Latar Belakang Pendidikan Guru Bimbingan dan Konseling

72 Sejalan dengan pendapat di atas, dalam Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 pasal 34 ayat 6 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 seratus lima puluh peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas guru bimbingan dan konseling adalah 1 melakukan observasi atau need assessment pada siswa terkait dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar akademik, dan karirnya, 2 merumuskan atau merencanakan program berdasarkan hasil observasi atau need assessment, 3 melaksanaan program kegiatan bimbingan dan konseling pada paling sedikit 150 siswa, melalui layanan dasar, responsif, perencanaaan individual, dan dukungan sistem yang bersifat preventif, preservatif maupun korektif, 4 melaksanakan evaluasi terhadap hasil penyelenggaraan program kegiatan bimbingan dan konseling, 5 menganalisis dan menindaklanjuti hasil evaluasi, 6 mengadministrasikan hasil kegiatan bimbingan dan konseling serta mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada kordinator guru pembimbing atau kepada kepala sekolah, 7 menampilkan pribadi sebagai figur moral yang berakhlak mulia dan respek terhadap pemimpin, kolega, dan siswa, 8 berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan sekolah yang menunjang peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

3. Latar Belakang Pendidikan Guru Bimbingan dan Konseling

Layanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan pekerjaan profesional. Perkerjaan profesional ini memerlukan persyaratan mengenai kualifikasi akademik yang harus dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus 73 dimiliki oleh guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 tentang Guru pasal 1 ayat 2. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 9 menyebutkan bahwa kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pendidikan tinggi program sarjana merupakan pendidikan akademik yang diperuntukan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penalaran ilmiah Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 18. Sejalan dengan pernyataan di atas, dalam Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 tentang Guru pasal 5 ayat 2 juga menyatakan bahwa kualifikasi akademik guru diperoleh melalui program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan atau program pendidikan non kependidikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang guru minimal harus melalui pendidikan tinggi program sarjana S-1 atau program diploma empat D-IV untuk menjadi seorang guru yang mampu mengembangkan diri menjadi profesional. Hal ini diberlaku juga pada guru bimbingan dan konseling dikarenakan keberadaaan guru bimbingan dan konseling atau disebut juga konselor dinyatakan sebagai kualifikasi seorang pendidik sejajar dengan kualifikasi guru. Perkembangan dunia pendidikan menyebabkan tuntutan semakin tinggi, begitu pula pada kebutuhan konselor yang lebih bermutu dan berkualifikasi lebih tinggi. Pada Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 tentang Guru pasal 46 menyebutkan bahwa guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya serta untuk memperoleh 74 pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Oleh karena itu, guru dapat menempuh program Magister S-2 ataupun program Doktor S-3 untuk mengembangkan kompetensinya agar lebih profeisonal. Menurut Tohirin 2013: 117-118, guru bimbingan dan konseling atau konselor yang diangkat berdasarkan pendidikan dan sesuai kualifikasi akademik, yaitu berlatar belakang pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling, maka disebut guru bimbingan dan konseling atau konselor profesional. Sedangkan, guru bimbingan dan konseling atau konselor yang diangkat tidak berdasarkan latar belakang profesinya disebut guru bimbingan dan konseling atau konselor nonprofessional. Dikatakan nonprofresional karena latar belakang pendidikannya tidak berkaitan langsung dengan bidang tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor. Kenyataan di lapangan pun ternyata demikian, masih ada guru bimbingan dan konseling yang memiliki kualifikasi akademik tidak sesuai dengan bidang tugasnya. Ada keuntungan dan kelemahan tersendiri bagi guru bimbingan dan konseling yang dipegang oleh guru mata pelajaran tertentu. Anas Salahudin 2010: 200 mengatakan bahwa keuntungannya adalah guru mempunyai alat yang praktis untuk mengadakan pendekatan terhadap anak-anak karena dapat melihat keadaan anak-anak dengan lebih seksama dan dapat mengamati anak dengan sebenarnya di dalam kelas, situasi menjadi luwes, tidak kaku, dan setiap waktu, guru dapat bertindak sebagai pembimbing, serta kebutuhan akan tenaga pembimbing segera dapat dipenuhi yang dapat ditempuh dengan job training bagi guru-guru. Kelemahannya adalah karena guru berhubungan dengan soal mata pelajaran dan ini berhubungan langsung dengan nilai, anak-anak akan kurang terbuka untuk menyatakan problemnya, lebih-lebih kalau mengenai staf pengajar. Selain itu, 75 tanpa disadari, ada kemungkinan guru pembimbing lebih menekankan kepada kelas-kelas yang diajarnya daripada kelas-kelas yang lain, dan dengan ditambahkannya tugas guru sebagai guru bimbingan dan konseling, itu berarti menambah beban pertanggungjawaban dari guru sehingga jalannya bimbingan bisa saja terjadi secara simpang siur.

D. Tingkat Pemahaman Keterampilan Konseling Guru Bimbingan dan Konseling