Buruh Tani Harian TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikanpengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia human being, hewan, atau mesin ‐mesin. Terlepas dari perdebatan itu yang penting bagi kita adalah mengetahui pengertian tiap istilah dengan baik sesuai rumusan normative yang berlaku. Oleh karena itu akan digunakan istilah Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan sebagai istilah yang sepadan dan memiliki makna yang sama sebagaimana UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja dengan istilah buruh sebagai dua kata yang memiliki makna sama dan selalu ditulis dengan pekerjaburuh 1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1.pdf Diakses tanggal 12 juni pukul 13:25 WIB.

2.5 Buruh Tani Harian

Buruh tani harian adalah buruh yang diikat dengan hubungan kerja dari hari ke hari dan menerima penerimaan upah sesuai dengan banyaknya hari kerja, atau jam kerja atau banyaknya barang atau jenis pekerjaan yang disediakan. Disebut buruh tani harian karena buruh yang bersangkutan tidak ada kewajiban untuk masuk kerja dan tidak mempunyai hak yang sama seperti yang ada pada Universitas Sumatera Utara buruh tetap. Umumnya buruh tani harian adalah buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak terus menerus tetapi bersifat musiman. Dalam penelitian ini buruh harian yang dimaksud adalah pekerja lepas di bidang pertanian karena mereka memang hanya bekerja di sektor pertanian. Mereka tidak ingin bekerja di sektor lain seperti pertukangan ataupun buruh bangunan dan yang lainnya. Sehingga mereka lebih tepat untuk dikatakan sebagai buruh tani. Buruh tani dalam pengertian sesungguhnya memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka atas dasar jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari. Disamping melakukan pekerjaan yang diupah, buruh harian itu juga melakukan perdagangan kecil-kecilan, menjual pisang, rokok dan hasil pertanian secara kecil-kecilan, menjualnya berdasarkan komisi dan kadang-kadang ada juga dari mereka yang menanami sebidang tanah dengan perjanjian Sajogyo, 1995: 112. Dalam tingkah lakunya terhadap orang-orang yang diluar dari kelompoknya, buruh tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya, ia ingin memperbaiki keadaannya, tetapi ia tidak tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Kelompok ini biasanya curiga terhadap segala sesuatu yang datang dari luar lingkungannya. Akan tetapi, sekalipun kedengarannya bertentangan, pada akhirnya buruh tani itu paling percaya kepada pertimbangan majikan mereka. Tentu saja kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam berhubungan dengan mereka, sekurang-kurangnya buruh itu tahu di mana mereka berdiri. Dalam beberapa keadaan pendapat para majikan itu amat menentukan, sedangkan pendapat orang-orang yang berusaha menjadi pemimpin buruh tani Universitas Sumatera Utara dalam perjuangan mereka untuk memperbaiki kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka kurang diperhatikan dibandingkan dengan pendapat majikan. Tidak ada jawaban atau badan pemerintahan yang benar-benar memberikan perhatiannya, baik langsung maupun tidak langsung, kepada buruh tani dan nasibnya. Buruh tani memenuhi kebutuhan hidupnya dari hari ke hari saja dan tidak memperhatikan rencana masa depan misalnya dengan menabung. Sajogyo memberikan ciri-ciri buruh tani yang bekerja dengan upah harian lepas sebagai berikut : a. Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja harian. b. Setelah hasil pertanian dipungut, buruh tani diperbolehkan menanami tanah-tanah itu selama masa sekitar enam bulan sebelum taah ditanami oleh para pemilik lahan. c. Diwaktu mereka tidak dipekerjakan oleh buruh, para buruh tani melakukan perdagangan kecil-kecilan atau pekerjaan lain yang menghasilkan laba kira-kira sama besarnya dengan gaji mereka. Kedudukan Sosial : a. Para buruh tani berada ditingkat terendah dalam lapisan masyarakat. Mereka tidak mungkin jatuh lebih rendah lagi dan mereka tidak mempunyai kedudukan yang akan dipertahankan maupun yang akan hilang. Posisi seperti ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai- nilai norma kelompok itu. b. Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja, karena tidak ada benda atau orang yang menjamin kelanjutan hidup mereka di masa depan. Universitas Sumatera Utara Kenyataan ini mempunyai implikasi penting terhadap rencana-rencana pembangunan yang telah dipertimbangkan sebaik-baiknya berada diluar pengertian buruh tani. c. Buruh tani yang sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan, jugan tidak mempunyai pengalaman untuk mengelola pertanian. Mereka telah terbiasa bekerja sebagai buruh tani sepanjang hidup karena itu mereka tahu sedikit tentang pekerjaan pertanian seperti mencangkul, menanam, menyiangi dan memanen. d. Buruh tani sebagai kelompok sama sekali tidak terikat kepada desa mereka. Banyak dari mereka berasal dari tempat lain, dan kalau telah datang waktunya mereka berpindah ketempat yang baru dimana mereka berharap menemukan kesempatan untuk berhasil atau mendapatkan gaji yang lebih besar dan kerja yang lebih ringan Sajogyo, 1995: 114.

2.6 Sistem Pengupahan