Sumber Air Lahan Sawah di Wilayah Monsunal

124

6.3.1. Sumber Air Lahan Sawah di Wilayah Monsunal

Berdasarkan hasil wawancara, ketersediaan air di Indramayu pada saat tahun-tahun normal relatif aman baik pada lahan irigasi maupun tadah hujan. Seluruh responden baik petani yang menggunakan irigasi teknis maupun tadah hujan masih memperoleh pasokan irigasi suplementer meskipun pada lahan tadah hujan di Musim Tanam MT II, sekitar 75 responden melakukan antisipasi dengan menggunakan mesin pompa untuk menaikkan air sungai ke lahan sawah Tabel 6.1. Keragaman sumber irigasi terjadi saat tahun-tahun kering. Pada umumnya kekeringan tidak berpengaruh pada lahan irigasi teknis golongan 1 dan 2. Kekeringan mulai berpengaruh pada lahan petani irigasi teknis golongan 3, sekitar 83 responden masih menggunakan sarana irigasi sebagai pasokan airnya sisanya sudah mengalami kekeringan. Sekitar 33 responden membuat sumur pompa untuk mengairi lahannya dan 17 responden menggunakan pompa untuk mengambil air di sungai. Di lahan tadah hujan pada Musim Tanam Pertama MT I, sebagian responden 43 menggunakan pompa sungai untuk irigasinya dan pada MT II seluruh responden menggunakan pompa sungai untuk pasokan irigasinya. Pada tahun kering secara umum petani di Cianjur yang berada di lahan irigasi teknis 1 dan 2 tidak mengalami masalah terutama pada MT I, tetapi pada MT II petani yang berada baik pada lahan irigasi teknis 3, maupun tadah hujan mulai menggunakan air sungai sebagai pasokan irigasinya. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sekitar 17 responden petani lahan irigasi teknis 3 mulai menggunakan sungai sebagai pasokan irigasinya, bahkan pada lahan tadah hujan seperti halnya di Indramayu, seluruh petani menggunakan air sungai Tabel 6.2. Perbedaan penggunaan sumber air di setiap musim tanam antara Cianjur dan Indramayu yang terlihat jelas adalah pada lahan tadah hujan. Pada tahun normal MT II petani yang berada pada lahan tadah hujan di Indramayu menggunakan pompa sungai sebagai alternatif irigasinya sedangkan petani di Cianjur hanya mengandalkan hujan sebagai pasokan irigasinya. Perbedaan lebih terlihat jelas pada tahun kering, kekeringan yang terjadi lebih dirasakan oleh petani di daerah Indramayu dibandingkan daerah Cianjur. Untuk mengatasi 125 kekeringan, petani di Indramayu lebih beragam menggunakan alternatif irigasinya yaitu sekitar 17 petani pada MT I menggunakan pompa sungai dan 33 petani pada MT II membuat sumur pompa. Dengan demikian petani di Indramayu harus mengeluarkan biaya tambahan penggunaan pompa untuk mengatasi kekeringan yang terjadi. Tabel 6.1 Respon petani terhadap penggunaan sumber air untuk tanaman padi pada tahun normal dan tahun kering di Kabupaten Indramayu Musim Tanam I dan Musim Tanam II Tipe Irigasi Sumber Air Tahun Normal Tahun Kering Musim Tanam I Musim Tanam II Musim Tanam I Musim Tanam II ………………….............................. Teknis 1 dan 2 Irigasi 100 100 100 58 Sungai 0 0 9 Sumur Pompa 0 33 Teknis 3 Irigasi 100 100 83 50 Sungai 0 17 17 Sumur Pompa 0 33 Tadah Hujan Hujan 100 25 57 0 Pompa Sungai 75 43 100 Tabel 6.2 Respon petani terhadap penggunaan sumber air untuk tanaman padi pada tahun normal dan tahun kering di Kabupaten Cianjur Musim Tanam I dan Musim Tanam II Tipe Irigasi Sumber Air Tahun Normal Tahun Kering Musim Tanam I Musim Tanam II Musim Tanam I Musim Tanam II ……………………...................................... Teknis 1 2 Irigasi 100 100 100 100 Sungai 0 0 0 Sumur Pompa 0 0 Teknis 3 Irigasi 100 100 100 83 Sungai 0 0 17 Sumur Pompa 0 0 Tadah Hujan Hujan 100 100 60 0 Sungai 0 40 100 126 Sumber air yang digunakan oleh petani untuk mengairi lahannya tidak selalu sama, baik pada setiap musim tanam maupun pada tahun normal dan tahun kering. Ketersedian air pada saat tahun kering sangat berbeda apabila dibandingkan pada saat tahun normal. Tahun kering sendiri sering disebabkan oleh adanya anomali iklim yang terjadi pada daerah tersebut, dalam hal ini di Indramayu tahun kering disebabkan adanya fenomena El Niño dan IOD positif. Petani melakukan perubahan penggunaan sumber air pada tahun kering sebagai bentuk adaptasi untuk memenuhi kebutuhan air lahan pertaniannya dan sekaligus menghindari terjadinya kerusakan akibat kekeringan.

6.3.2. Sumber Air di Lahan Sawah Wilayah Equatorial

Dokumen yang terkait

Determination of The Rice Cropping Calendar based on ENSO (El Niño Southern Oscillation) and IOD (Indian Ocean Dipole) phenomena in Monsoon and Equatorial Regions

0 9 211

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Identifikasi Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa Barat (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

3 29 184

Pengaruh ENSO (El Nino- Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat)

2 24 60

Variabilitas arus, suhu dan angin di Perairan Barat Sumatera dan inter-relasinya dengan Indian Ocean Dipole Mode (IODM) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO)

3 15 160

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

1 2 56

Keragaman curah hujan indonesia saat fenomena indian ocean dipole (iod) dan el nino southern-oscillation (enso)

1 5 39

Hubungan Kejadian Simultan El Niño Dan Indian Ocean Dipole (Iod) Terhadap Variasi Suhu Virtual Serta Estimasi Suhu Virtual Menggunakan Metode Arima Dan Holt-Winters

0 5 46

Pengaruh El Nino, La Nina Dan Indian Ocean Dipole.

0 0 1

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Osscillation (ENSO) Terhadap Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa.

0 1 1