Kultur sekolah KAJIAN PUSTAKA

individualism , mencakup: demokrasi dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu mengelo la keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya keluarga. Indikator dari femininity vs masculinity, mencakup: relasi antara orang tua dan anak ada jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati. Indikator dari uncertainty avoidance mencakup: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.

C. Kultur sekolah

1. Pengertian kultur sekolah Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam bentuk fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai- nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Antropolog Clifford Geertz yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Merujuk pada konteks organisasi Depdiknas, 2002 kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu tumbuh dan berkembang sesuai nilai- nilai dan spirit atau keyakinan yang dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok. Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang bersifat unik pula. Vembrianto, 1993:81-82. Tiap-tiap sekolah mempunyai kultur yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah mempunyai aturan, kebiasaan, serta lambang- lambang yang memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan. Kultur mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa. Apa yang dihayati siswa berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan dan juga sikap terhadap nilai-nilai bukan berasal dari kurikulum sekolah yang bersifat formal melainkan berasal dari kultur sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembangan berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujudkan pada keseluruhan anggota sekolah Depdiknas, 2002. Jadi, sesuai dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kulitas kehidupan sekolah. Menurut Dapiyanta 1995:93, kultur sekolah merupakan perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses. Kultur sekolah yang positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif akan tercermin dalam organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta penampilan fisik Arief Ahmad, http:www.pikiran- rakyat.comcetak 1004II0310.htm. Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai- nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah http:www.geocities.compakguruonline pradigma_pdd_ms_depan_36.httm 2. Dimensi kultur sekolah Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a national level, a regional level etc, a gender level, ageneration level, a social class level, dan an organizational or corporate level Hofstede, 1994:10. Pada tingkat nasional kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance from weak to strong. Dimensi power distance jarak kekuasaan merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dimensi power distance mencakup indikator: perlakuan guru terhadap proses pembelajaran, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua di sekolah, aturan dan norma di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran sekolah. Indikator dari collectivism vs individualism, mencakup: kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Indikator dari femininity vs masculinity, mencakup: suasana kompetisi kelas, berorientasi pada prestasi, dan kompetesi guru. Indikator dari uncertainty avoidance, mencakup: tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan kedekatan hubungan antara guru, siswa dan orang tua.

D. Kecerdasan Emosional

Dokumen yang terkait

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

0 1 282

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo.

0 1 294

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta.

0 0 265

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta - USD Repository

0 0 263

SKRIPSI PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 205

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 2 203

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 0 292

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta - USD Repository

0 1 280

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 210

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar : survei pada siswa-siswi kelas 3 SMP Negeri dan swasta di Kota Madya Yogyakarta - USD Repository

0 0 318