Pemahaman responden tentang ladang berpindah

4. Pemahaman responden tentang ladang berpindah

Perambahan hutan yang tak terkendali berupa konversi hutan menjadi lahan pertanian merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan hutan. Sistem ladang berpindah biasanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang bersinggungan langsung dengan pemanfaatan hutan. Sistem ladang berpindah merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu yang telah turun temurun. Tabel 38 Pemahaman responden tentang ladang berpindah No Pernyataan Distribusi pemahaman Mamahak Teboq Lutan TS R S TS R S 1 Sistem ladang berpindah merupakan 0,00 3,33 96,67 10,00 0,00 90,00 tradisi yang sudah ada sejak dulu 2 Sistem ladang berpindah dapat 20,00 0,00 80,00 16,67 3,33 80,00 merusak hutan 3 Pertanian yang menggunakan sistem 16,67 0,00 83,33 13,33 3,33 83,33 ladang berpindah merupakan sistem yang kurang baik 4 Sistem ladang berpindah rawan terjadi 16,67 0,00 83,33 43,33 3,33 53,33 konflik sosial antar masyarakat 0 6 . 4 6 4 6 . Sebanyak 80 responden Desa Mamahak Teboq dan 90 responden Desa Lutan memahami bahwa sistem ladang berpindah dapat merusak hutan. Meski masyarakat memahami bahwa dengan membakar hutan dapat berdampak negatif terhadap hutan dan meskipun mereka menyadari bahwa dengan sistem ladang berpindah dapat merusak hutan tapi mereka tetap saja melakukan aktivitas tersebut dengan alasan mereka tidak ada pilihan lain dan mereka mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian untuk mengklaim lahan tersebut menjadi hak milik mereka. Aktifitas perladangan berpindah yang terjadi di hutanhutan yang merupakan daerah tangkapan air seperti yang ada di hulu Sungai Muring, sempadan Sungai Pariq dan Sungai Benturak. Ladang berpindah merupakan sistem yang sudah mereka lakukan turun temurun karena dengan sistem tersebut mereka dapat meperoleh hasil panen yang mampu mencukupi kebutuhan pangan mereka. Masyarakat mengolah lahan tanpa menggunakan pupuk sehingga apabila tanah yang diolah dimanfaatkan pada rotasi berikutnya tidak akan memperoleh hasil panen yang memuaskan bahkan dapat terjadi gagal panen. a Hutan berubah menjadi ladang padi b Kerusakan hutan akibat perlada dan berada di kawasan hutan produksi. ngan berpindah. c Pembukaan hutan menjadi kebun. d Pembukaan hutan dengan cara membakar hutan untuk dijadikan perladangan. Gambar 11 Kerusakan hutan akibat perladangan berpindah. Kegiatan perladangan berpindah berkembang pada areal yang kaya lahan dan kekurangan tenaga kerja. Waktu yang dibutuhkan untuk membuka ladang cukup lama dan terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Kegiatankegiatan tersebut adalah memeriksa tanah menebas pada bulan AprilJuni, kegiatan mencincang pada bulan Juli, kegiatan membakar dan menugaltanam pada bulan Agustus Oktober, kegiatan merumput pada bulan NovemberDesember dan panen pada bulan Februari sampai Maret. Biasanya petani harus berusaha lebih bekerja keras meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia daripada mengintensifkan produksi lahan per unit. Terlihat dari tahapantahapan kegiatan yang harus dilakukan untuk membuka hutan untuk membuat ladang mereka. Sebanyak 83,33 responden di kedua desa setuju bahwa sistem ladang berpindah merupakan sistem yang kurang efektif. Hal ini karena selain membutuhkan waktu yang cukup lama, mereka juga harus mengeluarkan biaya yang sangat besar dalam pembukaan lahan. Meskipun panen telah berakhir, ladang yang telah dimanfaatkan tidak ditinggalkan begitu saja. Beberapa dari mereka kembali menanami ladangnya dengan berbagai jenis tanaman buahbuahan, sayursayuran bahkan tanaman keras seperti sengon dan karet. Namun, ada juga beberapa dari mereka membiarkan bekas ladang tersebut menjadi belukar sehingga hutan tumbuh kembali masa bera lahan. Menurut Carol dan Richard 1997, meski terdapat dampak negatif ladang berpindah terhadap kerusakan hutan terdapat juga dampak positifnya terhadap kelestarian hutan yaitu masa bera mempunyai fungsi ekologi yang penting dalam melestarikan kesuburan tanah dan kualitas serta ketersediaan air, mengurangi rumput, hama, dan masalah penyakit. Sebanyak 83,33 responden Desa Mamahak Teboq dan 53,33 Desa Lutan menyatakan bahwa sistem ladang berpindah rawan terjadi konflik sosial antar masyarakat. Namun terdapat beberapa responden yang tidak setuju dengan hal tersebut karena menurut mereka apabila pembukaan lahan dilakukan dengan baik dan diketahui oleh tetangga yang memiliki ladang berdekatan dengan kawasan yang akan dibuka akan mengindari konflik. Jawaban responden mengenai beberapa pertanyaan tentang ladang berpindah menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap kerusakan hutan akibat ladang berpindah tergolong tinggi.

5. Pemahaman responden tentang kelestarian hutan