PEMBELAJARAN MODEL ARIAS DENGAN TIM AHLI PADA MATERI ALAT ALAT OPTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMA N 2 KEBUMEN

(1)

ii

PEMBELAJARAN MODEL ARIAS DENGAN TIM AHLI PADA MATERI ALAT-ALAT OPTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA DI SMA N 2 KEBUMEN

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Fisika

Oleh Fatchun „Alim

4201410004

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

...sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan

apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada

yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain

Dia

(Q. S. Ar ra’d : 11)

“Barang siapa menen

mpuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan

memudahkannya jalan menuju surga”

(HR. Muslim)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S Al Insyirah : 6)

“Meski

setiap hari diwarnai cobaan, aku telah buktikan, bahwa kesabaran

membawa kita pada akhir yang menyenangkan”

(Dr.’Aidh al-Qarni)

Jayane kangrat, swuh brasto tekabing ulah dharmastuti

(Peribahasa Jawa)

Persembahan:

Skripsi ini saya persembahkan: 1. Untuk Ayah, Ibu, dan Adik, 2. Untuk saudara – saudaraku, 3. Untuk bapak Hadi Wahono 4. Untuk teman – teman kos,


(6)

vi

6. Untuk teman-teman Prodi Pendidikan Fisika dan Fisika 2010, 7. Untuk adik-adik Pendidikan Fisika 2011-2013,

8. Untuk teman – teman mahasiswa bidikmisi Universitas Negeri Semarang, dan


(7)

vii

dan antusias saya dalam melakukan penelitian maupun menyusun skripsi, akhirnya saya mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembelajaran Model Arias dengan Tim Ahli pada Materi Alat-Alat Optik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di SMA N 2 Kebumen”. Semoga skripsi ini menjadi ladang amal ibadah bagi saya, ayah, ibu, adik, dosen pembimbing, serta semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun skripsi ini.

Secara khusus, saya mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor UNNES,

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., selaku Dekan FMIPA UNNES,

3. Dr. Khumaedi, M.Si., selaku Kepala Jurusan Fisika FMIPA UNNES sekaligus sebagai dosen pembimbing yang selalu sabar dan semangat dalam memberikan saran, masukan, serta kritik selama proses penyusunan skripsi ini, 4. Prof. Drs. Nathan Hindarto, Ph.D., dosen jurusan fisika, FMIPA, UNNES, 5. Dr. Sarwi, M.Si., selaku dosen wali,

6. Drs. Pamungkas T. Wasana, M.Si., selaku Kabid Litbang, S-P, a.n. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kebumen yang telah memberikan izin penelitian di SMA Negeri 2 Kebumen,

7. Kepala SMA Negeri 2 Kebumen yang telah memberikan ijin penelitian,

8. Bapak Hadi Wahono selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen yang selalu memberikan saran dan kritik membangun sehingga sangat membantu saya ketika penelitian,


(8)

viii

10.Mahasiswa dan mahasiswi Jurusan Fisika 2010 yang selalu membantu dan memberi semangat selama proses penyusunan skripsi,

11.Mahasiswa dan mahasiswi jurusan fisika 2012 yang selalu memberi semangat, 12.Isnaeni Nur Charomah, Isnaeni Anjarwati, Siti Zulaikhah, Ristya Yuliana, Rini Imroatin Wijayanti, Maya Damayanti, dan Uswatun Khasanah yang telah membantu penelitian dari awal sampai akhir, dan

13.Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini.

Semoga amal tenaga, pikiran, dan semangat dari semua pihak yang sudah membantu saya, mendapatkan pahala dan keberkahan dari Allah S.W.T.

Semarang, 28 Agustus 2014

Fatchun „Alim 4201410004


(9)

ix

– Alat Optik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di SMA Negeri 2 Kebumen.

Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Khumaedi, M.Si.

Kata Kunci : Diskusi, Alat – Alat Optik, Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, and Satisfaction)denganTim Ahli, PTK.

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa hasil belajar fisika aspek kognitif siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen kurang maksimal atau rendah. Banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Ketuntasan klasikal aspek kognitif sebesar 60,55% menunjukkan bahwa hasil belajar belum tuntas dan termasuk dalam kategori rendah. Hasil angket observasi menyatakan bahwa kurangnya kegiatan memotivasi, siswa kurang latihan soal, siswa kurang percaya diri dalam mengerjakan soal fisika, siswa kurang tahu manfaat mempelajari ilmu fisika untuk masa depan, model pembelajaran kurang menarik, dan siswa kurang berminat pada kegiatan diskusi, merupakan beberapa faktor yang sangat dimungkinkan menyebabkan hasil belajar fisika aspek kognitif kurang maksimal/rendah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar fisika pokok bahasan alat – alat optik siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen. Model pembelajaran yang digunakan adalah ARIAS dengan Tim Ahli. Model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli terdiri dari lima kategori, yaitu assurance, relevance, interest, assessment, and satisfaction. Kelima kategori tersebut mempunyai langkah pembelajaran masing – masing, sehingga kegiatan pembelajaran lebih rinci dan diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian di kelas X MIA 2 merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Hasil penelitian menunjukkan, persentase siswa yang berminat diskusi pada pelajaran fisika pada siklus I sebesar 91%, siklus II 100%, dan siklus III 100%. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif pada siklus I 62,5%, siklus II 75,0%, dan siklus III 87,5%. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar afektif pada siklus I 75%, siklus II 84,38%, dan siklus III 90,63%, sedangkan untuk hasil belajar psikomotorik, pada siklus I 71,88%, siklus II 81.25% dan siklus III 90,63%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen. Oleh karena itu, pembelajaran model ARIAS dengan Tim Ahli sebaiknya dikembangkan pada pembelajaran materi selanjutnya sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa.


(10)

x

PERSETUJUAN PEMBIMBING... PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Masalah... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.4 Hipotesis Tindakan... 1.5 Manfaat Penelitian... 1.6 Penegasan Istilah... 1.7 Sistematika Skripsi... 2. TINJAUAN PUSTAKA...

ii iii iv v vii ix x xiii xiv xvi 1 1 10 10 11 12 13 14 17


(11)

xi

2.1.1.2 Relevance (relevansi)... 2.1.1.3 Interest (perhatian)... 2.1.1.4 Assessment (evaluasi)... 2.1.1.5 Satisfaction (kepuasan)... 2.1.2 Tim Ahli... 2.2 Materi Alat – Alat Optik... 2.3 Kerangka Berfikir... 3. METODOLOGI PENELITIAN... 3.1 Desain Penelitian... 3.2 Langkah Penelitian... 3.3 Subjek Penelitian... 3.4 Lokasi Penelitian... 3.5 Waktu Penelitian... 3.6 Variabel Penelitian... 3.7 Metode Pengumpulan Data... 3.8 Metode Analisis Data... 3.9 Indikator Keberhasilan... 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 4.1 Sintaks Pra-penelitian... 4.2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian...

21 22 24 25 26 28 40 42 42 49 51 51 51 51 52 58 62 63 63 64


(12)

xii

4.5.1 Hasil Belajar Kognitif... 4.5.2 Hasil Belajar Psikomotor... 4.5.3 Hasil Belajar Afektif... 4.5.4 Hasil Kuesioner/Angket... 4.6 Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa... 4.7 Pembahasan...

4.7.1 Pembahasan Hasil Belajar Kognitif... 4.7.2 Pembahasan Hasil Belajar Afektif... 4.7.3 Pembahasan Hasil Belajar Psikomotor... 4.7.4 Pembahasan Minat Diskusi Siswa... 5. PENUTUP...

5.1 Simpulan... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

79 80 80 80 81 82 82 87 91 94 98 98 99 100 103


(13)

xiii

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Kamera dan Lup... 3.1 Kategori Minat... 4.1 Proses Pembelajaran... 4.2 Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III... 4.3 Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III... 4.4 Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III... 4.5 Peningkatan Minat Diskusi Siswa... 4.6 Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa...

33 61 70 79 80 80 81 81


(14)

xiv

2.1 Diagram Mata Manusia... 2.2 Lensa Negatif/Divergen/Cekung Membantu Rabun Jauh... 2.3 Lensa Positif/Konvergen/Cembung Membantu Rabun Dekat... 2.4 Lensa Silindris untuk Mata Astigmatisma... 2.5 Skema Kamera Secara Umum... 2.6 Pengamatan Tanpa Lup dan Menggunakan Lup... 2.7 Pengamatan Menggunakan Lup dengan Mata Tak Berakomodasi.. 2.8 Mikroskop dan Diagram Berkas Cahaya pada Mikroskop... 2.9 Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang... 2.10Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi... 2.11Pembentukan Bayangan oleh Teropong Panggung... 2.12Skema Pembentukan Cahaya oleh Teropong Spyglass...

2.13Pantulan Cahaya Internal Sempurna oleh Teropong Prisma... 2.14Pembentukan Bayangan pada Teropong Pantul... 2.15Skema Hubungan Permasalahan Siswa dan Hasil Belajar Ketika

Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Konvensional... 2.16Skema Hubungan Permasalahan Siswa dan Target Hasil Belajar

Ketika Pembelajaran Fisika Menggunakan Model ARIAS dengan Tim Ahli... 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 3.2 Skema Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas... 4.1 Grafik Hasil Belajar Kognitif Siswa... 4.2 Grafik Hasil Belajar Afektif Siswa... 4.3 Grafik Hasil Belajar Psikomotor Siswa... 4.4 Grafik Rata-Rata Peningkatan Minat Diskusi Siswa...

28 30 30 32 32 34 35 36 37 38 38 38 39 39 39 41 41 43 44 86 90 93 96


(15)

xv

1. ...

aftar Nama Kelas Uji Coba...

2. ...

aftar Nama Siswa Kelas X MIA 2...

3. ...

aftar Pembagian Kelompok...

4. ...

embar Angket Masalah Siswa...

5. ...

ilabus...

6. ...

PP ...

7. ...

isi Soal Uji Coba Siklus I...

8. ...

oal Uji Coba Siklus I...

9. ...

unci Jawaban Soal Uji Coba Siklus I...

10. ...

isi Soal Uji Coba Siklus II...

11. ...

oal Uji Coba Siklus II...

12. ...

unci Jawaban Soal Siklus II...

13. ...

isi Soal Uji Coba Siklus III...

1 0 4 1 0 6 1 0 7 1 1 4 1 1 5 1 1 8 1 4 3 1 4 4 1 5


(16)

xvi

16. ...

embar Penilaian Afektif...

17. ...

embar Penilaian Psikomotor...

18. ...

DS Siklus I...

19. ...

DS Siklus II...

20. ...

DS Siklus III...

21. ...

ata Uji Validitas Soal...

22. ...

ata Uji Taraf Kesukaran Soal...

23. ...

ata Uji Daya Beda Soal...

24. ...

ata Uji Reliabilitas Soal...

25. ...

ata Instrumen Soal Yang Dipakai...

26. ...

ontoh Perhitungan Reliabilitas...

27. ...

ontoh Perhitungan Validitas...

28. ...

ontoh Perhitungan Daya Pembeda Soal...

29. ...

1 5 2 1 5 7 1 5 9 1 6 0 1 6 7 1 6 9 1 7 2 1 7 5 1 9 0


(17)

xvii

asil Belajar Afektif...

32. ...

asil Belajar Psikomotor...

33. ...

isi Uji Coba Angket...

34. ...

ngket Uji Coba...

35. ...

nalisis Uji Coba Angket...

36. ...

ontoh Perhitungan Validitas Angket...

37. ...

ontoh Perhitungan Reliabilitas Angket...

38. ...

isi Angket Minat...

39. ...

ngket Minat Diskusi...

40. ...

nalisis Data Awal Minat Diskusi Siswa...

41. ...

nalisis Minat Diskusi Siklus I...

42. ...

nalisis Minat Diskusi Siklus II...

43. ...

nalisis Minat Diskusi Siklus III...

44. ...

abel Minat Diskusi Siswa...

1 7 2 3 8 2 4 1 2 4 4 2 4 7 2 4 8 2 5 0 2 5 2 2 5 4 2


(18)

xviii

47. ...

oto – Foto...

7 2 5 8 2 5 9 2 6 0 2 6 3 2 6 4 2 6 5 2 6 6 2 6 7 2 7


(19)

xix

2 7 2 2 7 3 2 7 4 2 7 5 2 7 6 2 7 9


(20)

(21)

1

1.1 Latar Belakang

Pelajaran fisika masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Mereka beranggapan bahwa mempelajari fisika terlalu sulit dikarenakan harus memahami ilmu matematika dan ilmu fisika itu sendiri. Anggapan siswa tersebut tidak hanya pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), tetapi juga siswa SMA. Dampak yang terjadi adalah hasil belajar sebagian besar siswa pada mata pelajaran fisika kurang maksimal atau dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

Masyarakat umum memiliki interpretasi yang sama dengan siswa terhadap mata pelajaran fisika (Samudra et al., 2014: 1). Wiyanto (2004) menilai, proses pembelajaran ilmu fisika yang berlangsung di sekolah-sekolah hingga saat ini cenderung terjebak pada rutinitas. Rutinitas yang dimaksud adalah guru memberi rumus, contoh soal, dan latihan-latihan yang dikerjakan siswa, sehingga siswa akan cepat bosan. Berkaitan dengan keluhan bahwa mempelajari fisika sangat sulit, ia mengatakan, mempelajari fisika memang sulit, karena itu rasa kegemaran dan kecintaan siswa untuk mempelajari fisika harus ditumbuhkan dengan menghindari rutinitas yang membosankan. Maharta, sebagaimana yang dikutip oleh Arista et al. (2012: 2), menyatakan bahwa kondisi buku pelajaran, pola pembinaan calon guru yang ada sekarang ini, serta kemampuan dan cara mengajar guru ditengarai sebagai penyebab tidak berpengaruhnya pemahaman fisika siswa.


(22)

Junaedi (2012) juga menjelaskan bahwa cara penyampaian mata pelajaran fisika bersifat langsung ke sasaran atau lebih berorientasi pada inti materi saja, serta masih terbelenggu dengan model pembelajaran klasik.

Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika kurang maksimal terjadi di kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen. Berdasarkan observasi awal, diketahui bahwa ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif sebesar 60,55%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif belum tercapai dan termasuk dalam kategori rendah. Menurut Mulyasa (2002: 99) ketuntasan klasikal aspek kognitif tercapai apabila lebih dari 85% siswa mendapatkan nilai minimal 75. Berdasarkan hal tersebut, perlu diteliti lebih lanjut tentang faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

Telah dilaksanakan observasi dengan cara mengikuti pembelajaran di kelas X MIA 2 sebanyak dua kali, serta diberikan angket observasi kepada seluruh siswa untuk mengetahui permasalahan – permasalahan siswa yang sangat dimungkinkan sebagai penyebab rendahnya hasil belajar. Berdasarkan observasi langsung di kelas dan hasil angket, diketahui bahwa penyebab hasil belajar fisika siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen yang kurang maksimal bersumber dari adanya beberapa faktor yang sangat dimungkinkan sebagai penyebab kesulitan belajar siswa. Menurut Zakir, seperti yang dikutip oleh Samudra et al.

(2014: 1), kesulitan belajar merupakan salah satu gejala dalam proses belajar yang ditandai dengan berbagai tingkah laku yang berlatarbelakang dalam diri maupun di luar diri si pebelajar (dalam hal ini siswa).


(23)

Faktor pertama yang sangat dimungkinkan menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan belajar adalah kurangnya kegiatan memotivasi. Hal tersebut didukung oleh Ahmadi dan Supriyono (2004: 83) yang menyatakan bahwa sebab – sebab kesulitan belajar salah satunya adalah kurangnya motivasi, dikarenakan motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Kemp (1994: 143) juga menjelaskan bahwa keinginan untuk belajar mempersyaratkan adanya motivasi. Purwanto (2004: 102-105) juga menyatakan bahwa berhasil dan tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor, yaitu:

1. Faktor individual, yaitu faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri. 2. Faktor sosial, yaitu faktor yang ada di luar individu. Faktor sosial

mempunyai beberapa jenis, antara lain: Kematangan/pertumbuhan

Kecerdasan/intelejensi Latihan dan ulangan Motivasi

Sifat – sifat pribasi seseorang Keadaan keluarga

Guru dan cara mengajar Alat – alat pelajaran Motivasi sosial

Sardiman, seperti yang dikutip oleh Mawarsih et al. (2013: 3) menyatakan bahwa motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam


(24)

diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai.

Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri sendiri dan dari luar diri seseorang. Menurut Dimyati dan Mudjiono, seperti yang dikutip oleh Mawarsih et al. (2013: 3-4), motivasi seseorang dapat berupa motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi belajar yang dimiliki peserta didik pada setiap kegiatan pembelajaran sangat berperan untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Peserta didik akan berhasil dalam belajar apabila dalam dirinya ada keinginan untuk belajar. Peserta didik yang memiliki keinginan belajar atau motivasi belajar akan berpengaruh pada kegiatan belajar di sekolah sehingga peserta didik lebih aktif dalam proses belajar di kelas, keinginan tersebut disebut juga motivasi intrinsik. Pelbagai penjelasan para ahli tersebut semakin menguatkan bahwa motivasi sangat diperlukan siswa untuk mengurangi kesulitan belajar, sehingga hasil belajar pun menjadi lebih baik.

Faktor kedua yang sangat dimungkinkan sebagai penyebab kesulitan siswa dalam mempelajari fisika adalah model pembelajaran yang membosankan dan pasif. Guru mengajarkan fisika menggunakan model ceramah atau konvensional yang hanya menjelaskan materi, sehingga siswa cukup mendengarkan saja. Model pembelajaran seperti itu memungkinkan siswa untuk mengantuk dan merasa bosan pada proses belajar mengajar, sehingga mengakibatkan menurunnya


(25)

antusias belajar siswa pada mata pelajaran fisika. Jika antusias siswa menurun, kemungkinan fokus siswa dalam mengikuti pembelajaran juga menurun.

Menurut aliran pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah. Progresivisme menentang pendidikan tradisional serta mengembangkan teori pendidikan (Sulo & Tirtarahardja, 2005: 87). Amri (2012: 99) menyatakan bahwa pembelajaran fisika kebanyakan masih didominasi oleh penggunaan metode caramah yang kegiatannya berpusat pada guru. Sebagian besar guru juga mengajarkan fisika hanya sebatas produk dan sangat sedikit proses. Berdasarkan hal tersebut, sudah saatnya model pembelajaran di kelas dirubah dengan model – model yang lebih baik.

Model pembelajaran yang baik, tidak hanya merubah proses pembelajaran yang berlangsung di kelas, tetapi juga diharapkan dapat merubah perilaku maupun pemikiran siswa, sehingga permasalahan – permasalahan individu siswa yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar, juga terpecahkan. Permasalahan umum yang sering terjadi di kelas adalah siswa selalu terbiasa dengan pembelajaran yang individual dan kompetitif. Guru merancang program supaya siswa belajar sendiri dalam tempo yang relatif lama dan suasana pembelajaran kelas yang penuh kompetisi. Situasi pembelajaran tersebut tidak akan menyelesaikan masalah ketika siswa dihadapkan pada permasalahan kompleks di dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Faktor ketiga adalah siswa kurang percaya diri ketika mengerjakan soal – soal fisika, sehingga mengakibatkan siswa tidak semangat ketika mengerjakan tes


(26)

evaluasi. Maka dari itu perlu motivasi dari pendidik untuk membangkitkan rasa percaya diri siswa sehingga kesan jenuh dan tidak semangat dapat teratasi. Hal tersebut penting dikarenakan setiap siswa mempunyai harapan masa depan yang berhasil dan sukses. Harapan tersebut sangat berhubungan dengan adanya sikap percaya pada kemampuan diri siswa. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218).

Menurut Hakim, seperti yang dikutip oleh Rifki (2008: 5), sikap percaya diri merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh seorang siswa dalam belajar juga dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan sikap percaya diri akan ada suatu keyakinan dalam diri individu terhadap segala aspek kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya dan dengan keyakinannya tersebut membuatnya mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Mereka yang memiliki perasaan tidak percaya diri akan selalu takut dan ragu untuk melangkah dan bertindak, berpendapat maupun berinteraksi baik dalam lingkungan sosial maupun dalam akademiknya. Hasil penelitian Rifki (2008: 78) menyatakan bahwa ada pengaruh antara percaya diri terhadap prestasi belajar, artinya semakin kuat atau tinggi rasa percaya diri siswa maka akan semakin ringgi prestasi belajarnya.

Faktor keempat yang sangat dimungkinkan sebagai penyebab rendahnya hasil belajar adalah sebagian besar siswa masih belum paham tentang kemanfaatan mempelajari fisika. Siswa selalu berfikiran bahwa mempelajari fisika mempunyai kegunaan yang minim untuk masa depan mereka. Padahal mempelajari fisika tidak hanya berkaitan dengan rumus-rumus, tetapi juga proses


(27)

pemecahan masalah yang akan berguna untuk siswa di masa mendatang. Pembelajaran yang aktif, kerjasama belajar antar siswa yang baik, dan pengembangan keterampilan proses sangat diperlukan supaya siswa memahami arti penting mempelajari fisika. Menurut Arista (2013: 2), pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Salah satu pertimbangannya adalah, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika juga dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

Permasalahan kelima yang dihadapi siswa adalah kurangnya kegiatan eveluasi berupa latihan soal – soal fisika. Kegiatan tersebut sangat penting untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa serta melatih peserta didik supaya terampil dalam mengerjakan soal – soal fisika. Tyler seperti yang dikutip oleh Arikunto (2010a: 3) menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Cronbach dan Stufflebeam sebagaimana yang dikutip oleh Arikunto (2010a: 3) juga menyatakan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.

Kebosanan juga merupakan kendala siswa ketika mempelajari fisika. Siswa merasa bosan dikarenakan tidak tertarik pada kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Salah satu cara supaya siswa tertarik mempelajari fisika adalah dengan media pembelajaran yang menarik, informatif, kreatif, dan


(28)

inspiratif. Selain hal tersebut, kegiatan diskusi dan bertukar pendapat antar siswa juga harus ditingkatkan, karena sebagian besar siswa beranggapan bahwa akan lebih paham dijelaskan oleh temannya sendiri daripada oleh gurunya.

Suatu saat seorang anak menjadi anggota kelompok sebaya di kampungnya, di organisasi pemuda, dan atau sekolah. Seorang anak mempunyai status tertentu didalam masing – masing kelompok dan dituntut dari kelompok sebaya, serta adanya kecenderungan setiap kelompok untuk memenuhi eksplorasi itu, maka dirasakan pengaruh kelompok sebaya menjadi semakin penting (Sulo & Tirtarahardja, 2005: 97). Maka dari itu, pembelajaran kelompok sebaya menjadi sangat penting dilakukan siswa ketika masih belajar di sekolah.

Pembelajaran kelompok sebaya di sekolah dapat dilakukan dengan kegiatan diskusi. Berdasarkan data angket awal tentang minat siswa terhadap kegiatan diskusi, skor rata – rata yang diperoleh sebesar 50,47. Menurut Suyitno (2004: 73), nilai tersebut termasuk kategori kurang berminat, sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa kurang berminat terhadap kegiatan diskusi. Siswa beranggapan bahwa kegiatan diskusi hanya membuang waktu dan tidak begitu berpengaruh terhadap hasil belajar. Maka dari itu, diperlukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan minat siswa terhadap kegiatan diskusi fisika.

Berbagai macam permasalahan seperti yang sudah dijelaskan, sangat dimungkinkan sebagai penyebab hasil belajar siswa kelas X MIA 2 kurang maksimal dan cenderung rendah. Permasalahan yang dihadapi siswa harus diselesaikan terlebih dahulu jika ingin berupaya meningkatkan hasil belajarnya. Saya mencoba melaksanakan penelitian dengan mengenalkan model pembelajaran


(29)

yang bernama ARIAS dengan Tim Ahli. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian mengarah pada peningkatan rasa percaya diri siswa dalam mengerjakan soal – soal fisika (assurance), pembelajaran yang dilakukan ada hubungan dengan masa depan siswa (relevance), pembelajaran yang menarik (interest), melakukan evaluasi berupa latihan soal – soal untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa (assessment), perasaan bangga terhadap prestasi belajar siswa (satisfaction), dan meningkatkan minat diskusi.

Proses peningkatkan minat diskusi siswa pada penelitian ini menggunakan model diskusi Sundicate Group, yaitu suatu kelompok dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3 - 6 siswa (Moedjiono & Hasibuan, 2006: 21). Dalam penelitian tindakan kelas ini, model diskusi tersebut dinamakan model diskusi Tim Ahli. Seperti nama modelnya, dalam diskusi ini terdapat kelompok ahli yang akan melaksanakan diskusi dan presentasi di depan kelas, sehingga diharapkan minat siswa terhadap kegiatan diskusi pada mata pelajaran fisika dapat meningkat. Model diskusi Tim Ahli merupakan pembelajaran diskusi yang menekankan pada kemampuan komunikasi dan pemahaman siswa. Penggunaan diskusi yang bebas dan terbuka dengan para siswa akan sangat menolong, sehingga apabila dapat diselenggarakan, diskusi semacam itu dapat memberikan kesempatan yang baik bagi siswa – siswanya untuk menyampaikan keluhan – keluhan mereka (James & Baker, 2008: 108).

Melalui model pembelajaran yang menarik diharapkan tingkat pemahaman siswa menjadi lebih baik. Pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli adalah


(30)

penelitian tindakan kelas berupa pelaksanaan variasi model pembelajaran sebagai salah satu solusi untuk memecahkan permalahan pendidikan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, psikomotor, dan minat diskusi siswa.

1.2 Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang, secara umum masalah penelitian tindakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah pembelajaran model ARIAS dengan Tim Ahli pada materi alat-alat optik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-MIA 2 SMA Negeri 2 Kebumen?”

Secara khusus permasalahan dalam penelitian tindakan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi alat-alat optik?

(2) Apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa?

(3) Apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa?

(4) Apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan minat siswa terhadap kegiatan diskusi pada mata pelajaran fisika?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakan penelitian tindakan ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli


(31)

pada materi alat-alat optik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-MIA 2 semester II SMA Negeri 2 Kebumen.

Secara khusus tujuan dilaksanakannya penelitian tindakan ini sebagai berikut:

(1) Untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi alat-alat optik.

(2) Untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa.

(3) Untuk mengetaui apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa.

(4) Untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan minat siswa terhadap kegiatan diskusi pada mata pelajaran fisika.

1.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang digunakan pada penelitian deskriptif ini adalah hipotesis tindakan. Menurut Mulyasa (2011: 105-106) hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi sebagai alternatif tindakan yang dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk diteliti melalui PTK. Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbandingan atau perbedaan, bukan hipotesis kontribusi atau pengaruh, dan bukan hipotesis hubungan, tetapi hipotesis tindakan.


(32)

Secara umum hipotesis tindakan penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli pada materi alat-alat optik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-MIA 2 semster II di SMA Negeri 2 Kebumen.

Secara khusus hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi alat-alat optik.

(2) Pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa.

(3) Pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa.

(4) Pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dapat meningkatkan minat siswa terhadap kegiatan diskusi pada mata pelajaran fisika.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

a) Bagi Sekolah

Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi tentang model-model pembelajaran fisika yang atraktif dan komunikatif untuk meningkatkan hasil belajar dan minat diskusi siswa.


(33)

b)Bagi Guru

Bagi guru, model pembelajaran dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam melaksanakan kegiatan mengajar di kelas.

c) Bagi Siswa

Bagi siswa, penelitian ini dapat digunakan untuk membantu proses pemahaman materi pelajaran, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar.

d) Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada pelajaran fisika khususnya materi alat-alat optik melalui model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli, serta menambah pengalaman mengajar.

1.6 Penegasan Istilah

ARIAS

ARIAS adalah nama model pembelajaran dan akronim dari Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction. Model pembelajaran ARIAS merupakan pengembangan dari model pembelajaran ARCS karya John M. Keller. ARCS merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada konsep dan karakteristik motivasional (Keller, 2000: 2)

Tim Ahli

Tim Ahli merupakan model diskusi tipe sundicate group yang mewajibkan siswa melakukan presentasi di depan kelas, sehingga diharapkan mampu meningkatkan pemahaman siswa dan minat diskusi siswa.


(34)

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan pencapaian siswa setelah melakukan proses pengajaran. Bloom, sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2009: 45), membedakan tipe hasil belajar menjadi tiga bidang, yaitu (a) bidang kognitif, (b) bidang afektif, dan (c) bidang psikomotor. Hasil belajar lainnya yang diteliti adalah minat diskusi siswa. Hasil belajar kognitif diukur menggunakan tes, hasil belajar afektif dan psikomotorik diukur menggunakan lembar observasi, sedangkan minat diskusi siswa diukur menggunakan angket.

Cara untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa yaitu dengan memaksimalkan model pembelajaran yang berlangsung, sehingga siswa lebih mudah paham terhadap materi yang diajarkan. Supaya lebih mudah, untuk meningkatkan hasil belajar afektif, psikomotorik, dan minat diskusi siswa dilakukan bersamaan dengan aspek kognitif, yaitu dengan memaksimalkan kegiatan diskusi berkelompok dan presentasi.

Materi Alat – Alat Optik

Materi alat – alat optik merupakan salah satu bab mata pelajaran Fisika tingkat SMA di semester II. Materi alat optik meliputi pembahasan tentang mata, cacat mata, penyakit mata, kamera, lup, mikroskop, dan teropong.

1. 7 Sistematika Skripsi

Sistematika dalam skripsi ini disusun dengan tujuan agar pokok – pokok permasalahan dapat dibahas dengan teratur, mendetail, dan terarah. Sistematika skripsi ini tersusun atas tiga bagian utama, yaitu bagian awal (prawacana), bagian pokok (struktur skripsi), dan bagian akhir.


(35)

1.7.1 Prawacana

Prawacana terdiri atas judul, halaman kosong, pernyataan keaslian penulisan, pengesahan, persembahan, motto, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.7.2 Struktur skripsi

Struktur skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu: pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan penutup. Penjelasan masing-masing bab sebagai berikut:

BAB 1 :Pendahuluan

Menyajikan gagasan pokok yang terdiri atas empat bagian: (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) sistematika skripsi.

BAB 2 : Tinjauan Pustaka

Berisi kajian teori dan hasil - hasil penelitian terdahulu yang menjadi kerangka pikir penyelesaian masalah penelitian.

BAB 3 : Metode Penelitian

Menyajikan gagasan pokok yang terdiri atas: desain penelitian, subjek (sampel dan populasi) dan lokasi penelitian, variabel penelitian dan indikatornya, pengambilan data (bahan, alat atau instrumen, teknik pengambilan data penelitian), dan analisis data penelitian.


(36)

BAB 4 : Hasil dan Pembahasan

Berisi hasil analisis data dan pembahasaannya yang disajikan dalam rangka menjawab permasalahan penelitian.

BAB 5 : Penutup

Berisi kesimpulan dan saran.

1.7.3 Bagian Akhir


(37)

(38)

17

Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Metode belajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa (Sudjana, 2009:76).

Menurut Rifa‟i dan Anni (2009: 82), belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu dengan menguasai konsep dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.

Kegiatan memotivasi siswa didalam proses belajar sangat penting dilakukan guru untuk meningkatkan semangat siswa. Cara memotivasi siswa mempunyai banyak variasi. Crookes and Schmidt sebagaimana yang dikutip oleh Chang dan Lehman (2002: 83) menyatakan bahwa:

...more and more research findings strongly favored intrinsic motivation. How the teacher or instructional designer can motivate non-intrinsically motivated learners and help them learn better is an issue to be resolved.


(39)

2.1 Model Pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli

Model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli merupakan model pembelajaran yang diharapkan mampu menemukan solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi guru seperti yang sudah dijelaskan pada bagian latar belakang. ARIAS merupakan akronim dari Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction yang merupakan pengembangan dari ARCS karya John M. Keller. Model pembelajaran ARCS mempunyai beberapa karakteristik dan kategori sebagai berikut:

...Attention(A), relevance (R), confidence (C), and satisfaction (S). These four categories represent sets of conditions that are necessary for a person to be fully motivated, and each of these four categories has component parts, or subcategories (Table 1), that represent specific aspects of motivation (Keller, 2000: 2).

Menurut Sopah (2007) modifikasi model ARCS menjadi model pembelajaran ARIAS memuat lima komponen, yaitu: (1) attention

(minat/perhatian), (2) relevance (relevansi), (3) confidence (percaya/yakin), (4)

satisfaction (kepuasan/bangga), dan (5) assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention

menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance,

karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence. Walaupun berubah menjadi ARIAS, tetapi konsep model pembelajarannya masih sama dengan ARCS.

Makna modifikasi ARCS menjadi ARIAS adalah yang pertama untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa ada relevansinya dengan kehidupan siswa, baik untuk masa


(40)

sekarang atau masa depan. Proses pembelajaran juga harus menarik untuk memelihara minat/perhatian siswa, kemudian diadakan evaluasi untuk menumbuhkan rasa bangga dan puas dengan memberikan reinforcement

(penguatan).

2.1.1 Karakteristik model ARIAS

Siahaan et al. (2010: 23) menyatakan lima komponen ARIAS adalah : 1. Assurance, (percaya diri), yang berhubungan dengan sikap percaya, yakin

akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil.

2. Relevance, berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang.

3. Interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa.

4. Assessment, yaitu yang berhubungan dengan penilaian terhadap siswa. Penilaian merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid.

5. Satisfaction adalah reinforcement (penguatan) dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa yang penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran. Sopah (2007) juga menyatakan bahwa model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assesment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar.

Kelima komponen dalam pembelajaran ARIAS merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Lima komponen model ARIAS sebagai berikut:


(41)

2.1.1.1 Assurance (percaya diri/yakin)

Assurance (percaya diri/yakin) yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil. Seseorang yang memiliki sikap percaya diri yang sangat tinggi cenderung akan berhasil bagaimanapun kemampuan yang ia miliki. Sikap dimana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian yang positif tentang dirinya.

Sikap percaya diri agar dapat berhasil perlu ditanamkan pada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri, dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain.

Menurut Sopah (2007), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri siswa, antara lain:

(1) Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri.

(2) Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalkan dengan mengatakan kalau kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).


(42)

(3) Memberikan tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah sampai tugas yang sukar. Menyajikan materi bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukaran.

Keller (1987: 5) menjelaskan tentang strategi untuk meningkatkan self-confidence sebagai berikut:

a) allow students opportunity to become independent in learning and practicing a skill.

b) have students learn new skills under low risk conditions, but practice performance of well-learned tasks under realistic conditions.

c) help students understand that the pursuit of excellence does not mean that anything short of perfection is failure, leardn to feel good about genuine accomplishment.

Selain hal tersebut, memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan atau sesuai dengan kemampuan siswa juga mampu menanamkan rasa percaya diri pada siswa. Misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar (Keller & Suzuki, 2004: 179).

2.1.1.2 Relevance (Relevansi)

Relevansi berhubungan dengan kehidupan siswa, baik kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang. Konsep-konsep fisika tidak dapat diajarkan melalui defenisi, tetapi hendaknya melalui contoh-contoh yang relevan. Siswa kan terdorong mempelajari sesuatu yang akan dipelajari jika ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah, tujuan, sasaran yang jelas, ada manfaat, dan relevan dengan kehidupan akan


(43)

mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu memperhatikan unsur relevan ini.

Menurut Keller (1987: 4), ada beberapa strategi untuk meningkatkan relevansi, yaitu:

a) experience b) present worth c) future usefulness d) need matching e) modeling f) choice

Sedangkan menurut Sopah (2007), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran, antara lain:

(1) Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut.

(2) Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

(3) Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai-nilai yang dimiliki siswa.

2.1.1.3 Interest (Perhatian)

Interest berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai


(44)

dengan minat mereka. Membangkitkan dan memelihara minat merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.

Keller (1987: 3) menjelaskan tentang pentingnya perhatian siswa sebagai berikut:

...attention, is an element of motivation and is also a prerequisite for learning. The motivational concern is for getting and sustaining attention. As an element of learning, the concern is for directing attentio to the appropriatestimuli. Atone level, it is fairly easy to gain attention. A dramatic statement, a sharp noise, a quite pause – all of these and many other devices are used.

Sopah (2007) menjelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menarik, antara lain:

(1) Menggunakan cerita atau analogi.

(2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, misalnya berdiskusi, mengajukan pertanyaan, atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.

(3) Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya dari variasi serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.

Keller seperti yang dikutip oleh Chang dan Lehman (2002: 83), menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, perhatian siswa tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk cara mengajar dan memfokuskan pada minat dan perhatian dalam kegiatan pembelajaran.


(45)

2.1.1.4 Assessment (Evaluasi)

Komponen Assessment di dalam model pembelajaran ARIAS disebut evaluasi. Assesment berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Menurut Tyler, seperti yang dikutip oleh Arikunto (2010a: 3) menjelaskan bahwa evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan menurut Hamalik (2002: 30) evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan sistem mengajar/belajar sebagai keseluruhan atau proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seseorang siswa dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Manfaat evaluasi bagi guru adalah sebagai alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa, untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok, untuk merekam apa yang telah dicapai siswa, dan untuk membantu siswa dalam belajar.

Evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Evaluasi diri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin dicapai.

Model pembelajaran ARIAS memasukkan komponen assessment

dikarenakan assessment merupakan salah satu bentuk motivasi. Menurut Mortimore dan Mortimore, seperti yang dikutip oleh Stobart dan Gipps (1998: 10) mengemukakan bahwa:


(46)

Examinations at secondary level are traditionally seen as having great motivating potential: they provide pupils with a powerfull incentive to work, just at the age when they are becoming resistant to parental and teacher control and more interested in the outside world.

Selain hal tersebut, menurut Pasaribu dan Simanjuntak, seperti yang dikutip oleh Ahmadi dan Supriyono (2004: 200), menegaskan bahwa tujuan khusus dari evaluasi diantaranya adalah menemukan sebab – sebab kemajuan atau kegagalan, dan memperbaiki mutu pelajaran/ cara bekerja dan metode belajar.

2.1.1.5 Satisfaction (Kepuasan)

Menurut Francom dan Reeves (2010: 57), salah satu tindakan pada tahap

satisfaction adalah “obtaining student reactions to the new motivational design

and determining student satisfaction level.” Sedangkan menurut Siahaan et al.,

(2010: 23) menyatakan bahwa satisfaction adalah reinforcement (penguatan) yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa dan perlu dalam kegiatan pembelajaran.

Berkaitan dengan rasa puas siswa terhadap hasil belajar siswa, Keller (1987: 6) menjelaskan sebagai berikut:

This category incorporates research and practices that help make people feel good about their accomplishments. According to reinforcement theory, people should be more motivated if the task and the reward are defined, and an appropriate reinforcement schedule is used. Generally this is true, but people sometimes become resentful and even angry when they are told what they have to do, and what they will be given as a reward.


(47)

Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa untuk mencapai keberhasilan berikutnya. Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun non verbal dari orang lain atau lingkungan. Dengan demikian, memberikan penguatan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa.

Menurut Sopah (2007) beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain: (1) Memberi penguatan, penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun

non verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru: bagus kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali, menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan kepada siswa yang telah berhasil melakukan kegiatan.

(2) Memperlihatkan perhatian yang besar pada siswa yang mengalami seperti membimbingnya sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai oleh guru. 2.1.2 Tim Ahli

Tim ahli merupakan model diskusi jenis sundicate group. Jenis diskusi ini terdiri dari 3-6 orang yang berasal dari kelompok utama dan mempunyai tugas membahas tentang materi tertentu (Moedjiono & Hasibuan, 2006: 21). Setelah melakukan diskusi, siswa wajib mempresentasikan pada anggota kelompok utama dan kepada semua siswa di depan kelas.


(48)

Model diskusi penting dilakukan siswa untuk melatih bekerjasama antar sesama teman. Diskusi merupakan kegiatan memecahkan sebuah permasalahan secara bersama-sama untuk mengambil kesimpulan dari permasalahan. Melalui diskusi, siswa berlatih untuk berkomunikasi dengan orang lain secara berkelompok. Siswa juga dituntut untuk aktif mengeluarkan ide/gagasan untuk memberikan pendapat tentang suatu permasalahan melalui kegiatan diskusi. Hal ini mampu merangsang kreativitas, keberanian, membangun kerjasama kelompok, dan melatih sikap saat berkomunikasi dengan orang lain.

Menurut Tarigan (2008: 40), diskusi pada hakikatnya merupakan suatu metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan suatu kegiatan kerjasama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

Bulatau, seperti yang dikutip oleh Mulawati (2011: 15), menyatakan bahwa manfaat diskusi ini adalah tentang pemikiran bersama yang mempunyai kemampuan kreatif, dalam artian realistis. Jika ada yang sejalan, maka hal ini dapat memicu seseorang untuk bertindak dengan daya dorong yang lebih kuat, berkat kerja sama dan keyakinan bersama.

Berdasarkan penjelasan para ahli, model diskusi merupakan hal penting yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran. Menurut Dipodjojo (1984: 64), dalam sebuah dikusi kelompok, tiap anggota kelompok hendaknya menyadari tujuan yang hendak dicapai, adanya hormat - menghormati, dan menghargai pendapat orang lain, serta bersikap tertib dalam bersoal jawab.


(49)

Maka dari itu pembelajaran diskusi diharapkan mampu meningkatkan sikap positif siswa.

Pada penelitian ini, model diskusi Tim Ahli digunakan untuk mendukung model utama ARIAS. Berbagai macam permasalahan siswa yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa, seperti sudah dijelaskan oleh peneliti pada latar belakang, dicoba diselesaikan menggunakan model pembelajaran ini. Model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, baik berupa kognitif, afektif, dan psikomotor, serta minat siswa terhadap kegiatan diskusi pada mata pelajaran fisika.

2.2 Materi Alat-alat Optik

a. Mata

Sistem optik yang paling penting adalah mata. Mata memiliki sebuah lensa cembung yang berfungsi untuk memfokuskan bayangan benda pada lapisan peka cahaya di bagian belakang bola mata yang disebut retina. Retina berisi struktur indra-cahaya yang sangat halus yang disebut batang dan kerucut yang menerima dan memancarkan informasi di sepanjang saraf optik ke otak.

selaput pelangi retina

pupil lensa mata

kornea saraf optic

otot siliari

Gambar 2.1 Diagram mata manusia (Sumarsono, 2009: 112) Secara umum, bagian-bagian mata beserta fungsinya adalah sebagai berikut:


(50)

1. Kornea. Kornea merupakan bagian luar mata yang tipis, lunak, dan transparan. Kornea berfungsi menerima dan meneruskan cahaya yang masuk pada mata, serta melindungi bagian mata yang sensitif di bawahnya.

2. Pupil. Pupil merupakan celah sempit berbentuk lingkaran dan berfungsi agar cahaya dapat masuk ke dalam mata.

3. Iris. Iris adalah selaput berwarna hitam, biru, atau coklat yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya pupil. Warna yang disebabkan oleh iris merupakan warna mata seseorang.

4. Aquaeus Humour. Aquaeus humour merupakan cairan di depan lensa mata untuk membiaskan cahaya ke dalam mata.

5. Otot Akomodasi. Otot akomodasi adalah otot yang menempel pada lensa mata dan berfungsi untuk mengatur tebal dan tipisnya lensa mata.

6. Lensa Mata. Lensa mata berbentuk cembung, berserat, elastis, dan bening. Lensa ini berfungsi untuk membiaskan cahaya dari benda supaya terbentuk bayangan pada retina.

7. Retina. Retina adalah bagian belakang mata yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan.

8. Vitreous Humour. Vitreous humour adalah cairan di dalam bola mata yang berfungsi untuk meneruskan cahaya dari lensa ke retina.

9. Bintik Kuning. Bintik kuning adalah bagian dari retina yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan yang jelas.

10. Bintik Buta. Bintik buta adalah bagian dari retina yang apabila bayangan jatuh pada bagian ini, maka bayangan tampak tidak jelas atau kabur.

11. Saraf Mata. Saraf mata befungsi untuk meneruskan rangsangan bayangan dari retina menuju ke otak. Bentuk lensa kristal dapat diubah sedikit oleh kerja otot siliari.

Apabila mata difokuskan pada benda yang jauh, otot akan mengendur dan sistem lensa mata berada pada panjang fokus maksimumnya, kira-kira 2,5 cm yang merupakam jarak dari lensa ke retina. Apabila benda di dekatkan, otot sililari akan meningkatkan kelengkungan lensa dan mengurangi panjang fokusnya, sehingga bayangan difokuskan ke retina. Proses ini disebut akomodasi. Bayangan yang jatuh di retina adalah nyata, terbalik, dan diperkecil.

Mata Normal

Jarak terdekat yang dapat difokuskan mata disebut titik dekat mata (PP =

punctum proximum). Orang dewasa muda biasanya mempunyai titik dekat ±25 cm, walaupun anak-anak sering kali bisa memfokuskan benda pada jarak 10 cm. Selanjutnya, semakin tua usia seseorang, kemampuan berakomodasi makin kurang dan titik dekat bertambah. Adapun jarak terjauh di mana benda masih dapat terlihat jelas disebut titik jauh (PR = punctum remotum). Mata normal adalah mata yang memiliki titik dekat PP = ±25 cm dan titik jauh PR = tak


(51)

berhingga. Sebagian populasi manusia memiliki mata yang tidak berakomodasi dalam kisaran normal yaitu ±25 cm sampai tak berhingga, atau memiliki kelainan mata yang dikenal sebagai cacat mata.

Rabun Jauh (Miopi)

Miopi atau rabuh jauh disebut juga mata dekat karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini tidak dapat berakomodasi minimum secara normal. Titik jauh matanya kurang dari jauh tak hingga (PR < ~). Sifat tersebut menyebabkan mata miopi yang digunakan untuk melihat benda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina. Miopi biasanya disebabkan oleh bola mata yang terlalu lonjong atau kelengkungan lensa mata yang terlalu besar. Penderita miopi jika ingin melihat benda yang jauh jauh dapat dibantu dengan kacamata lensa negatif (lihat Gambar 2.2).Setelah menggunakan kacamata berlensa cekung ini, bayangan benda yang jauh akan jatuh tepat di retina.

Gambar 2.2 Lensa negatif/divergen/cekung membantu rabun jauh (Handayani & Damari, 2009: 129)

Rabun Dekat (Hipermetropi)

Hipermetropi atau rabun dekat disebut juga mata jauh karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi maksimum secara normal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP > 25 cm). Karena sifat di atas maka setiap melihat benda pada titik baca normal (25 cm) bayangannya akan berada di belakang retina. Untuk mengatasinya diperlukan lensa positif (lihat Gambar 2.3). Bagaimana lensa kaca mata yang dibutuhkan? Jika ingin membaca normal maka benda harus berada pada jarak baca S = 25 cm dan bayangan lensa harus berada pada titik dekat mata S‟ = - PP.

Gambar 2.3 Lensa positif/konvergen/cembung membantu rabun dekat (Sumarsono: 2009: 114)


(52)

Hubungan posisi benda, bayangan yang terbentuk, dan panjang fokus suatu lensa tipis dapat ditulis dalam rumus matematik:

dengan:

s = jarak benda ke mata (m)

s’ = jarak bayangan ke mata (m)

f = panjang fokus lensa (m)

Kemampuan suatu lensa positif untuk mengumpulkan cahaya atau kemampuan lensa negatif untuk menyebarkan cahaya dinyatakan dengan istilah kekuatan lensa (P) dapat dirumuskan sebagai berikut:

dengan:

P = kekuatan lensa (D = dioptri)

f = panjang fokus lensa (m)

Presbiopi

Presbiopi disebut juga mata tua, yaitu mata yang titik dekat dan titik jauhnya telah berubah. Titik dekatnya menjauh dan titik jauhnya mendekat. Berarti mata presbiopi tidak bisa melihat benda dekat maupun jauh dengan jelas. Mata yang memiliki sifat seperti ini mengalami miopi maupun hipermetropi. Cara menanganinya adalah menggunakan kaca mata rangkap. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dituliskan sifat-sifat mata presbiopi sebagai berikut:

(a) PP > 25 cm, (b) PR < ~,

(c) tidak bisa melihat benda jauh maupun dekat, dan

(d) penyelesaiannya merupakan gabungan miopi dan hipermetropi.

Astigmatisma

Astigmatisma biasanya disebabkan oleh kornea atau lensa yang kurang bundar sehingga benda titik difokuskan sebagai garis pendek, yang mengaburkan bayangan. Hal ini dikarenakan kornea berbentuk sferis dengan bagian silindrisnya bertumpuk. Gambar 2.4 menunjukkan bahwa lensa silindris memfokuskan titik menjadi garis yang paralel dengan sumbunya. Mata astigmatisma memfokuskan berkas pada bidang vertikal, katakanlah pada jarak yang lebih dekat dengan yang dilakukannya untuk berkas pada bidang horizontal. Kesimpulannya, cacat mata astigmatisma tidak dapat membedakan garis-garis tegak dengan garis-garis mendatar secara bersama-sama. Astigmatisma dapat ditolong menggunakan lensa silindris yang mengimbanginya.


(53)

Gambar 2.4 Lensa silindris untuk mata astigmatisma (Sumarsono: 2009: 114)

Katarak

Katarak adalah kondisi lensa mata yang terdapat bercak putih seperti awan. Kondisi ini membuat pandangan mata terganggu. Katarak dapat mempengaruhi jarak pandang mata dan mata silau. Katarak umumnya tidak menyebabkan iritasi atau rasa nyeri. Katarak biasanya tumbuh secara perlahan dan tidak menyebabkan rasa sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan mempengaruhi sebagian kecil bagian dari lensa mata anda dan mungkin saja tidak akan mempengaruhi pandangan anda. Saat katarak tumbuh lebih besar maka noda putih akan mulai menutupi lensa mata dan mengganggu masuknya cahaya ke mata. Pada akhirnya pandangan mata anda akan kabur dan mengalami distorsi.

Tanda dan gejala katarak antara lain: (1) pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau asap, (2) sulit melihat pada malam hari, (3) sensitif pada cahaya, dan (4) terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pengobatan katarak biasanya dengan melakukan operasi.

Glaukoma

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat. Bola mata akan membesar dan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata. Oleh sebab itu, saraf mata tidak mendapatkan aliran darah dan mati.

b. Kamera

pencari gambar lensa

diafragma

shutter film


(54)

Kamera adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan bayangan fotografi pada film negatif. Kamera digunakan untuk mengabadikan kejadian-kejadian penting. Kamera terdiri atas beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut:

1. Lensa cembung, berfungsi untuk membiaskan cahaya yang masuk sehingga terbentuk bayangan yang nyata, terbalik, dan diperkecil,

2. Diafragma, adalah lubang kecil yang dapat diatur lebarnya dan berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk melalui lensa,

3. Apertur, berfungsi untuk mengatur besar-kecilnya diafragma,

4. Pelat film, berfungsi sebagai tempat bayangan dan menghasilkan gambar negatif, yaitu gambar yang berwarna tidak sama dengan aslinya, tembus cahaya.

Pelat film menggunakan pelat seluloid yang dilapisi dengan gelatin dan perak bromida untuk menghasilkan negatifnya. Setelah dicuci, negatif tersebut dipakai untuk menghasilkan gambar positif (gambar asli) pada kertas foto. Kertas foto merupakan kertas yang ditutup dengan lapisan tipis kolodium yang dicampuri dengan perak klorida. Gambar yang ditimbulkan pada bidang transparan disebut

gambar diapositif.

Perbedaan mata dengan kamera ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perbedaan kamera dan mata

No Pembeda Kamera Mata

1. tempat bayangan film retina

2. pengatur cahaya diafragma iris

3. jarak bayangan berubah, sesuai dengan jarak benda

tetap

4. jarak fokus tetap berubah, sesuai

dengan jarak benda Sedangkan persamaannya adalah:

Kamera dan mata sama – sama memiliki jenis lensa cembung,

Kamera dan mata sama – sama mempunyai sifat bayangan nyata, terbalik, dan diperkecil.

c. Lup

Lup atau yang diberi nama kaca pembesar merupakan alat optik yang berupa lensa cembung. Alat optik ini digunakan untuk memperbesar benda-benda kecil, biasanya tulisan kecil atau komponen-komponen kecil. Jika ingin memanfaatkan lensa cembung sebagai lup, maka benda harus diletakkan di ruang I lensa ( 0 < S < f ) sehingga sifat bayangannya adalah maya, tegak, dan diperbesar. Penggunaan lup dapat menentukan perbesaran bayangannya.


(55)

Perbesarannya sering digunakan perbesaran sudut (anguler). Persamaannya memenuhi:

dengan:

M = perbesaran anguler

β = sudut penglihatan setelah ada lup α = sudut penglihatan awal

Pengamatan dengan mata berakomodasi maksimum

h’

h α β Sn

S’ = -Sn

Gambar 2.6 Pengamatan tanpa lup dan menggunakan lup (Handayani & Damari, 2009: 131-132)

Pengamatan akomodasi maksimum dengan lup berarti bayangan oleh lensa lup harus berada pada titik dekat mata. Titik dekat normal di sini selalu Sn. Berarti

berlaku:

S’ = - Sn

Benda harus diletakkan dari lup sejauh S. Berdasarkan persamaan pada lensa cembung, nilai S dapat dicari yang menghasilkan rumusan:

Sudah diketahui bahwa perbesaran sudut (anguler) lup adalah:

Berdasarkan gambar 2.6, persamaan tersebut menjadi:

Substitusikan nilai S’ dan S sehingga dapat diperoleh perbesaran anguler lup ketika mata berakomodasi maksimum seperti di bawah ini:

Tanda negatif berarti bayangannya bersifat maya. Sedangkan persamaan tersebut dapat dituliskan:


(56)

dengan

M = perbesaran anguler

Sn = jarak baca normal f = jarak fokus lup

Pengamatan dengan mata tak berakomodasi

Gambar 2.7 Pengamatan menggunakan lup dengan mata tak berakomodasi (Handayani & Damari, 2009: 132)

Pengamatan dengan mata tak berakomodasi berarti bayangan oleh lup harus di jauh tak hingga. Bayangan ini terjadi jika benda ditempatkan pada fokus lensa (S = f ). Perhatikan pembentukan bayangan tersebut pada Gambar 2.7. Dari gambar terlihat nilai tgβ memenuhi:

Menggunakan nilai tg β, maka dapat diperoleh perbesaran anguler lup untuk pengamatan dengan mata tak berakomodasi sebagai berikut:

d. Mikroskop

Mikroskop adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar tampak jelas dan besar. Mikroskop terdiri atas dua buah lensa cembung. Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop yang memiliki dua lensa disebut mikroskop cahaya lensa ganda. Karena mikroskop terdiri atas dua lensa positif, maka lensa objektifnya dibuat lebih kuat daripada


(57)

lensa okuler (fokus lensa objektif lebih pendek daripada fokus lensa okuler). Hal ini dimaksudkan agar benda yang diamati kelihatan sangat besar dan mikroskop dapat dibuat lebih praktis (lebih pendek).

Benda yang akan amati diletakkan pada sebuah kaca preparat di depan lensa objektif dan berada di ruang II lensa objektif (fobj < s < 2 fobj). Hal ini

menyebabkan bayangan yang terbentuk bersifat nyata, terbalik dan diperbesar. Bayangan yang dibentuk lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler.

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) Mikroskop dan (b) diagram berkas cahaya pada mikroskop (Sumarsono, 2009: 118-119)

Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada mikroskop sebagai berikut. 1. Bayangan yang dibentuk lensa objektif adalah nyata, terbalik, dan diperbesar, 2. Bayangan yang dibentuk lensa okuler adalah maya, tegak, dan diperbesar, 3. Bayangan yang dibentuk mikroskop adalah maya, terbalik, dan diperbesar

terhadap bendanya.

Penggunaan mikroskop dengan mata berakomodasi maksimum

Pada mikroskop, lensa okuler berfungsi sebagai lup. Pengamatan dengan mata berakomodasi maksimum menyebabkan bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif harus terletak di ruang I lensa okuler. Hal ini bertujuan agar bayangan akhir yang dibentuk lensa okuler tepat pada titik dekat mata pengamat. Secara matematis perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi maksimum dapat ditulis sebagai berikut:

Perbesaran lup untuk mata berakomodasi maksimum dirumuskan:

Lensa okuler pada mikroskop berfungsi sebagai lup, sehingga perbesarannya mengikuti rumus perbesaran lup. Perbesaran total mikroskop untuk mata berakomodasi maksimum dirumuskan:


(58)

sedangkan panjang mikroskop adalah:

Penggunaan mikroskop dengan mata tak berakomodasi

Mata pengamat dalam menggunakan mikroskop menginginkan tidak berakomodasi, maka lensa okuler harus diatur/digeser supaya bayangan yang diambil oleh lensa objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler atau bayangan lensa okuler di jauh tak hingga (Sok’ = ~). Berarti jarak benda memenuhi Sok = fok.

Perbesaran bayangan pada mata tak berakomodasi dapat ditulis sebagai berikut: Perbesaran lup untuk mata tak berakomodasi dirumuskan:

Lensa okuler pada mikroskop berfungsi sebagai lup, sehingga perbesarannya mengikuti rumus perbesaran lup. Perbesaran total mikroskop untuk mata tak berakomodasi dirumuskan:

sedangkan panjang mikroskop adalah:

atau

e. Teleskop/Teropong

Teropong disebut juga dengan nama teleskop. Teropong merupakan alat optik yang dapat digunakan untuk membantu melihat benda-benda jauh. Teropong tersusun oleh dua lensa utama seperti mikroskop. Lensa yang dekat objek juga diberi nama lensa objektif dan yang dekat mata lensa okuler. Lensa okuler pun punya sifat yang sama yaitu berfungsi sebagai lup.

Teropong bintang

Dasar dari semua jenis teropong adalah teropong bintang yaitu teropong yang digunakan untuk melihat benda-benda di langit. Setiap teropong diharapkan dapat digunakan untuk melihat bayangan dengan cara berakomodasi minimum, sehingga pembentukan bayangan oleh teropong bintang dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini:


(59)

Berdasarkan gambar tersebut, sinar dari benda (bintang) di jauh tak hingga akan dibiaskan menuju fokus lensa objektif. Kemudian oleh lensa okuler akan dibentuk bayangan di jauh tak hingga lagi (akomodasi minimum) yang memiliki sifat :

maya, terbalik, diperbesar. Gambar 2.9 juga memperlihatkan bahwa panjang teropong atau jarak antara dua lensanya memenuhi:

sedangkan perbesaran teropong ketika mata berakomodasi minimum adalah:

Teropong Bumi

Teropong bumi adalah teropong yang digunakan untuk melihat benda-benda jauh di bumi. Supaya bayangan tegak maka teropong bumi dapat dirancang dari teropong bintang dengan menambahkan lensa pembalik. Perbesaran yang terjadi sama dengan persamaan pada teropong bintang, tetapi panjang teropongnya memenuhi persamaan berikut:

Gambar 2.10 Pembentukan bayangan oleh teropong bumi (Handayani & Damari, 2009: 138)

Teropong Panggung

Teropong panggung memiliki fungsi yang sama dengan teropong bumi. Tetapi untuk membalik bayangannya (supaya tegak) digunakan lensa negatif (cekung) pada lensa okuler.

Gambar 2.9 Pembentukan bayangan oleh teropong bintang (Handayani & Damari, 2009: 137)


(60)

Spyglass & Teropong Prisma Spyglass dan teropong prisma

Jenis teropong spyglass ini menggunakan lensa ketiga (“lensa medan”) yang berfungsi untuk membuat bayangan tegak seperti digambarkan pada Gambar 2.12. Spyglass harus cukup panjang, sehingga sangat kurang praktis. Rancangan yang paling praktis sekarang ini adalah teropong prisma yang diperlihatkan pada Gambar 2.13. Objektif dan okuler merupakan lensa konvergen. Prisma memantulkan berkas dengan pantulan internal sempurna dan memendekkan ukuran fisik alat tersebut, dan juga berfungsi untuk menghasilkan bayangan tegak. Satu prisma membalikkan kembali bayangan pada bidang vertikal, yang lainnya pada bidang horizontal.

Gambar 2.12 Skema pembentukan cahaya oleh teropong spyglass (Sumarsono, 2009: 125)

Gambar 2.13 Pantulan cahaya internal sempurna oleh teropong prisma (Sumarsono, 2009: 125)

Teropong Pantul

Teropong jenis ini disebut teropong pantul karena jalannya sinar di dalam teropong dengan cara memantul. Pembentukan bayangan pada teropong pantul terlihat seperti pada Gambar 2.14.

Pada teropong pantul, cahaya yang datang dikumpulkan oleh sebuah cermin melengkung yang besar. Cahaya tersebut kemudian dipantulkan ke mata pengamat oleh satu atau lebih cermin yang lebih kecil.

cahaya datang

cermin datar

Gambar 2.11 Pembentukan bayangan oleh teropong panggung (Handayani & Damari, 2009: 138)


(61)

cermin objektif cekung

cermin pengamat

datar sekunder pengamat

2.3 Kerangka Berfikir

Berdasarkan data observasi, kami menemukan beberapa permasalahan yang dihadapi siswa sehingga menyebabkan hasil belajar kurang maksimal. Permasalahan tersebut adalah:

a) Kurangnya rasa percaya diri siswa dalam mengerjakan soal fisika, b) Model yang digunakan dalam pembelajaran fisika kurang menarik,

c) Siswa merasa kurang mendapatkan motivasi supaya selalu semangat dan antusias ketika menerima pelajaran Fisika,

d) Sebagian besar siswa tidak memahami manfaat ilmu fisika untuk masa depan mereka,

e) Siswa sering merasa bosan pada kegiatan pembelajaran fisika,

f) Siswa kurang mendapatkan latihan soal dan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan,

g) Siswa masih jarang melakukan kegiatan diskusi sehingga minat siswa terhadap kegiatan diskusi kurang.

Sebagian besar guru masih menggunakan model konvensional yang menempatkan siswa cukup mendengarkan saja pada penjelasan guru. Kegiatan pembelajaran seperti itu tidak memecahkan permasalahan siswa, sehingga Gambar 2.14 Pembentukan bayangan pada teropong pantul (Nurachmandani,


(62)

menyebabkan hasil belajar rendah atau kurang maksimal. Hubungan permasalahan siswa terhadap hasil belajar ditampilkan pada skema berikut ini:

Berdasarkan berbagai permasalahan siswa, saya mencoba menggunakan Berdasarkan berbagai permasalahan siswa, saya mencoba menggunakan model pembelajaran nonkonvensional yang lebih mengutamakan kegiatan diskusi dan motivasi siswa. Model pembelajaran yang dimaksud adalah ARIAS dengan Tim Ahli. Model ini mencakup solusi untuk sebagian besar permasalahan siswa. Skema ditampilkan seperti gambar berikut ini:

Masalah Belajar Hasil Belajar Kurang Maksimal/Rendah Konvensional/ Pembelajaran Pasif Kurang percaya diri

Model pembelajaran kurang menarik Kurangnya motivasi Tidak paham kemanfaatan fisika Bosan

Kurang minat diskusi Kurangnya evaluasi, d.l.l.

Kognitif, Afektif, Psikomotorik, Minat diskusi Model Masalah Belajar Target Hasil Belajar ARIAS dengan Tim Ahli Kurang percaya diri

Model pembelajaran kurang menarik Kurangnya motivasi Tidak paham kemanfaatan fisika Bosan

Kurang minat diskusi Kurangnya evaluasi, d.l.l. Kognitif, Afektif, Psikomotorik, Minat diskusi. Model

Gambar 2.15 Skema hubungan permasalahan siswa dan hasil belajar ketika pembelajaran fisika menggunakan model konvensional


(63)

BAB 3

Maksimal/Naik Gambar 2.16 Skema hubungan permasalahan siswa dan target hasil belajar ketika pembelajaran fisika menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli.


(64)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research (CAR). Saat ini penelitian tindakan kelas sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di semua jenjang dan jenis sekolah (Arikunto, 2010b: 132). Terdapat satu pendekatan pembelajaran populer di Jepang yang dikenal dengan nama Lesson Study. Terkenalnya Lesson Study hampir bersamaan dengan Peneltian Tindakan Kelas (PTK), sehingga dapat dikatakan bahwa Lesson Study dan PTK merupakan “saudara sekandung”. Perbedaannya terletak pada pengamat, jika dalam PTK pengamatnya satu orang, sedangkan pada Lesson Study pengamatnya merupakan kelompok (Arikunto, 2010b: 136).

Menurut Kemmis dan Mc. Taggart, seperti yang dikutip oleh Muslich (2012: 8), PTK adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan dengan sikap mawas diri. Sedangkan menurut Hopkins, yang juga dikutip oleh Muslich (2012: 8), menjelaskan bahwa PTK adalah bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dan praktik pembelajaran.


(65)

Ada beberapa ahli yang menekuni penelitian tindakan, salah satunya adalah Kurt Lewin. Menurut Arikunto (2010b: 130-131), model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:

(a) Perencanaan atau planning,

(b) Tindakan atau acting,

(c) Pengamatan atau observing, dan (d) Refleksi atau reflecting.

Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan berulang. “Siklus” inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama dari penelitian tindakan, yaitu bahwa penelitian tindakan harus dilaksanakan dalam bentuk siklus, bukan hanya satu kali intervensi saja.

Apabila digambarkan dalam bentuk visualisasi, maka model siklus penelitian tindakan kelas secara umum digambarkan sebagai berikut:

Siklus II Siklus I

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Mulyasa, 2011: 73) 1. Rencana

2. Tindakan 3. Observasi

4. Refleksi

1. Rencana

4. Refleksi 2. Tindakan


(66)

Belum terselesaikan

Belum terselesaikan

Gambar 3.2 Skema prosedur pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Identifikasi masalah

Pengajaran sains masih berfokus pada guru dan ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Sehingga siswa hanya menerima fakta-fakta yang harus dihafal dan aplikasi dalam kehidupan

sehari-hari kurang diperhatikan

SIKLUS I Perencanaan I

Melakukan observasi awal dan

Menyiapkan perangkat pembelajaran

ARIAS dengan Tim Ahli.

Tindakan I

Melaksanakan kegiatan pembelajaran model ARIAS dengan Tim Ahli

Observasi I

Melakukan pengamatan terhadap

aktivitas dan hasil pengajaran.

Refleksi II

Dilakukan analisis mengenai proses, hasil dan hambatan yang dijumpai

Perencanaan II

Menyempurnakan model pembelajaran dan menyiapkan perangkat pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli.

Tindakan II

Melaksanakan kegiatan pembelajaran model ARIAS dengan Tim Ahli

Refleksi II

Dilakukan analisis mengenai proses, hasil

dan hambatan selama proses

pembelajaran.

Observasi II

Melakukan pengamatan terhadap

aktivitas dan hasil pengajaran.

SIKLUS II

Sudah terselesaikan? Perencanaan III

Menyempurnakan lagi perangkat pembelajaran.

Tindakan III

Melaksanakan kegiatan pembelajaran model ARIAS dengan Tim Ahli.

Refleksi III

Menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap pelaksanaan pembelajaran

Observasi III

Melakukan pengamatan terhadap

aktivitas dan hasil pengajaran.


(67)

Adapun penjelasan masing-masing tahap dari setiap siklus penelitian tindakan kelas ini, dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti secara kolaboratif mengadakan kegiatan setiap siklusnya sebagai berikut :

1) Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dan guru,

2) Mengamati teknik pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran fisika sebelumnya,

3) Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran fisika sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, 4) Menyusun skenario proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran

ARIAS dengan Tim Ahli,

5) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi alat-alat optik sesuai silabus SMA/MA dan menyiapkan perlengakapan model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli,

6) Menyusun Lembar Diskusi Siswa (LDS) materi alat-alat optik, 7) Menyusun tes evaluasi,

8) Menyiapkan angket untuk mengetahui minat diskusi siswa,

9) Menyusun lembar observasi berupa lembar afektif dan psikomotorik yang digunakan untuk menilai kegiatan siswa dalam proses pembelajaran,

10) Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran,


(68)

11) Berkonsultasi dengan guru tentang pelaksanaan model pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli,

12) Memberi tahu siswa bahwa akan dilaksanakan pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli, dan

13) Membuat nomor undi untuk pembentukan kelompok. 2. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan pada tahap ini untuk setiap siklus adalah melaksanakan skenario pembelajaran ARIAS dengan Tim Ahli sesuai rencana. Pada tahap ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program pembelajaran, pengambilan atau pengumpulan data hasil angket, lembar observasi, dan hasil test. Secara kolaboratif, peran saya pada pada tahap pelaksanaan tindakan adalah:

1) Sebelum pembelajaran dimulai, mempersiapkan kelengkapan pembelajaran berupa ruang kelas yang rapi, buku pelajaran, dan piranti LCD,

2) Melaksanakan pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli dengan penuh semangat dan tanggung jawab,

3) Melaksanakan pembelajaran sekaligus mengamati proses pembelajaran di kelas secara langsung,

4) Menerima pertanyaan/konsultasi guru terhadap model pembelajaran yang berlangsung,

5) Mengendalikan siswa dalam proses pembentukan kelompok,

6) Memberikan motivasi – motivasi terhadap siswa secara langsung maupun dengan media gambar dan video yang ditampilkan melalui LCD,


(69)

8) Menyebarkan lembar angket yang harus diisi siswa dan dikumpulkan pada waktu istirahat kedua, dan

9) Menutup pembelajaran dan berkonsultasi dengan siswa tentang kekurangan – kekurangan dalam pembelajaran.

Sedangkan peran guru dan pengamat pada pembelajaran di kelas adalah sebagai berikut:

1) Mengamati proses pembelajaran di kelas,

2) Melakukan penilaian aspek afektif dan psikomotorik,

3) Mencatat kekurangan – kekurangan peneliti ketika melaksanakan pembelajaran, dan

4) Ikut mengendalikan kelas,

Peran siswa dalam pelaksanaan tindakan ini adalah:

1) Menerima pembelajaran menggunakan model ARIAS dengan Tim Ahli secara cermat, aktif, dan kreatif,

2) Membentuk kelompok besar dan kecil, 3) Melakukan diskusi kelas,

4) Melaksanakan presentasi di depan teman – teman anggota kelompoknya dan di depan kelas,

5) Mengerjakan soal – soal formatif yang diberikan guru di akhir setiap siklus, 6) Mengisi angket dengan sungguh-sungguh, dan

7) Memberi masukan, kritikan, ataupun saran terhadap pelaksanaan pembelajaraan, guru mata pelajaran, peneliti, atau model pembelajaran yang sudah diterima siswa,


(70)

3. Observasi

Kegiatan yang dilaksanakan setiap siklus pada tahap ini adalah melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat memberikan hasil kurang maksimal. Observasi dilakukan oleh pengamat dengan membentuk satu tim. Observasi yang dilakukan setiap siklusnya bertujuan untuk:

1) Mengamati proses pembelajaran di kelas apakah sesuai dengan skenario atau tidak,

2) Mengamati perilaku dan kegiatan siswa selama mengikuti pembelajaran yang ditulis melalui lembar observasi,

3) Mengumpulkan data tentang kekurangan – kekurangan pelaksanaan model pembelajaran,

4) Ikut mengawasi siswa ketika mengerjakan tes formatif, dan

5) Tahap observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, sehingga hasil observasi lebih akurat,

4. Refleksi

Refleksi merupakan analisis hasil pengamatan dan hasil tes. Pada akhir setiap siklus diadakan diskusi tentang kegiatan pembelajaran yang sudah berlangsung. Secara kolaboratif kegiatan refleksi yang dilakukan guru, siswa, dan pengamat adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis tentang kegiatan pembelajaran yang sudah berlangsung berdasarkan data – data yang diperoleh selama proses pengamatan,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)