Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan atau
sensitivitas pada nyeri. Bagaimanapun pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi oleh personal, sosial ,budaya dan lain-lain Prasetyo,2010
Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku
dalam berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri ZatzickDimsdale, 1990 dalam BrunnerSudart, 2006. Harapan
budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya
lainnya. Akibatnya individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda
dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti
meringis, dan menangis berlebihan BrunnerSudart, 2003. Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna
nyeri oleh seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, Makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang
wanita yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya PotterPerry, 2005.
Nyeri yang dirasak bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakn mungkin terasa ringan, sedang atau
berat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut,
terbakar dal lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusukjarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang mengalami luka bakar
Prasetyo, 2010. Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan
mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat
memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat
menurunkan persepsi nyeri Potter Perry, 2006. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas Gil 1990
dalam PotterPerry, 2005. Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk
memisahkan dua sensasi tersebut , stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakinkani mengendaliakan emosi seseorang.
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu yang lama. Apabila keletihan disertai masalah tidur, maka persepsi
nyeri dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang
melelahkan Potter dan Perry, 2006. Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama
mengalami nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang
tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat
menganggu koping terhadap nyeri Potter dan Perry, 2006. Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda
merasa kesepian. Apabila pasien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit, pasien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi
itu. Hal yang sering terjadi adalah pasien kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, gaya
koping mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk mengatasi nyeri Potter dan Perry, 2006.
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien.
Individu dari kelompok sosial-budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri yang dialami
Meinhart dan McCaffery, 1983. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan Potter Perry, 2006.
2.2 Intensitas Nyeri 2.2.1 Defenisi Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri Tamsuri, 2012.
2.2.2 Pengukuran Intensitas Nyeri 2.2.2.1
Skala intensitas nyeri menurut Agency for Health Care Policy dan Research AHCPR. Acute Pain Management: Operative or medical Prosedures
and Trauma, 1992, dalam Brunner dan Suddart, 2001 terdiri atas tiga bentuk, yaitu.
1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri nyeri nyeri nyeri ada ringan
sedang terkontrol tidak
nyeri terkontrol
Keterangan : 0= tidak nyeri, 1-3=nyeri ringan, 4-6=nyeri sedang, 7-9=nyeri terkontrol, 10=nyeri hebat tidak terkontrol
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan. Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal Verbal Descriptor Scale, VDS
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
d ari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri Tamsuri, 2012.
2 Skala Intensitas Nyeri Numerik
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak
nyeri sedang nyeri
Nyeri hebat
Keterangan: 0=tidak nyeri, 1-9=nyeri sedang yang kriterianya dapat ditentukan, 10=nyeri hebat tak tertahankan
Skala penilaian numerik Numerical Rating Scales, NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm AHCPR, 1992 dalam Tamsuri, 2012.
3 Skala Analog Visual VAS
Tidak nyeri
nyeri sangat
hebat