Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik

Teknologi pertanian yang semakin mutakhir dan dapat diperbaharui renewable menimbulkan perubahan yang signifikan dalam kegiatan usahatani, khususnya tanaman pangan. Menurut Andoko 2002, peran serta teknologi pertanian dalam kegiatan usahatani menjadikan pertanian tradisional berubah menjadi pertanian modern. Perubahan yang ditimbulkan dalam pertanian modern dapat berupa perubahan yang positif dan negatif. Perubahan yang positif dari pertanian modern adalah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan berbagai cara, antara lain penggunaan benihbibit unggul, penggunaan pupuk kimia yang menyebabkan lahan menjadi subur, dan pembasmian hama dan penyakit tanaman menggunakan pertisida kimia. Selain perubahan positif, pertanian modern juga menyebabkan perubahan negatif dalam jangka panjang. Dampak negatif dari penggunaan benihbibit unggul berkaitan dengan keanekaragaman hayati, yaitu tersingkirnya bahkan punahnya jenis tanaman lain akibat penanaman dan pengembangan hanya varietas-varietas yang menguntungkan secara ekonomis. Selanjutnya, dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara berkesinambungan adalah perusakan tanah dalam jangka panjang, yaitu struktur tanah yang secara alami gembur menjadi sangat keras. Dampak negatif selanjutnya adalah penggunaan pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia yang awalnya bertujuan hanya untuk membasmi hama ternyata turut membasmi organisme yang bukan menjadi target penyemprotannya, yaitu organisme yang berjasa menguraikan serasah dedaunan menjadi tanah yang kaya bahan organik sehingga membuat tanah tetap subur dan gembur. Selain itu, penggunaan pestisida kimia dalam proses budidaya tanaman pangan dapat menyebabkan keracunan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Keracunan tersebut dapat berupa timbulnya penyakit kanker, stroke, bahkan kebutaan baik bagi orang yang mengonsumsi tanaman hasil semprotan pestisida kimia maupun petani yang terlibat langsung dalam kegiatan penyemprotan dengan pestisida kimia. Oleh karena adanya dampak negatif akibat penggunaan bibit unggul, pupuk, dan pestisida kimia, manusia pun berusaha mengembangkan teknik 13 budidaya yang aman, baik untuk lingkungan maupun manusia sebagai konsumen produk tanaman pangan. Teknik budidaya tersebut kemudian dikembangkan dengan cara organik pertanian organik, yaitu teknik budidaya yang menggunakan input-input yang berbahan dasar organik. Input-input yang digunakan dalam teknik budidaya organik misalnya benih varietas lokal yang relatif masih alami, pupuk organik seperti kandang, kompos, dan lain-lain, serta pestisida nabati. Oleh karena itu, produk pangan yang dibudidayakan secara organik terbebas dari residu zat berbahaya. Pertanian pangan organik merupakan suatu sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk mendaur ulang hara secara alami yang berasal dari limbah tanaman pupuk kompos, ternak pupuk kandang, dan limbah lainnya yang mampu meningkatkan kesuburan dan memperbaiki struktur tanah Sutanto 2002. Mekanisme sistem budidaya organik adalah mentransfer unsur hara dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang ke dalam tanah melalui proses mineralisasi. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui beberapa tahapan sehingga menghasilkan bentuk senyawa organik yang dapat diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara sistem budidaya organik dengan sistem budidaya konvensional anorganik. Mekanisme sistem budidaya konvensional adalah memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dalam takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tanpa melalui beberapa tahapan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem budidaya organik antara lain bentuk bahan yang susah untuk diperoleh bulkiness, takaran bahan organik yang harus dalam jumlah banyak, dan persaingan dengan kepentingan lain di luar bidang pertanian untuk memperoleh bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk memperoleh input-input organik daripada input-input kimia. Oleh karena itu, pertanian organik belum dapat diterapkan secara murni. Diperlukan masa transisi dalam perubahan dari sistem budidaya konvensional menjadi sistem budidaya organik. Hal-hal yang dilakukan dalam masa transisi tersebut misalnya adalah tetap menggunakan pupuk kimia pada tahap awal penerapan sistem budidaya organik, terutama pada tanah yang miskin unsur hara. Seiring dengan berjalannya 14 waktu dan proses pembangunan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik yang berkesinambungan, secara perlahan penggunaan pupuk kimia berkadar hara tinggi dapat dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik. Perpaduan budidaya organik dan konvensional disebut dengan Sistem Gizi Tanaman TerpaduSGTT Integrated Plant Nutrient SystemINPS atau dapat juga disebut sebagai Pengelolaan GiziNutrisi Terpadu. Sistem ini sudah mulai dikembangkan oleh badan dunia FAO Food Association Organization dan diterapkan di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik. Salah satu komoditas dalam tanaman pangan yang telah banyak dibudidayakan secara organik di Indonesia adalah tanaman padi. Menurut Andoko 2002 tidak terdapat banyak perbedaan dalam membudidayakan padi secara organik maupun konvensional. Perbedaannya hanya terdapat pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar. Varietas benihbibit yang digunakan dalam budidaya padi secara organik adalah benihbibit non-hibrida. Tujuan penggunaan benih.bibit non-hibirda adalah untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Selain itu, varietas benihbibit non-hibrida memungkinkan untuk ditanam secara organik karena varietas benihbibit non-hibrida dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami sedangkan benihbibit hibrida dikondisikan untuk dibudidayakan secara anorganik, antara lain harus menggunakan pupuk kimia dan harus menggunakan pestisida kimia dalam pemberantasan hama dan penyakit. Langkah-langkah budidaya padi secara organik antara lain adalah sebagai berikut Andoko 2002: 1. Pemilihan Varietas Padi hibrida kurang cocok untuk ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, padi hibrida pada umumnya hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami, antara lain rojolele, mentik, pandan, dan lestari. 2. Pembenihan 15 Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Dalam penyeleksian benih, perlu diperhatikan kualitas benih. Spesifikasi benih yang bermutu adalah jenis yang murni, bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Penggunaan benih yang ideal pada setiap hektar tanah yang akan ditanami 30 kg. 3. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan- bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Pembajakan sawah dapat menggunakan traktor atau cara tradisional dengan tenaga hewan biasanya memanfaatkan kerbau. Pembajakan sawah dengan kedua cara tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu pembalikan tanah. Akan tetapi, menurut pengalaman padi organik, cara pembajakan tradisional memberikan hasil yang lebih baik. 4. Penanaman Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah memiliki tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5 sampai dengan 6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama dan penyakit, serta berjenis varietas seragam. Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas. Umur terbaik varietas genjah 100 sampai dengan 115 hari untuk dipindahkan adalah 18 sampai dengan 21 hari, varietas sedang sekitar 130 hari adalah 21 sampai dengan 25 hari, dan varietas dalam sekitar 150 hari adalah 30 sampai dengan 45 hari. Jarak tanam di lahan pun mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietas memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih lebar dibandingkan dengan tanah sawah kurang subur. 16 5. Penyulaman Penyulaman merupakan penggantian bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati dengan bibit baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam untuk mencegah pertumbuhan padi yang tidak serentak. 6. Pengolahan Tanah Ringan Pengolahan tanh ringan biasanya dilakkukan sekitar dua puluh hari setelah tanam. Tujuan pengolahan tanah ringan adalah menukar udara, yaitu memasukkan oksigen ke dalam tanah dan menguapkan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anaerobik di dalam tanah. 7. Penyiangan Penyiangan pertama dilakukan seminggu setelah pengolahan lahan ringan. Tujuan penyiangan adalah memberantas tanaman liar atau tanaman pengganggu gulma yang masih tumbuh seiring pertumbuhan padi. Pertumbuhan tanaman tersebut menyebabkan timbulnya persaingan dengan tanaman padi dalam memperoleh zat hara dari tanah. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma dan membuangnya ke luar areal sawah atau dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya. Dalam satu musim tanam, dilakukan tiga kali penyiangan, yaitu pada saat tanaman berumur empat minggu, 35 hari, dan 55 hari. 8. Pemasukan dan Pengeluaran Air Teknik penggenangan sawah dilakukan dengan menyesuaikan ketinggian air dengan fase pertumbuhan tanaman. Pada fase awal pertumbuhan, sawah harus digenangi air setinggi 2 sampai dengan 5 cm dari permukaan tanah selama 15 hari. Pada fase pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3 sampai dengan 5 cm. Pada masa bunting, ketinggian genangan air ditingkatkan kembali sampai sekitar 10 cm karena pada masa ini air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak. Pada fase pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5 sampai dengan 10 cm. Bila mulai tampak keluar bunga, sawah perlu dikeringkan selama 4 sampai dengan 7 hari agar pembungaan berlangsung secara serentak. Pada saat bunga 17 muncul serentak, air segera dimasukkan kemballi dengan ketinggian tetap 5 sampai dengan 10 cm. Sedangkan pengeringan sawah dilakukan hanya pada fase sebelum bunting selama 4 sampai dengan 5 hari dan fase pemasakan biji hingga saat padi dipanen. Tujuan utama pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah, memacu pertumbuhan anakan, meningkatkan suhu dalam tanah, meningkatkan perombakan bahan organik oleh jasad renik, mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi berbagai hama. 9. Pemupukan Kegiatan pemupukan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembajakan kedua. Jenis pupuk organik yang digunakan sebagai pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 5 ton ha. Pemupukan susulan pada budidaya padi secara organik dilakukan tiga kali selama satu musim tanam. Pemupukan susulan tahap I dilakukan saat tanaman berumur sekitar 15 hari dengan menggunakan jenis pupuk kandang matang sebanyak 1 tonha atau kompos fermentasi sebanyak 05 tonha. Pemupukan susulan tahap II dilakukan seminggu sekali saat tanaman berumur 25 sampai dengan 60 hari dengan menggunakan jenis pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur N yang tinggi sebanyak 1 liter pupuk dilarutkan dalam 17 liter air. Pemupukan susulan tahap III dilakukan seminggu sekali saat tanaman memasuki fase generatif atau pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari dengan menggunakan pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur P dan K tinggi sebanyak 2 sampai dengan 3 sendok makan pupuk P organik dicampurkan dalam 15 liter pupuk K organik. 10. Pemberantasan Hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit padi organik perlu dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik perangkap atau umpan, dan kimia pestisida organiknabati. Selanjutnya, jenis-jenis gulma, hama, dan penyakit yang biasa menyerang tanaman padi, baik yang anorganik maupun organik adalah sebagai berikut Andoko 2002: 18 1. Jajagoan Echinochloa crus-galli, merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan basah, dan mampu menghasilkan biji dengan pertumbuhan yang sangat baik terutama bila tanah banyak mengandung unsur Nitrogen. Saat masih muda, rumput ini seruppa dengan tanaman padi sehingga sulit dibedakan. Pada tanaman padi di bawah umur 60 hari, jajagoan menjadi gulma yang sangat serius. 2. Sunduk gangsir Digtaria ciliaris, merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan agak kering , dan mampu bertahan hidup dalam kondisi agak ekstrim. 3. Teki Cyperus rotundus, merupakan sejenis rumput berbatang segitiga dan berumbi, memperbanyak hanya menggunakan batang bawah umbi walaupun menghasilkan biji, mampu tumbuh dan berkembang dalam berbagai kondisi tanah dan lingkungan, dan umbinya mampu bertahan hidup walaupun di areal persawahan yang tergenang atau kekeringan dalam waktu lama. 4. Eceng, merupakan tanaman berdaun lebar dan bersifat annual, sering dijumpai pada tanaman padi sawah, memperbanyak dengan biji, dan hidup di berbagai tempat basah atau genangan air. Pembudidayaan padi secara organik tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama-hama tersebut tergolong hama penting karena serangannya dapat merugikan petani. Jenis hama-hama tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Wereng, merupakan serangga kecil yang pada saat dewasa menghisap cairan pada pangkal batang dan buir padi yang masih lunak sehingga padi yang terserang menjadi layu, menguning, dan akhirnya mati. Jenis-jenis wereng yang menyerang padi antara lain: wereng cokelat Nilaparvata lugens, wereng hijau Nephotettix virescens, wereng zig-zag Deltocephalus dorsalis, dan wereng putih Cofana spectra. 2. Walang sangit Leptocorisa oratorius, merupakan bertubuh ramping dengan tungkai dan antena memanjang dan menghisap setiap bulir padi, baik yang baru berisi maupun lama berkali-kali sehingga warnanya menjadi kecokelatan dan hampa. 3. Penggerek batang, menyerang padi pada saat masih muda dengan tanda daun termuda mengering dan mudah dicabut sundep, dan menyerang padi pada 19 saat berada pada fase berbunga dengan tanda batang terpotong sehingga malai menjadi kering beluk. Jenis-jenis penggerek batang yang menyerang padi antara lain: penggerek batang bergaris Chilo supressalis, penggerek batang kuning Tryporyza incertulas, dan penggerek batang merah jambu Sesamia inferens. 4. Ganjur Orseolia oryzae, merupakan serangga berbentuk nyamuk berwarna kemerahan yang memakan bagian padi di antara dasar titik timbuj dan pucuk tanaman sehingga seludang daun di sekelilingnya menjadi tumbuh berongga. 5. Tikus Rattus argentiventer, merupakan binatang bersifat jera hama, yaitu tidak akan memangsa umpan beracun lagi bila pernah memangsanya dan menyerang tanaman padi mulai dari yang masih di persemaian, stadia vegetatif, maupun setelah membentuk biji. Sedangkan jenis-jenis penyakit yang sering menyerang padi antara lain sebagai berikut: 1. Bercak cokelat, disebabkan oleh cendawan Helmintosporium oryzae yang mengakibatkan kehilangan hasil sampai 50 persen dan kualitas bijinya rendah. Gejala serangannya antara lain timbul bercak-bercak cokelat seperti biji wijen pada daun atau gabah. 2. Blast, disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae yang dipicu oleh penggunaan pupuk N terlalu tinggi dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Gejala serangannya antara lain muncul bercak berbentuk seperti mata pada daun padi. 3. Tungro, disebabkan oleh virus tungro yang dibawa oleh hama wereng yang mengakibatkan padi menjadi kerdil dan daun bewarna kuning atau jingga.

2.2 Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Komoditas Padi

Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 11 194

Kelembagan Berkelanjutan dalam Pertanian Organik (Studi Kasus Komunitas Petani Padi Sawah, Kampung Ciburuy,Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

6 103 177

Evaluasi kemitraan petani padi dengan lembaga pertanian sehat dompet dhuafa republika desa Ciburuy, kecamatan Cigombong kabupaten Bogor

0 4 216

Penataan kelembagaan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat (studi di kampung Ciburuy, desa Ciburuy, kecamatan Cigombong, kabupaten Bogor)

1 22 173

Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)

1 8 217

Analisis efisiensi teknis, pendapatan dan peranan kelembagaan petani pada usahatani padi sehat (Kasus Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 15 282

Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

0 6 107

Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,Kabupaten Bogor

3 28 148

Penerapan LEISA pada Usahatani Padi Sehat dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Usahatani di Gapoktan Harapan Maju dan Gapokan Silih Asih, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 10 98

Potensi Konsolidasi Pengelolaan Lahan Padi Sawah Di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

0 8 54