Teori Pengontrolan Nyeri Teori-teori Nyeri .1 Teori Spesifik Specivicity Theory

dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri Potter dan Perry, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: 1 usia, 2 jenis kelamin, 3 kebudayaan, 4 makna nyeri, 5 lokasi dan tingkat keparahan nyeri, 6 perhatian, 7 ansietas, 8 keletihan, 9 pengalaman sebelumnya, 10 gaya koping dan 11 dukungan keluarga dan sosial. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan PotterPerry, 2006. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespons terhadap nyeri Gill, 1990 dikutip dari Potter Perry, 2005. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama Potter Perry, 2006. Akan tetapi pada penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan atau sensitivitas pada nyeri. Bagaimanapun pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi oleh personal, sosial ,budaya dan lain-lain Prasetyo,2010 Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri ZatzickDimsdale, 1990 dalam BrunnerSudart, 2006. Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti meringis, dan menangis berlebihan BrunnerSudart, 2003. Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, Makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang