50
3.3.2. Pola dan Distribusi Hujan serta Dampak ENSO dan IOD di Sentra
Padi Jawa Barat
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, Indramayu merupakan wilayah yang paling kuat dipengaruhi baik oleh ENSO maupun IOD. Sentra padi yang
tidak terpengaruh oleh ENSO dan IOD adalah sebagian besar wilayah Cianjur. Kedua kabupaten tersebut masing - masing memberikan kontribusi sebesar 11 dan
8.5 dari total produksi padi di provinsi Jawa Barat. Secara spesifik perbedaan distribusi curah hujan antara kabupaten Indramayu dengan Cianjur terlihat jelas
pada periode transisi Maret - Mei dan September - November. Penurunan curah hujan di Indramayu lebih cepat saat memasuki periode Maret - Mei dan
peningkatan curah hujan lebih lambat saat memasuki September - November. Curah hujan rata-rata bulanan lebih tinggi di Cianjur sedangkan perbedaan musim
lebih tegas di Indramayu Gambar 3.17
Gambar 3.17 Fluktuasi curah hujan bulanan di a Indramayu dan b Cianjur periode 1990-2007.
a
b
51 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara anomali suhu permukaan laut
SPL di Equator Pasifik dan Samudera Hindia dengan curah hujan di Indramayu dan Cianjur menunjukkan bahwa curah hujan mempunyai nilai yang beragam
positif dan negatif serta tidak semua curah hujan di kedua wilayah tersebut mempunyai korelasi yang nyata baik dengan ENSO maupun IOD. Hal ini berarti
tidak semua wilayah kajian dipengaruhi oleh penyimpangan iklim global tersebut. Hasil analisis yang menggambarkan hubungan antara ENSO dan IOD dengan
curah hujan pada stasiun-stasiun hujan yang memiliki nilai korelasi negatif menunjukkan bahwa ketika terjadi ENSO atau IOD, curah hujan pada setiap
stasiun tersebut berkurang. Pengaruh ENSO dan IOD terlihat jelas saat memasuki periode Juni -
Agustus dan September - November bersamaan dengan peningkatan anomali suhu muka laut wilayah Barat dan Timur Indonesia yang pada umumnya terjadi sekitar
bulan Mei dan Juni. Pengaruh ENSO memasuki periode Juni - Agustus mulai mendominasi wilayah Indramayu yang ditandai dengan korelasi nyata negatif
antara fluktuasi suhu permukaan laut di Nino 3.4 ENSO dengan fluktuasi anomali curah hujan pada 72 stasiun hujan di wilayah tersebut. Pada periode
September - November pengaruh fenomena ENSO dan IOD semakin kuat dimana seluruh stasiun terpengaruh oleh fenomena ENSO maupun IOD. Periode ini
merupakan masa peralihan musim kemarau ke musim hujan pada saat pengaruh kedua fenomena mencapai puncaknya. Pengaruh ENSO tidak terjadi di Cianjur,
kondisi curah hujan lebih banyak dipengaruhi oleh pola monsun dan atau pola lokal karena pegunungan yang melintang dari Barat ke Timur wilayah Cianjur.
Namun demikian wilayah Selatan Cianjur terindikasi terpengaruh oleh IOD baik pada periode Juni - Agustus maupun September - November Gambar 3.18.
Pengaruh ENSO dan IOD mulai melemah saat memasuki periode Desember - Februari kondisi tersebut terus berlanjut sampai dengan periode
Maret - Mei. Beberapa stasiun yang diindikasikan berpengaruh nyata tidak lebih dari 10 saja Gambar 3.18 c dan 3.18 d. Mulai berkurangnya pengaruh iklim
global saat memasuki periode Desember - Februari tersebut menunjukkan adanya pelemahan pengaruh kedua fenomena tersebut.
52 Penyebabnya ada dua hal yaitu a kedua fenomena telah mengalami
puncaknya pada akhir tahun dan b pengaruh monsun lebih dominan saat memasuki musim hujan.
Gambar 3.18 Distribusi stasiun yang dipengaruhi oleh iklim global di
Kabupaten Indramayu dan Cianjur pada periode a Juni - Agustus; b September - November; c Desember - Februari; dan
d Maret - Mei.
Lebih jauh Hendon 2003 berpendapat bahwa terjadinya korelasi yang lemah antara ENSO dan IOD dengan curah hujan pada saat musim hujan diduga
terkait dengan SPL perairan Indonesia yang berubah tanda terjadi anomali positif selama peralihan dari musim kemarau ke musim hujan dari periode
September - November ke Desember - Februari. Anomali SPL di perairan Indonesia berlawanan tanda dengan anomali SPL di Samudera Pasifik Tengah
atau Timur dan Samudera Hindia bagian Barat selama Juni - Agustus dan September - November, tetapi memiliki tanda yang sama pada saat Desember -
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
IOD+ENSO IOD
ENSO Non
Dist ri
b u
si St
a si
u n
Indramayu Cianjur
Anomali Iklim Anomali Iklim
c
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
IOD+ENSO IOD
ENSO Non
Di st
r ib
u s
i St
a siun
Indramayu Cianjur
d
Tidak terpengaruh
ENSO+IOD Tidak
terpengaruh ENSO+IOD
ENSO+IOD ENSO+IOD
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
IOD+ENSO IOD
ENSO Non
D ist
ri b
u si
St a
si u
n
Indramayu Cianjur
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
IOD+ENSO IOD
ENSO Non
Dist ri
b u
si St
a si
u n
Indramayu Cianjur
Anomali Iklim Anomali Iklim
a b
Tidak terpengaruh
ENSO+IOD Tidak
terpengaruh ENSO+IOD
ENSO+IOD ENSO+IOD
53 Februari dan Maret - Mei. Perubahan yang cepat pada SPL perairan Indonesia
yang terjadi dari musim kemarau ke musim hujan merupakan refleksi dari interaksi atmosfer-laut di wilayah Indonesia. Anomali SPL Samudera Pasifik dan
Hindia akan berperan dalam menggerakkan angin permukaan yang dapat mempengaruhi SPL di perairan Indonesia.
3.3.2.1. Tingkat Korelasi ENSO dan IOD dengan Curah Hujan di Sentra
Padi Jawa Barat
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hasil analisis korelasi antara ENSO dan IOD dengan curah hujan pada periode Desember - Februari dan Maret - Mei
sangat lemah sehingga pembahasan hanya ditekankan periode Juni - Agustus dan September - November.
Di wilayah Indramayu, meskipun pengaruh ENSO masih lemah tetapi sudah mulai terjadi saat memasuki periode Juni - Agustus, sedangkan pengaruh
IOD masih belum muncul. Fenomena ENSO mempengaruhi sebagian besar areal seluas 63 Tabel 3.2 meliputi wilayah tengah sampai Timur Indramayu
Gambar 3.19.
Gambar 3.19 Pengaruh ENSO terhadap curah hujan periode Juni - Agustus di Kabupaten Indramayu.
Sedang Lemah
Tidak Terpengaruh
54 Pengaruh ENSO semakin jelas memasuki periode September - November.
Hampir seluruh wilayah Indramayu terpengaruh oleh ENSO dengan tingkat korelasi kuat, sedang dan lemah masing-masing seluas 49, 36 dan 14 dari
seluruh wilayah tersebut Gambar 3.20 dan Tabel 3.2. Sama halnya dengan ENSO, pengaruh IOD juga berpengaruh hampir di seluruh wilayah Indramayu
dengan tingkat korelasi kuat, sedang dan lemah dengan luasan masing-masing 12, 59, dan 28 dari seluruh wilayah Gambar 3.21 dan Tabel 3.2. Dengan
demikian bila dilihat dari tingkat kekuatannya pengaruh ENSO lebih kuat dalam mempengaruhi intensitas curah hujan dibandingkan dengan IOD. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Tjasyono 1977 yang menyatakan bahwa pengaruh El Niño
kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim monsun, lemah pada daerah dengan sistem equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan sistim lokal. Selain
itu, pengaruh El Niño lebih kuat terhadap hujan pada musim kemarau daripada hujan pada musim hujan.
Pada wilayah dengan tingkat korelasi kuat memerlukan antisipasi lebih dini baik berupa sarana dan prasarana terutama saat memasuki periode September
- November agar dampak yang ditimbulkan oleh kedua fenomena tersebut dapat diminimalisasi. Bila terjadi El Niño dan IOD positif secara bersamaan pada
periode transisi di wilayah tersebut maka musim kemarau menjadi lebih panjang dan kering sehingga memperlambat awal tanam.
Di Cianjur, wilayah yang tepengaruh oleh IOD terdapat di sepanjang wilayah Selatan dengan luasan sekitar 56 pada periode Juni - Agustus dan
meningkat pada periode September - November menjadi 58 Tabel 3.3. Pengaruh IOD kuat terdapat di wilayah Selatan Cianjur Gambar 3.22 dan 3.23.
Kuatnya pengaruh IOD tersebut sejalan dengan pendapat Saji et al. 1999 bahwa pada bulan September - November saat terjadi IOD, curah hujan di Sumatera
bagian Selatan, Jawa dan Nusa Tenggara berkurang karena pada periode tersebut merupakan puncak aktivitas Dipole Mode, dimana anomali angin Tenggara di
daerah Jawa dan Sumatera bagian Selatan sangat tinggi. Dengan semakin menguatnya angin Tenggara yang sifatnya kering menyebabkan berkurangnya
curah hujan di daerah tersebut.
55 Gambar 3.20 Pengaruh ENSO terhadap curah hujan pada periode September -
November di Kabupaten Indramayu.
Gambar 3.21 Pengaruh IOD terhadap curah hujan pada periode September - November di Kabupaten Indramayu.
Kuat Sedang
Lemah Tidak Terpengaruh
Kuat Sedang
Lemah Tidak Terpengaruh
56 Tabel 3.2
Luas wilayah yang terpengaruh oleh ENSO dan IOD di Kabupaten Indramayu
Korelasi ENSO IOD
Juni- Agustus
September - November
Juni- Agustus
September - November
Luas Luas Ha Ha Ha
Ha Kuat
- - 99.960 49
- - 24.480
12 Sedang
6.120 3 73.440 36 - -
120.360 59 Lemah 124.441
61 28.560
14 - - 57.120
28 Tidak
terpengaruh 73.440
36 2.040
1 - -
2.326 1
Tabel 3.3 Luas wilayah yang terpengaruh oleh IOD di Kabupaten Cianjur
Pengaruh Juni - Agustus
September - November Luas Luas
Ha Ha
Kuat 21.008 6
101.542 29
Sedang 119.050 34
70.029 20
Lemah 56.023 16
31.513 9
Tidak terpengaruh 154.065
44 147.062
42
57 Gambar 3.22 Pengaruh IOD terhadap curah hujan pada periode Juni - Agustus
di Kabupaten Cianjur.
Gambar 3.23 Pengaruh IOD terhadap curah hujan pada periode September - November di Kabupaten Cianjur.
Kuat Sedang
Lemah Tidak Terpengaruh
Kuat Sedang
Lemah Tidak Terpengaruh
58
3.3.2.2. Luas Sawah yang Dipengaruhi oleh ENSO dan IOD di Sentra Padi
Jawa Barat
Indramayu merupakan wilayah di Jawa Barat yang hampir seluruh wilayahnya dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan IOD. Pada periode Juni -
Agustus, fenomena ENSO berkorelasi lemah sampai sedang terhadap curah hujan di wilayah tersebut. ENSO berpengaruh lemah pada luas sawah sekitar 69,01,
dan berpengaruh sedang sekitar 3,84 saja dan sisanya sekitar 27,15 luas sawah tidak terpengaruh oleh ENSO. Pada periode September - November pengaruh
ENSO semakin menguat, ditambah dengan pengaruh IOD yang baru muncul pada periode ini. ENSO berpengaruh kuat pada sebagian besar luas sawah 55.16,
kemudian berpengaruh sedang pada sekitar 30,65 dan berpengaruh lemah sekitar 14,19. Luas sawah yang terdapat pada wilayah yang terpengaruh kuat,
sedang dan lemah oleh IOD, berturut-turut sekitar 13,26, 65,17 dan 21,57 Tabel 3.4. Sebagian besar sawah di wilayah Indramayu berupa irigasi semi
teknis pada umumnya pola penanaman padi dilakukan dua kali dalam setahun. Terjadinya kedua fenomena tersebut dapat berpengaruh pada penurunan produksi
bahkan sampai gagal panen apabila ketersediaan air irigasi pada periode September - November tidak mencukupi. Kerugian petani akibat gagal panen atau
menurunnya produksi sangat dirasakan pada sawah yang jauh dari irigasi, oleh karena itu pasokan air irigasi perlu lebih dioptimalkan lagi.
Tabel 3.4 Luas sawah yang terpengaruh oleh ENSO dan IOD di Kabupaten
Indramayu
Pengaruh ENSO
IOD Juni-
Agustus September -
November Juni-
Agustus September -
November Luas
Luas Ha Ha
Ha Ha
Kuat - -
61.160 55
- -
14.702 13
Sedang 4.258
4 33.984
31 - -
72.259 65
Lemah 76.516 69 15.733
14 - -
23.916 22
Tidak terpengaruh 30.103 27
- -
- - - -
59 Luas sawah yang terpengaruh oleh IOD di Cianjur pada periode Juni -
Agustus sekitar 17,28 dan pada periode September - November sekitar 17,93 dari luas sawah secara keseluruhan di kabupaten tersebut Tabel 3.5. Sebagian
besar sawah terdapat di bagian Utara Cianjur lebih dari 82 luas sawah tidak terpengaruh oleh IOD dengan irigasi teknis dan penanaman padi dilakukan dua
kali dalam setahun. Tabel 3.5
Luas sawah yang terpengaruh oleh IOD di Kabupaten Cianjur Pengaruh
Juni - Agustus September –
November Luas Luas
Ha Ha
Kuat 5.637 8
6.523 10
Sedang 3.842
6 4.517
7 Lemah
1.849 3
715 1
Tidak terpengaruh
54.228 83
53.802 82
3.3.2.3. Dampak Fenomena ENSO dan IOD terhadap Dinamika Kalender
Tanam di Sentra Padi Jawa Barat
Berdasarkan Peta Kalender Tanam Eksisting Las et al. 2007, awal musim hujan onset sekaligus awal musim tanam di Jawa Barat pada umumnya
terjadi pada September dasarian ke tiga dan atau Oktober dasarian ke satu September IIIOktober I. Namun karena pengaruh ENSO dan IOD pada
beberapa wilayah mengalami pergeseran puncak tanam berupa pengunduran awal tanam beberapa dasarian.
Di Indramayu pada wilayah-wilayah yang terkena dampak ENSO maupun IOD terutama saat memasuki periode September - November, puncak tanam
bukan lagi pada September IIIOktober I tetapi lebih lambat 6 dasarian pada November IIIDesember I. Puncak tanam tertinggi pada November IIIDesember
I tersebut terdapat pada wilayah yang terpengaruh kuat oleh ENSO mencapai 30 dari seluruh kecamatan di Indramayu dan terpengaruh sedang oleh IOD mencapai
35 Gambar 3.24.
60
10 20
30 40
50 60
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
D is
t ri
b u
s i O
n s
e t
Onset Terpengaruh
Tidak Terpengaruh 5
10 15
20 25
30
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
D is
t rib
u s
i On s
e t
Onset
Lemah Sedang
Kuat
5 10
15 20
25 30
35 40
SepIIIOktI OktIIIII
NovIII NovIIIDesI
DesIIIII JanIIII
D ist
ri b
u si
O n
se t
Onset Lemah
Sedang Kuat
Gambar 3.24 Distribusi onset pada wilayah yang dipengaruhi oleh a ENSO dan b IOD di Kabupaten Indramayu
Berdasarkan kalender tanam, wilayah Cianjur memiliki 2 puncak tanam yaitu September IIIOktober I dan Oktober IIIII. Sebagian besar onset di Cianjur
52 dari kecamatan terjadi pada September IIIOktober I, namun kecamatan- kecamatan di wilayah Selatan Cianjur yang terpengaruh IOD sebagian besar onset
20 dari seluruh kecamatan terjadi pada Oktober IIIII Gambar 3.25. Dengan demikian wilayah yang terkena dampak IOD mengalami pergeseran puncak
tanam hanya 1-2 dasarian. Gambar
3.25 Distribusi onset pada wilayah yang terpengaruh dan tidak terpengaruh oleh IOD di Kabupaten Cianjur
a
b
61 Puncak tanam yang terjadi pada wilayah-wilayah yang selalu dipengaruhi
baik oleh ENSO maupun IOD pada umumnya lebih lambat bila dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang tidak terpengaruh oleh fenomena iklim tersebut.
Keterlambatan pada umumnya sering diakibatkan oleh pasokan air yang semakin terbatas terutama bila terjadi El Niño kuat dan IOD positif. Petani umumnya
menunggu curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi selama tiga hari berturut-turut. Dengan demikian akibat pergeseran waktu tersebut dapat
berpotensi memundurkan musim tanam berikutnya. Mundurnya waktu tanam selama tahun kering juga teramati pada saat melakukan verifikasi lapang. Lahan
sawah yang lebih jauh dari saluran irigasi atau sumber air mengalami resiko kegagalan tanam atau kehilangan musim tanam yang lebih tinggi.
Selain itu pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim, terutama kekeringan, juga menjadi pemicu penyempitan luas tanam serta
memperluas areal pertanaman yang akan gagal panen, terutama tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya. Oleh sebab itu perubahan iklim dan kejadian iklim
ekstrim seperti ENSO dan IOD akan mengancam ketahanan pangan nasional, dan keberlanjutan pertanian pada umumnya. Sebagai gambaran, satu kali kejadian El
Niño lemah-sedang dapat menurunkan produktivitas padi nasional sebesar 2-
3. Jika iklim ekstrim diikuti oleh peningkatan suhu udara maka penurunan produksi padi akan lebih tinggi.
Hal yang perlu dicermati kedepan adalah pada wilayah yang terindikasi kuat baik oleh ENSO maupun IOD seperti yang terjadi di wilayah Timur Laut
Jawa Barat perlu penanganan yang lebih awal dengan menyiapkan secara komprehensif kebijakan dan strategi operasional untuk melakukan adaptasi
terhadap variabilitas iklim. Tindakan ini sangat mendesak agar ketahanan pangan berkesinambungan. Beberapa upaya adaptasi strategis antara lain: menanam
varitas yang memiliki daya adaptasi tinggi, mengubah masa tanam menyesuaikan cuaca serta mempraktekkan pertanian dengan masa tanam yang lebih singkat.
62
3.3.3. Pola dan Distribusi Hujan serta Dampak ENSO dan IOD di Wilayah