider dokter dan petugas kesehatan lainnya mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas
pelayanan yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan Phelps. Dalam pelayanan
kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah pasien membutuhkan pelayanan tersebut
atau tidak. Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang
bodoh. Pasien tidak mengetahui berapa harga dan berapa banyak tindakan medis yang diperlukan, ataupun pasien yang memerlukan tindakan bedah saja tidak
sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor. c. Externality
Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja memengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli. Sebagai contoh adalah
konsumsi rokok yang mempunyai risiko besar bukan pada perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh
karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama public. Ciri unik
Universitas Sumatera Utara
tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein.
Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan proses yang mencari dan memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh seseorang dipengaruhi oleh
banyak hal. Keputusan tersebut merupakan proses yang melibatkan keputusan individual dan sosial yang dipengaruhi oleh profesionalisme kesehatan Miller,
1997. Menurut Parasuraman dalam Irawan 2008, kualitas pelayanan kesehatan
didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau biasa dikenal dengan teori SERVQUAL terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai
kualitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat diraba tangibles, kehandalan reliability, ketanggapan responsiveness, jaminan assurance dan empathy.
a. Bukti Fisik Tangibles yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
b. Kehandalan Reliability yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c. Ketanggapan Responsiveness yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat responsif dan tepat kepada pelanggan
dengan penyampaian informasi yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
d. Jaminan Assurance yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. e. Perhatian Emphaty yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
Menurut Parasuraman dan kawan-kawan menemukan bahwa sepuluh dimensi yang mempengaruhi pelayanan Tjiptono, 2006 yang kemudian disederhanakan
menjadi lima dimensi seperti yang diuraikan sebelumnya. Kesepuluh dimensi kualitas pelayanan tersebut adalah :
a. Reliability mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja yaitu performance dan kemampuan untuk dipercaya dependability. Hal ini berarti perusahaan
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama right the first time. Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya,
misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. b. Responsiveness yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan
jasa yang dibutuhkan pelanggan. c. Competence setiap orang dalam satu perusahaan memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. d. Acces meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi
fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi.
Universitas Sumatera Utara
e. Courtesy meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel resepsionis, operator telepon dan lainnya
f. Communication artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
g. Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi dan interaksi dengan
pelanggan. h. Security yaitu aman dari bahaya, risika atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi
keamanan secara fisik Physical safety, keamanan finansial financial security, dan kerahasiaan confidentiality.
i. UnderstandingKnowing the customer yaitu usaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan. j.
Tangibles yaitu bukti fisik dari jasa , bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
Wijono 2000 menjelasakan bahwa kualitas pelayanan agak sulit diukur karena umumnya bersifat subyektif dan menyangkut kepuasan seseorang. Hal ini
tergantung pada persepsi, label, sosial ekonomi, norma, pendidikan dan kepribadian. Gambaran pasien mengenai kualitas pelayanan adalah a Dokter terlatih baik b
Perhatian pribadi dokter terhadap pasien c Privacy dalam diskusi penyakit d Biaya klinik terbuka e Waktu tunggu dokter yang singkat f Informasi dari dokter g
Universitas Sumatera Utara
Ruang periksa yang baik h Staf yang menyenangkan i Ruang tunggu yang nyaman.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien merupakan nilai subyektif, namun tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu,
pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua
elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya
serta tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati,
kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien Wijono, 2000. Kualitas pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas
bagi seseorang terhadap pelayanan yang diterima, kualitas yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan
pelayanan, lingkungan pelayanan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau
Irawan, 2008. Gifari 2000, konsumen pelayanan kesehatan akan membandingkan
pelayanan kesehatan yang diterima dengan harapan terhadap pelayanan yang diberikan sehingga membentuk kepuasan kualitas pelayanan. Hasil dari
membandingkan tersebut dapat berupa 1 Jika harapan itu terlampaui, maka pelayanan tersebut dirasakan sebagai kualitas pelayanan yang luar biasa 2 Jika
Universitas Sumatera Utara
harapan sama dengan pelayanan yang dirasakan, maka kualitas memuaskan 3 Jika harapan tidak sesuai atau tidak terpenuhi maka kualitas pelayanan tersebut dianggap
tidak dapat diterima atau mengecewakan pasien.
2.3. Keputusan Berobat Kembali