Sukuk Subordinasi Macam-macam Sukuk

tertentu, dan dalam hal tuntutan terhadap aktiva dan pendapatan atas penerbit seringkali setelah kreditur umum lainnya. 13 Sukuk subordinasi dapat dimasukkan sebagai komponen modal bank, karena memiliki waktu jatoh tempo yang relatif panjang dan permanen. Meskipun demikian instrumen hutang ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai tier 1, karena pada akhirnya akan jatuh tempo. Pengakuan obligasi subordinasi sebagai bagian dari modal memberikan insentif bagi bank untuk mengekuarkan instrumen ini. Meskipun demikian dalam Basel Accord juga disebutkan sejumlah batasan bagi obligasi subordinasi. Pertama, subdebt diakui hanya 50 dari modal inti. Kedua, modal tier 2 dibatasi maksimal 100 dari modal di tier 1. Meskipun peraturan ini tidak berdampak langsung pada subdebt, bank jumlah elemen modal tier 2 yang cukup besar selain jumlah subdebtnya, akan berkurang keinginannya untuk mengeluarkan subdebt. Obligasi subordinasi syariah dapat dikategorikan sebagai modal pada bank syariah, dengan menggunakan prinsip mudharabah, sehingga bisa digolongkan dalam sumber dana yang berasal dari kuasi ekuitas mudharabah account. Jadi, dana yang berasal dari penerbitan obligasi subordinasi syariah mudharabah itu dapat dikategorikan sebagai modal karena bersumber dari dana mudharabah. 13 Novietha Indra Sallama, Pengaruh Penerbitan Obligasi Subordinasi terhadap Pembiayaan dan Kinerja Bank Syariah studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Thesis S2 Program Studi Timur Tenah dan Islam, Universitas Indonesia, 2005, h. 40-41

J. Analisis Kinerja Perbankan

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 131PBI2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakanpendekatan resiko. Peraturan ini menggantikan metode penilaian sebelumnya yaitu berdasarkan Capital, Asset, Management, Equity dan Sensitivity to Market Risk CAMELS. Berdasarkan surat edaran 1324DPNP penilaian tingkat kesehatan bank terdiri dari faktor-faktor berikut : 14 1. Penilaian Profil Resiko Penilaian profil resiko merupakan penilaian terhadap resiko inheren dan kualitas penerapan manajemen resiko dalam aktivitas operasional bank. Resiko yang dinilai terdiri dari 8 delapan jens resiko yaitu, resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional, reiko likuiditas, resiko hukum, resiko strstegik, resiko kepatuhan dan resiko reputasi. Berdasarkan delapan resiko yang telah disebutkan diatas, profil resiko menjadi dasar penilaian tingkat bank pada saat ini dikarenakan setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh bank sangat memungkinkan akan timbulnya resiko. Rasio utang sering kali dijadikan dasar dalam mengevaluasi resiko, sehingga 14 Surat Edaran BI No. 1324DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dapat ditentukan seberapa beresiko suatu bank. Ukuran resiko yang sering digunakan adalah resiko gagal bayar. Bank dalam kegiatan operasionalnya pun banyak mengalokasikan pada pembiayaan sehingga semakin banyak pembiayaan yang diberikan maka semakin tinggi pula resiko gagal bayar yang akan terjadi. Jika rasio utang bank tinggi, maka beban utang perusahaan pun akan tinggi sehingga modal yang dimiliki bank arus mampu mem-back up beban utang yang tinggi. Dalam perbankan, resiko gagal bayar diukur dengan Net Performing Financing, seingga semakin tinggi resiko yang dimiliki maka semakin tinggi kcukukupan modal yang harus dimiliki bank. 2. Penilaian Good Corporate Governance Penilaian terhadap faktor GCG dala metode RBBR didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, governance structure, governance process, dan governance output. Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia yang disajikan dalam Laporan Pengawasan Bank: “governance structure mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kleengkapan dan pelaksaan tugas komite. Governance process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan, penerapan manajemen resiko termasuk sistem pengendalian intern, penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar serta rencana strategis