Critical Value menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata lima persen. Hasil VECM untuk seluruh model dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 4.6 Hasil Estimasi VECM
Variabel Koefisien
T – statistik
Jangka Pendek
DLN_KREDIT-1 -0.175195
-1.45753 DLN_IHSG-1
-0.041952 -1.59816
DSBI-1 0.004033
0.89199 DLN_CPI-1
-0.098185 -0.66412
DLN_ER-1 0.054824
0.97106 DLN_IPI-1
-0.064574 -2.34037
C 0.020831
6.87248 DUMMY_1
0.005622 0.65968
DUMMY_2 0.007244
1.07863 CointEq1
0.006096 0.12771
CointEq2 0.010547
2.08694 CointEq3
0.001341 1.39552
Jangka Panjang
LN_CPI-1 1.673338
11.4450 LN_ER-1
-0.833174 -2.60755
LN_IPI-1 2.848556
8.04873 C
-19.57391 -
signifikan pada taraf nyata 5
Tabel diatas merupakan rangkuman hasil analisis VECM untuk signifikansi variabel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pada
analisis jangka pendek, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi kedua IHSG sebesar 0.01 persen yang secara statistik signifikan.
Sedangkan pada persamaan kointegrasi pertama KREDIT dan kointegrasi ketiga SBI terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan yang secara statistik tidak
signifikan. Selain itu, hanya variabel IPI yang signifikan mempengaruhi kredit pada jangka pendek. Untuk jangka panjang, variabel CPI, ER, dan IPI terbukti
signifikan secara statistik memengaruhi kredit.
4.3 Analisis Impulse Response Function
Perilaku dinamis dari model VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan atau guncangan dari variabel tersebut maupun
terhadap variabel endogen lainnya. Dalam model ini response dari perubahan masing-masing variabel dengan adanya informasi baru diukur dengan satu standar
deviasi. Sumbu horizontal merupakan waktu dalam periode hari ke depan setelah
terjadinya shock, sedangkan sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel
terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang respon cenderung
konsisten dan terus mengecil. Impulse Response Function memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan
pada satu variabel lainnya BAPEPAM, 2008.
4.3.1 Analisis Impulse Response Function untuk KREDIT
Gambar 4.7 menunjukkan guncangan variabel IHSG yang direspon negatif oleh kredit sepanjang periode peramalan. Kestabilan kredit dalam menghadapi
guncangan IHSG mulai terlihat di periode ke-6. Dalam teori, harga saham mencerminkan ekspektasi atau harapan investor akan aktivitas ekonomi riil di
masa mendatang. Oleh karena itu, adanya perubahan harga saham merupakan sinyal bahwa akan terjadi perubahan juga dalam aktivitas ekonomi riil di masa
yang akan datang. Berdasarkan sisi inilah permintaan kredit dipengaruhi Kim dan
Moreno, 1994. Negatifnya respon kredit terhadap guncangan IHSG ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kim dan Moreno
1994 serta Ibrahim 2006. Hal ini disebabkan karena harga saham di Indonesia selama periode penelitian belum menjadi cerminan ekspektasi investor terhadap
aktivitas ekonomi riil di masa mendatang, yang berakibat pada negatifnya permintaan kredit dan pada akhirnya akan direspon negatif juga oleh penawaran
kredit. Guncangan variabel SBI direspon negatif oleh kredit sepanjang periode
peramalan. Negatifnya respon kredit ini berarti ketika suku bunga SBI meningkat, maka kredit akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh naiknya tingkat bunga simpanan dan otomatis meningkatkan suku bunga pinjaman atau suku bunga
kredit. Tingginya suku bunga menyebabkan terjadinya negative interest margin pada perbankan. Hal ini pada gilirannya telah menurunkan modal perbankan
secara drastis. Menurunnya modal perbankan tentunya akan menyebabkan kebutuhan pendanaan dunia usaha semakin terbatas Agung, et all. 2001.
Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan SBI mulai terjadi pada periode ke-10.