paling umum. Nyeri psikologik terkadang dilihat dengan stigma yang salah, di mana nyeri ini dianggap sebagai suatu yang tidak nyata. Padahal semua nyeri
yang dikatakan adalah nyata Prasetyo, 2010. 2.1.4 Respon Tubuh terhadap Nyeri
2.1.4.1 Respon fisik
Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom
terstimulasi, sehingga menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap stress. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri
superfisial, tubuh bereaksi membangkitkan “General Adaption Syndrom” reaksi Fight or Flight, dengan merangsang sistem saraf simpatis. Sedangkan pada nyeri
yang berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulus terhadap saraf parasimpatis Tamsuri,2012.
Tabel.2.1.4.1 Respon Fisiologis Tubuh terhadap Nyeri
Reaksi Efek
Simpatis Dilatasi lumen bronkus,
peningkatan frekuensi napas Denyut jantung meningkat
Vasokonstriksi perifer Peningkatan glukosa darah
Diaforesis Tegangan otot meningkat
Dilatasi pupil Penurunan motilitas usus
Memungkinkan penyediaan oksigen yang lebih banyak
Memungkinkan transport oksigen lebih besar ke dalam jaringan tubuh sel
Meningkatkan tekanan darah dengan memindahkan suplai darah dari perifer
ke organ viseral, otot dan otak Memungkinkan
penyediaan energi
tambahan bagi tubuh Mengendalikan suhu tubuh selama
stress Menyiapkan otot untuk mengadakan
aksi Menghasilkan
kemampuan melihat
yang lebih baik Menyalurkan energi untuk aktivitas
tubuh yang lebih penting
Parasimpatis Pucat
Kelelahan otot Tekanan otot dan nadi menurun
Frekuensi napas cepat, tak teratur Mual dan muntah
Kelemahan Disebabkan suplai darah yang menjauhi
perifer Karena kelelahan
Pengaruh nervus vagal Karena mekanisme pertahanan yang
gagal
untuk memperpanjang
perlawanan tubuh
terhadap stress
nyeri Kembalinya fungsi gastrointestinal
Akibat pengeluaran
energi yang
berlebihan dikutip dari Tamsuri, 2012
2.1.4.2 Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Klien yang mengartikan nyeri sebagai
sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati yang sedih, berduka, ketidakberdayaan dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya
pada pasien yang memiliki persepsi nyeri sebagai pengalaman “positif” akan menerima mengalami nyeri yang dialaminya. Pemahaman dan pemberian arti bagi
nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya Tamsuri, 2012.
2.1.4.3 Respon Perilaku
Dalam Tamsuri 2012, respon perilaku yang timbul pada pasien yang mengalami nyeri dapat bermacam-macam, Meinhart dan Mc.Caffery pada tahun
1983 menggambarkan tiga fase perilaku terhadap nyeri yaitu : antisipasi, sensasi dan fasca nyeri.