146
VIII. PEMBAHASAN UMUM
8.1. Karakteristik dan Delineasi Dampak ENSO dan IOD terhadap Curah
Hujan dan Dinamika Kalender Tanam di Wilayah Monsunal dan Equatorial
Penelitian diawali dengan melakukan pemilihan wilayah sentra produksi padi yang dibedakan berdasarkan pola hujan baik di wilayah monsunal maupun
equatorial. Untuk wilayah monsunal diwakili oleh provinsi Jawa Barat dan pola hujan equatorial diwakili Sumatera Barat sebagai sentra produksi padi nasional.
Karakterisasi dan delineasi anomali iklim yang disajikan dalam bentuk spasial dari nilai korelasi antara curah hujan dengan flukutuasi ENSO dan IOD dengan
maksud untuk mempermudah dalam menentukan daerah yang sensitif terhadap anomali iklim.
Secara umum dampak ENSO dan IOD terhadap curah hujan di Jawa Barat lebih jelas bila dibandingkan dengan di wilayah Equatorial. Aldrian and Susanto
2003 juga menyimpulkan bahwa pengaruh El NiñoLa Niña berbeda pada setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda. Di daerah dengan pola hujan monsun
pengaruh anomali iklim tersebut kuat, pada daerah berpola hujan equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola hujan lokal tidak jelas.
Dampak paling merugikan bagi tanaman pangan apabila kedua fenomana tersebut mengakibatkan kekeringan. Menurut Bang and Sitango 2003,
kekeringan terjadi bila curah hujan berada di bawah kondisi normal dan berlangsung cukup lama sehingga menghasilkan ketidakseimbangan hidrologi
yang berakibat buruk terhadap produksi pertanian. Tingkat keparahan dapat diamati melalui tingkat cekaman air, durasi dan luas terkena dampak.
Di Indonesia pada umumnya kekeringan terjadi bila musim kemarau semakin panjang dan terjadinya penurunan curah hujan pada musim hujan. Dalam
20 tahun terakhir peristiwa ENSO menyebabkan kekeringan yang parah dan dapat menyebabkan mundurnya waktu panen padi Fox 2000; Harger 1995; Holmes
1998; Falcon et al. 2004. Dampak kedua anomali iklim tersebut akan mulai tampak saat memasuki musim kemarau periode Juni - Agustus, meskipun masih
belum besar. Dampak terhadap penurunan curah hujan mulai terlihat jelas saat
147 memasuki periode pancarobatransisi yaitu pada periode September - November.
Pada kondisi tersebut curah hujan mulai meningkat, namun karena perkembangan ENSO dan IOD juga mulai meningkat, maka peningkatan curah hujan pun akan
terganggu akibat kedua anomali iklim tersebut. Pengaruh kedua anomali tersebut mulai berkurang saat memasuki periode Desember – Februari karena terjadi
musim hujan serta perkembangan ENSO dan IOD mulai menurun kecuali saat terjadi El Niño kuat dan IOD positif secara bersamaan, penurunan curah hujan
terus berlangsung hingga Januari – Februari. Penurunan curah hujan yang tercatat pada 75 stasiun hujan di Jawa Barat
bersamaan dengan terjadinya El Niño dan IOD positif yang terjadi pada periode September - November, menjadi indikator kuat dampak ENSO dan IOD. Dampak
penurunan curah hujan tersebut menjadi sangat berarti mengingat lebih dari 80 luas sawah padi di Jawa Barat terpengaruh oleh anomali tersebut. Penurunan
curah hujan pada periode September - November sangat mengganggu jadual tanam, karena sebagian besar waktu tanam pada Musim Tanam I di Jawa Barat
berada pada periode tersebut. Akibat munculnya El Niño dan IOD positif, beberapa kabupaten di wilayah Pantai Utara Jawa Barat seperti Bekasi, Subang,
Karawang, Indramayu dan Cirebon dan sebagian Kuningan dan Majalengka mengalami kondisi yang tidak menguntungkan karena terjadi penurunan curah
hujan dibandingkan dengan tahun normalnya. Namun kabupaten yang paling serius terkena dampak adalah Indramayu. Pada wilayah-wilayah yang
diindikasikan terkena dampak, akibat berkurangnya curah hujan waktu tanam mundur sekitar 2 – 5 dasarian dari jadual pada umumnya di wilayah tersebut.
Pengunduran waktu tanam pada awal musim tanam berakibat pada mundurnya jadual tanam pada musim tanam berikutnya sehingga potensi hasil jadi menurun.
Di Indramayu sendiri sekitar 55 sawah berada pada wilayah yang mempunyai korelasi penurunan curah hujan yang kuat saat bersamaan dengan
munculnya ENSO, sedangkan sekitar 13 sawah berada pada wilayah yang terpengaruh kuat oleh IOD. Wilayah-wilayah tersebut perlu lebih diwaspadai
mengingat fluktuasi dan durasi baik ENSO maupun IOD yang semakin meningkat. Meskipun tidak sekuat pengaruh di wilayah pola hujan monsun ENSO dan
IOD juga berpengaruh pada beberapa wilayah di pola hujan Equatorial. Kondisi
148 tersebut dapat dilihat berdasarkan korelasi ENSO dan IOD dengan penurunan
curah hujan yang hanya terdapat pada sekitar 20 stasiun hujan saja. ENSO berpengaruh di Sawahlunto dan Pesisir Selatan sedangkan IOD berpengaruh di
wilayah Barat dari Sumatera Barat, seperti di Agam, Padang, Padang Panjang dan Pesisir Selatan. Di Sumatera Barat, IOD lebih dominan pengaruhnya
dibandingkan dengan ENSO. Namun sebagian besar luasan tanam padi berada pada wilayah yang tidak banyak dipengaruhi oleh kedua anomali iklim tersebut
tetapi berada pada wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi iklim lokal yang sangat kuat.
Pengaruh ENSO dan IOD terlihat kuat saat memasuki periode September - November, sama seperti halnya di wilayah monsunal. Namun tidak ada wilayah
yang mempunyai curah hujan berkorelasi kuat baik dengan ENSO maupun IOD. Sebenarnya 58 luas sawah padi di Sumatera Barat berada di wilayah yang
dipengaruhi oleh fluktuasi IOD. Tetapi karena pengaruhnya lemah, tidak mempengaruhi penundaan waktu tanam padi. Hal tersebut sejalan pernyataan
Webster et al. 1999 bahwa dampak ENSO untuk beberapa wilayah Indonesia, misalnya Sumatera, tidak berkorelasi baik dengan perubahan dalam produksi
sereal. Perbedaan daerah di Sumatera tersebut merupakan dampak yang yang terkait dengan fenomena yang tejadi di Samudera Hindia.
Dampak variabilitas iklim terhadap produksi pertanian, semata-mata karena pengaruhnya terhadap perubahan areal panen dan bukan pada hasil padi
per hektarnya. Menurut Falcon et al. 2004 produksi beras akan tidak menentu akibat terjadi kompleksitas pada sistem pertanaman termasuk di dalamnya saat
terjadi pergeseran kalender tanam. Selanjutnya dikatakan bahwa memperkirakan dampak ENSO untuk Indonesia akan lebih mudah jika episode iklim beekaitan
erat dengan kalender tanam. Dengan demikian maka potensi tanam di kedua wilayah masing-masing yaitu di kabupaten Indramayu yang berada pada pola
hujan monsun dan kabupaten Pesisir Selatan pada pola hujan equatorial perlu dikaji lebih mendalam agar dapat membantu dalam upaya adaptasi penetapan
kalender tanam yang tepat pada kedua wilayah tersebut. Konsep pendekatan strategis berupa karakterisasi dan delineasi wilayah
lebih mempertegas deskripsi wilayah terkena dampak anomali iklim sekaligus
149 sebagai komparasi dengan wilayah yang tidak terkena dampak. Dengan demikian
diperoleh informasi dinamika dan sensitivitas onset dan pola tanam eksisting yang pada gilirannya dapat membantu dalam menetapkan potensi dan rencana tanam
berdasarkan karakteristik wilayah. Disamping itu dengan diperoleh informasi wilayah yang terkena dampak sesuai dengan tingkatan sensitivitas masing-masing
akan membantu dalam strategi penanganan budidaya tanaman secara dini sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas dan menekan kehilangan hasil.
8.2. Waktu tanam optimal pada wilayah terkena dampak ENSO dan IOD