Latar Belakang Intensitas Nyeri Dan Perilaku Nyeri Pada Pasien Rheumatoid Artritis Di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan

telah lama dicurigai, tak satu pun telah terbukti sebagai penyebabnya. Penyebab rheumatoid arthritis merupakan masalah yang sangat aktif diteliti diseluruh dunia. Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena penyakit rheumatoid arthritis dapat diwariskan secara genetik. Hal ini juga diduga infeksi tertentu atau lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada individu yang rentan Shiel, 2010. Serangan rheumatoid arthritis sering terjadi pada orang diantara umur 25 sampai 55 tahun. Penyakit ini memungkinkan membuat kelemahan dan sangat menyakitkan diantara penyakit arthritis yang lain Reeves, Roux Lockhart, 2001. Reaksi autoimun pada rheumatoid artritis ini terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi yang akan memecahkan kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan gejala penyakit rheumatoid artritis yang paling sering menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Nyeri pada rheumatoid artritis bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri tersebut. Nyeri juga dapat menyebabkan pasien menggunakan energi yang lebih besar dalam melaksanakan tugas-tugas dengan cara yang begitu banyak menimbulkan nyeri. Serangan nyeri juga dapat menganggu tidur pasien sehingga mempengaruhi tingkat keadaan mudah lelah Brunner Suddart, 2002. Nyeri pada rheumatoid artritis merupakan nyeri yang disebabkan oleh inflamasi. Nyeri rheumatoid artritis ini akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur membaik pada siang hari dan lebih berat pada malam hari. Nyeri ini akan bertambah berat seiring dengan beratnya penyakit dan ambang nyeri dari penderita. Makin bertambah berat penyakitnya maka akan semakin bertambah pula rasa nyerinya. Bila perjalanan penyakitnya dihentikan pada rheumatoid artritis maka rasa nyeri akan berkurang Isbagio, 2006. Nyeri pada pasien rheumatoid artritis tergolong nyeri chronic non malignant yaitu nyeri yang tidak begitu responsif terhadap metode-metode pembebasan nyeri Prasetyo, 2010. Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga profesional perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efek nyeri tersebut yang dapat membahayakan pasien Brunner dan Suddart, 2002. Oleh karena nyeri bersifat subjektif yang tidak dapat diukur secara objektif seperti dengan menggunakan sinar X atau pemeriksaan darah, seringkali perawat hanya mengkaji nyeri pasien dengan mengacu pada kata- kata dan perilaku pasien. Hanya pasien yang mengetahui apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri yang dirasakan pasien tersebut. Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri, apabila seseorang merasakan nyeri maka perilakunya akan berubah Potter perry, 2006. Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan instrumen untuk menghitung luas dan derajat nyeri bergantung kepada klien sadar secara kognitif dan mampu memahami instruksi perawat. Laporan tunggal klien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang berhubungan dengan ketidaknyamanan NIH, 1986 dalam Brunner Suddart, 2001. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tekhnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti visual analog, skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif atau skala nyeri Wong-Bakers untuk anak-anak Tamsuri, 2007. Ketika pasien berada dalam beberapa tingkat nyeri sudah pasti perilaku berhubungan dengan nyeri yang terjadi Fordyce, 1976. Pasien dengan laporan nyeri yang tinggi juga akan mengekspresikan perilaku nyeri yang tinggi pula Harahap, Petpichetchian, Kritpraccha 2007. Fordyce, Fowler dan Lehmann dan kolega 1973 menyatakan bahwa pasien yang mengalami nyeri pasti akan memperlihatkan beberapa perilaku yang dapat dilihat dan diobservasi. Perilaku ini adalah cara pasien berkomunikasi dengan lingkungan bahwa mereka sedang mengalami nyeri Fordyce, 1976. Perilaku nyeri merupakan suatu aspek yang menyangkut tentang pengalaman nyeri. Ini adalah keadaan yang tampak jelas kelihatan seperti gerakan anggota badan atau ekspresi wajah Fordyce, 1976 dikutip dari Harahap 2007. Menurut Harahap 2007 pada prakteknya, perilaku nyeri tidak umum digunakan dalam mengkaji nyeri pasien. Akan tetapi bagi pasien yang tidak dapat melaporkan atau mengeluhkan nyerinya dengan mengobservasi perilaku yang diperlihatkan oleh pasien pada saat pasien mengalami nyeri dapat memberikan pemahaman tentang nyeri yang dialaminya. Perilaku nyeri ini meliputi berbagai perilaku yang dapat diobservasi ketika seseorang mengalami nyeri. Perilaku nyeri yang dapat dinilai ketika seseorang mengalami nyeri meliputi 5 parameter yaitu, 1 guarding yaitu menjaga area yang sakit, 2 braching yaitu pergerakan anggota tubuh yang kaku, 3 rubbing yaitu meraba atau menyentuh area tubuh yang sakit, 4 grimacing yaitu berkaitan dengan ekspresi wajah, 5 sighing yaitu menghela napas Harahap, 2007. Menurut penelitian dari Mayo Clinic yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan antara tahun 1995 sampai 2005 penderita wanita mencapai 54 dari 100 orang dan pria hanya 29 orang dari 100 orang Torich, 2011. Di Indonesia, prevalensi rheumatoid artritis 0,1 sampai 0,3, diperkirakan terdapat 360 ribu pasien di Indonesia. Penyakit ini sangat progresif dan paling sering menyebabkan cacat Isbagio, 2011. Sementara itu prevalensi rheumatoid artritis di Sumatera Utara sebanyak 20,2 dari total penduduk wilayah daerah Nainggolan,2011. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien rheumatoid artritis di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan. 2. Tujuan Penelitian 2.1 Mengkaji intensitas nyeri pada pasien reumatoid artritis di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan

2.2 Mengkaji perilaku nyeri pasien reumatoid artritis di Rumah Sakit Umum

Daerah Pirngadi Medan 3. Pertanyaan Penelitian 3.1 Berapa intensitas nyeri pasien rheumatoid artritis di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan

3.2 Bagaiman perilaku nyeri pasien rheumatoid artritis di Rumah Sakit

Umum Daerah Pirngadi Medan 4. Mamfaat Penelitian 4.1 Bagi Praktek Keperawatan Keluhan utama pasien rheumatoid artritis adalah nyeri, jadi intervensi keperawatan utama dari rheumatoid artritis ini adalah pengurangan nyeri. Maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi perawat untuk menentukan intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien rheumatoid artritis yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pemantauan nyeri dan tentunya agar dapat memberi intervensi sesuai dengan bagaimana nyeri yang dirasakan pasien.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini berupa data objektif dan subjektif dari pasien rheumatoid artritis, maka dapat menjadi pengkajian awal bagi mahasiswa sebagai bahan dasar dalam pembentukan intervensi keperawatan untuk menurunkan intensitas nyeri dan manajemen perilaku nyeri pasien rheumatoid artritis.

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini merupakan pengkajian awal tentang intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien rheumatoid artritis, maka dapat digunakan sebagai sumber data dalam pelaksanaan peneliti selanjutnya berkaitan dengan intervensi keperawatan yang tepat diberikan pada pasien rheumatoid artritis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Nyeri 2.1.1. Definisi Nyeri The International Association for the Study of Pain IASP,1979 dikutip dari Potter Perry, 2006, mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan. Perasaan yang tidak nyaman tersebut sangat bersifat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut Mubarak Chayatin, 2007. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Smeltzer dan Bare 2001 bahwa nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, menyakitkan tubuh, serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Sedangkan menurut Barbara dan Joan 1983, nyeri diartikan sebagai suatu fenomena biopsikososial yang kompleks. Nyeri tidak hanya ditunjukkan sebagai nilai yang negatif yang terjadi di tubuh, tetapi nyeri sering ditunjukkan sebagai tanda atau peringatan bahwa ada suatu kerusakan jaringan di tubuh. Menurut Feurst 1974, mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan. Nyeri merupakan pengalaman seseorang dan bersifat subjektif,