4.3 Analisis Impulse Response Function
Perilaku dinamis dari model VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan atau guncangan dari variabel tersebut maupun
terhadap variabel endogen lainnya. Dalam model ini response dari perubahan masing-masing variabel dengan adanya informasi baru diukur dengan satu standar
deviasi. Sumbu horizontal merupakan waktu dalam periode hari ke depan setelah
terjadinya shock, sedangkan sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel
terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang respon cenderung
konsisten dan terus mengecil. Impulse Response Function memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan
pada satu variabel lainnya BAPEPAM, 2008.
4.3.1 Analisis Impulse Response Function untuk KREDIT
Gambar 4.7 menunjukkan guncangan variabel IHSG yang direspon negatif oleh kredit sepanjang periode peramalan. Kestabilan kredit dalam menghadapi
guncangan IHSG mulai terlihat di periode ke-6. Dalam teori, harga saham mencerminkan ekspektasi atau harapan investor akan aktivitas ekonomi riil di
masa mendatang. Oleh karena itu, adanya perubahan harga saham merupakan sinyal bahwa akan terjadi perubahan juga dalam aktivitas ekonomi riil di masa
yang akan datang. Berdasarkan sisi inilah permintaan kredit dipengaruhi Kim dan
Moreno, 1994. Negatifnya respon kredit terhadap guncangan IHSG ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kim dan Moreno
1994 serta Ibrahim 2006. Hal ini disebabkan karena harga saham di Indonesia selama periode penelitian belum menjadi cerminan ekspektasi investor terhadap
aktivitas ekonomi riil di masa mendatang, yang berakibat pada negatifnya permintaan kredit dan pada akhirnya akan direspon negatif juga oleh penawaran
kredit. Guncangan variabel SBI direspon negatif oleh kredit sepanjang periode
peramalan. Negatifnya respon kredit ini berarti ketika suku bunga SBI meningkat, maka kredit akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh naiknya tingkat bunga simpanan dan otomatis meningkatkan suku bunga pinjaman atau suku bunga
kredit. Tingginya suku bunga menyebabkan terjadinya negative interest margin pada perbankan. Hal ini pada gilirannya telah menurunkan modal perbankan
secara drastis. Menurunnya modal perbankan tentunya akan menyebabkan kebutuhan pendanaan dunia usaha semakin terbatas Agung, et all. 2001.
Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan SBI mulai terjadi pada periode ke-10.
Gambar 4.7 Respon KREDIT terhadap guncangan variabel IHSG, SBI, CPI, ER, dan IPI
Respon negatif akibat guncangan CPI sebesar satu standar deviasi terjadi hingga akhir periode peramalan. Kestabilan kredit dalam merespon guncangan
CPI mulai terlihat sejak periode ke-9. Semakin tinggi tingkat inflasi
-.008 -.004
.000 .004
.008 .012
.016
5 10
15 20
25 30
35
Response of LN_KREDIT to LN_IHSG
-.008 -.004
.000 .004
.008 .012
.016
5 10
15 20
25 30
35
Response of LN_KREDIT to SBI
-.008 -.004
.000 .004
.008 .012
.016
5 10
15 20
25 30
35
Response of LN_KREDIT to LN_CPI
-.008 -.004
.000 .004
.008 .012
.016
5 10
15 20
25 30
35
Response of LN_KREDIT to LN_ER
-.008 -.004
.000 .004
.008 .012
.016
5 10
15 20
25 30
35
Response of LN_KREDIT to LN_IPI
Response to Cholesky One S.D. Innovations
mengakibatkan tingkat suku bunga simpanan akan naik. Adanya tingkat suku bunga simpanan yang meningkat, tingkat suku bunga kredit secara otomatis akan
meningkat pula sehingga akan mengakibatkan penurunan permintaan kredit. Guncangan variabel ER direspon negatif oleh kredit sepanjang periode
peramalan. Kredit mencapai kestabilan dalam merespon guncangan ER setelah periode ke-8. nilai tukar yang terdepresiasi akan menyebabkan pengembalian
utang dalam bentuk valuta asing meningkat sehingga beban utang yang harus dibayar oleh debitur akan membesar dan sebagai akibatnya banyak debitur yang
default. Risiko nilai tukar tersebut menyebabkan terjadi penurunan outstanding kredit.
Guncangan IPI direspon positif oleh kredit sepanjang periode peramalan, artinya ketika terjadi peningkatan IPI maka akan terjadi pula peningkatan pada
kredit. Peningkatan IPI mencerminkan peningkatan aktivitas dunia usaha. Peningkatan aktivitas dunia usaha akan direspon dengan pengembangan usaha,
misalnya membangun pabrik dan proyek baru. Untuk melakukan hal tersebut, dunia usaha membutuhkan pembiayaan eksternal agar pengembangan usaha
terjadi secara berkelanjutan. Dengan struktur pembiayaan sektor riil Indonesia yang masih bergantung pada kredit perbankan, peningkatan aktivitas dunia usaha
akan menyebabkan peningkatan permintaan kredit perbankan. Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan IPI dapat terlihat pada periode ke-14.
4.3.2 Analisis Impulse Response Function untuk IPI