kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya semakin besar power
distance guru dengan siswa, semakin berorientasi feminin, semakin
berorientasi kolektif, semakin kuat tingkat uncertainty avoidance siswa, maka menguatkan derajat hubungan antara kecerdasan
emosional dengan prestasi belajar siswa. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian bahwa ada pengaruh
kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kota
Madya Yogyakarta.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh locus of control
terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hai ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan
bahwa nilai probabilitas
ρ
= 0,003 lebih kecil dari nilai alpha a = 0,05. Artinya semakin kecil locus of control siswa cenderung eksternal, maka
semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.
Keberhasilan seseorang dalam belajar tidak semata- mata diukur dari IQ saja, akan tetapi juga dipengaruhi tingkat kecerdasan emosional
EQ. Kecerdasan emosional emotional intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain Goleman, 2001:512. Semakin
tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar.
Siswa dengan locus of control internal secara signifikan mempunyai prestasi yang lebih tinggi Robbin, 2002:42. Siswa dengan
locus of control internal adalah pribadi yang tidak mudah terpengaruh,
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, mempunyai motif berprestasi dan merasakan adanya hubungan antara usaha yang dia lakukan dengan
hasil yang akan diterimanya. Dengan demikian semakin locus of control cenderung berorientasi internal, maka akan semakin menguatkan
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Deskripsi prestasi belajar menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa termasuk dalam kategori baik 353 siswa88,25. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat diketahui tingkat penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang diberikan oleh guru cukup baik. Deskripsi tingkat kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar siswa termasuk
dalam kategori tinggi 249 siswa62,25. Hal tersebut tampak dalam kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan mengelola emosi sehingga bisa meraih prestasi belajar seperti yang diinginkannya.
Deskripsi locus of control menunjukkan bahwa tingkat locus of control
siswa sebagian besar termasuk dalam kategori internal 347 siswa96,78. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
dan perkembangan locus of control siswa diantaranya adalah faktor usia, pengalaman akan suatu perubahan, pelatihan dan pengalaman. De Charms
London dan Exner, 1978:293 membuktikan bahwa efektifitas program pelatihan dan pengalaman yang bisa meningkatkan locus of control
internal. Selain itu, penelitian Barnes London dan Exner, 1978:293 menemukan bahwa pengalaman berkemah yang terstruktur dapat
meningkatkan locus of control internal. Demikian pula dengan penelitian Levens serta Gottesfeld dan Dozier London dan Exner, 1978:293
mengenai pengalaman berorganisasi dalam masyarakat. Penelitian- penelitian tersebut menunjukkan bahwa locus of control dapat berubah
karena pengalaman-pengalaman yang selanjutnya berdampak pada peningkatan kepercayaan diri, keberanian dan kemandirian pribadi.
Kecerdasan emosional merupakan faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar. Jika kecerdasan emosional anak
berkembang baik, maka akan mempengaruhi hasil belajarnya, dan menjadi anak yang mampu berprestasi. Pelatihan-pelatihan emosional self
sciencesocial developmentlife skill merupakan upaya mengembangkan
pengenalan emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan dapat membina hubungan dengan orang
lain sehingga akan membentuk keseimbangan mental antara nalar dan perasaan atau emosi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada locus of control yang semakin eksternal hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
semakin kuat. Hal demikian menunjukkan bahwa pada siswa SMP pada umumnya belum memiliki kemandirian atau keyakinan pada diri sendiri.
Peran pihak luar orang tua , guru dll akan lebih dominan terhadap apa yang perlu dilakukan termasuk di dalam belajar.
2. Pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
Hasil menunjukkan bahwa ada pengaruh kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Hal
ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas
ρ
= 0,003 lebih kecil dari alpha a=0,05. Artinya, pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berorientasi power distance
besar, femininity dan uncertainty avoidance yang kuat maka semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi
belajarnya. Pada kultur keluarga yang demikian akan tercipta iklim yang demokrasi serta keterbukaan dalam keluarga, ketaatan pada norma dan
aturan dalam keluarga dan pada akhirnya membawa anak pada kesadaran akan pentingnya prestasi belajar untuk kehidupan di masa yang akan
datang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Deskripsi kultur keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang berasal dari keluarga dengan power distance kecil 206
siswa51,5, collectivism 248 siswa 62, masculinity 159 siswa 39,75, dan uncertainty avoidance yang lemah 209 siswa52,25.
Siswa yang berasal dari keluarga denga n power distance kecil mempunyai ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih
tua sebagai dasar kebaikan, dan tidak tergantung kepada orang tua. Siswa yang berasal dari keluarga dengan ciri collectivism mempunyai sikap
demokratis dalam keluarga, kemampuan mengelola keuangan, kesetiaan pada kelompok, kebutuhan untuk berkomunikasi, merasa bersalah jika
melanggar peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga dengan ciri masculinity
menngalami pembagian peran orang tua, perhatian pada semua anggota keluarga, dan mempunyai hasrat hidup lebih baik. Siswa yang berasal dari
keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah akan mempunyai sikap mampu menyikapi situasi ketidakpastian sebagai
sesuatu yang wajar, tidak cemas dalam menghadapi persoalan hidup dan mempunyai fleksibilitas dalam penetapan aturan keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan kultur keluarga yang berorientasi power distance
besar, collectivism, femininity dan uncertainty avoidance yang kuat maka semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan
emosional dengan prestasi belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di SMP yang diteliti mempunyai keluarga yang kurang harmonis, merasa
bersalah jika melanggar aturan, lebih suka belajar kelompok, tidak selalu menjadikan rumah sebagai sarana belajar juga terbukti memiliki
kecerdasan emosional yang kuat dan prestasi belajar yang baik. 3. Pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional
dengan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kultur
sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang
menunjukkan nilai probabilitas
ρ
=0,000 lebih kecil dari nilai alpha a=0,05. Artinya semakin kultur sekolah berorientasi power distance
besar, femininity dan uncertainty avoidance yang kuat maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajarnya.
Kultur sekolah yang baik akan bisa meningkatkan kinerja anggotanya, peningkatan kinerja sekolah, terjaminnya sinergi antar warga sekolah,
interaksi yang menyenangkan, sehingga pada akhirnya bisa memacu prestasi belajar siswa.
Deskripsi kultur sekolah menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance kecil 206
siswa51,5, collectivism 194 siswa 48,5, masculinity 231 siswa 57,75, dan uncertainty avoidance yang sedang 223 siswa55,75.
Siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance kecil mengalami perlakuan yang sama dengan siswa lain, proses pembelajaran yang
terpusat pada siswa, memperoleh kesempatan untuk bertanya, bebas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyampaikan kritik, komunikasi dua arah pada saat proses pembelajaran dikelas, mempunyai aturan dalam sekolah, mampu mengembangkan
bakatnya, serta orang tua merasa diuntungkan dengan adanya pembelajaran di sekolah. Siswa yang berasal dari sekolah dengan ciri
collectivism mangalami kebebasan dalam mengungkapkan pendapat,
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru, merasa diterima oleh orang lain, bersikap positif dalam mengerjakan tugas, dan mempunyai
tujuan untuk berprestasi. Siswa yang berasal dari sekolah dengan ciri masculinity
mengalami suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi, dan mendapatkan pengajaran dari guru-guru yang kompeten.
Sedangkan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance
sedang yaitu bisa menerima kekurangan dari guru, dan adanya kedekatan hubungan antara guru, siswa, serta orang tua.
Hasil penelitian menunjukkan kultur sekolah yang berorientasi power distance
besar, collectivism, femininity dan uncertainty avoidance yang kuat maka semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan
emosional dengan prestasi belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa SMP yang diteliti dan mempunyai siswa yang nakal, tidak bersikap positif
terhadap tugas yang diberikan guru, tidak adanya kompetensi dalam kelas, ketidak jelasan guru dalam mengajar juga terbukti memiliki kecerdasan
emosional yang kuat dan prestasi belajar yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
BAB V PENUTUP