Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Menurut Depkes 2004, tempat penyimpanan bahan baku makanan
harus dalam keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi.
Menurut Prabu 2009 lokasi penyimpanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme seperti
jamur, bakteri, virus, parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan.
Apabila dibandingkan dengan 6 prinsip hygiene sanitasi maka penyimpanan bahan baku pulut tidak memenuhi syarat kesehatan. Karena mengacu pada
Kepmenkes No. 715MenkesSKV2003 untuk penyimpanan bahan baku pulut, seharusnya disimpan dalam gudang. Adapun cara penyimpanannya tidak menempel
pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut : d.
Jarak makanan dengan lantai 15 cm e.
Jarak makanan dengan dinding 5 cm f.
Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.
5.1.3. Pengolahan Bahan Baku Makanan
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa penilaian dalam prinsip pengolahan bahan baku makanan yang memenuhi syarat kesehatan pada industri
rumah tangga diantaranya adalah semua industri 100 penjamah makanan tidak menderita penyakit menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut
sejenisnya, mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, tidak batuk atau bersin dihadapan makanan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung, menggunakan
Universitas Sumatera Utara
air yang bersih dalam setiap pengolahan, peralatan dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap pengolahan, peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan,
peralatan tidak gompel atau retak. Menurut Azwar 1996 sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usaha-
usaha hygiene dan sanitasi diantaranya adalah hygiene perorangan dan praktek- praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan, dan
Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua industri memiliki kondisi
dinding dalam keadaan baik, penerangan dalam ruangan cukup, langit-langit rata dan bersih, tidak terdapat lubang-lubang, tersedia tempat mencuci tangan dan air yang
cukup, sumber air yang digunakan dari PAM sumur. Dari segi fisik dan kimia terlihat sudah memenuhi syarat. Dimana air tersebut terlebih dahulu dimasak sampai
mendidih sebelum digunakan untuk proses pengolahan makanan kipang pulut. Menurut Kepmenkes No 942 Tahun 2003, air yang digunakan dalam
penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan persyaratan hygiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum, serta air bersih yang
digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih. Dan kriteria penilaian yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah terdapat
beberapa penjamah yang bercakap-cakap saat menangani makanan, 80 industri tidak menggunakan APD celemek, tutup kepala, sarung tangan, bahkan ada
Universitas Sumatera Utara
penjamah yang tidak memakai pakaian lengkap hanya memakai baju tidak berlengan singlet dan celana pendek.
Perilaku seorang penjamah yang tidak hygiene dapat menjadi sumber penularan penyakit terhadap makanan seperti perpindahan bakteri sehingga
menyebabkan penyakit. Untuk menghindarinya maka seorang penjamah tidak boleh merokok, menggaruk anggota badan, batuk, bersin atau menderita penyakit mudah
menular, tidak menggunakan perhiasan saat menjamah makanan serta selalu mencuci tangan saat hendak menjamah makanan.
Menurut Chenliyana 2007 Pada tahap pengolahan bahan makanan yang perlu diperhatikan adalah pengawasan perilaku sehat para pekerja dan pakaian
pekerja, pengolahan makanan, pencucian alat dan pembersihan ruangan. Agar menghasilkan makanan yang bersih, sehat, aman dan bermanfaat bagi
tubuh maka diperlukan pengolahan yang baik dan benar. Penjamah makanan harus menggunakan APD seperti celemek, tutup kepala, sarung tangan dan penutup mulut
untuk menghindari kontaminasi terhadap makanan. Sebab hidung, mulut, telinga, isi perut serta kulit merupakan sumber pencemaran dari tubuh manusia Depkes, 2004.
Ada beberapa industri untuk tempat sampah menggunakan ember yang tidak tertutup dan ada juga yang menggunakan keranjang. Hal ini dapat menyebabkan
pencemaran sebab sampah dapat menjadi sarang vektor penyakit dan mikroorganisme phatogen seperti nyamuk, lalat, tikus, kecoa dll, serta dapat mencemari udara
sekitarnya, dimana lalat dan tikus adalah sumber pencemar yang cukup potensial pada makanan dan dapat menyebabkan penyakit apabila makanan sudah
dikontaminasi oleh vektor tersebut. Menurut Mulia 2005 Sanitasi makanan yang
Universitas Sumatera Utara
buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan
kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Terdapat 40 industri yang pengolahnya tidak memiliki pengetahuan tentang
bahaya bahan tambahan pangan, misal zat pewarna, tidak memiliki ruangan bebas vektor lalat, tikus, dll, dan lantai tidak dalam keadaan bersih, tidak kering, lembab,
dan licin. Terdapat 30 industri yang pengolahnya sambil merokok, menggaruk anggota badan hidung, telinga, mulut atau bagian lainnya, dan terdapat 20
industri yang pengolahnya menggunakan perhiasan misal emas yaitu kalung dan cincin serta tempat pengolahannya tidak memiliki ventilasi yang baik. Ruangan yang
baik harus dilengkapi ventilasi agar terjadi pergantian udara yaitu O2 dan CO2 sehingga ruang tidak lembab dan bau dan tidak cocok pertumbuhan bakteri di
ruangan tersebut. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang
baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu
diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan Mulia, 2005.
Untuk pengolahan kipang pulut menggunakan minyak goreng, dimana sebagian besar industri menggunakan minyak goreng maksimal sampai 2x
Universitas Sumatera Utara
penggorengan. Tetapi ada juga industri yang menggunakan minyak goreng lebih dari 2x pemakaian, dan jelas hal tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.
5.1.4. Pengangkutan Makanan Jadi