38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90 Daun Kelor
Golongan Senyawa Hasil Penapisan Fitokimia
Alkaloid Depkes RI, 1995 Terbentuk
endapan jingga
coklat setelah
penambahan reagen dragendorf positif Terbentuk keruhberkabut setelah penambahan
regen meyer positif
Flavonoid Arifin Helmi, 2006 Terbentuk warna orange kemerahan positif Terpenoid Farnsworth, 1966
Terbentuk warna hijau kebiruan positif Tanin Ramya et al, 2012
Terbentuk warna hijau kecoklatan positif Saponin Depkes RI, 1995
Terbentuk buih setinggi kurang lebih 1,5 cm. Setelah penambahan HCl 2N buih tidak hilang
positif
Steroid Farnsworth, 1996 Terbentuk warna biru kehijauan positif
Glikosida Depkes RI, 1979 Terbentuk warna kehijauan positif
Triterpenoid Farnsworth, 1996 Tidak terbentuk warna merah, merah muda, atau
ungu negatif Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanol
90 daun kelor Moringa oleifera Lam mengandung metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, steroid, dan glikosida.
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak
Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol 90 daun kelor Moringa oleifera Lam dapat dilihat pada table 4.2
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 90 Daun Kelor Parameter
Parameter Spesifik Parameter Non Spesifik
a. Identitas Ekstrak - Nama ekstrak: Ekstrak etanol 90 daun
kelor Moringa oleifera Lam - Nama latin tumbuhan: Moringa oleifera
Lam - Bagian tumbuhan yang digunakan: daun
- Nama Indonesia tumbuhan: kelor Kadar air: 15,17
Kadar Abu: 3,26 b. Organoleptik
- Bentuk: kental - Warna: hijau kecoklatan
- Bau: khas - Rasa: pahit
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengujian parameter ekstrask etanol 90 daun kelor Moringa oleifera Lam yang dilakukan terdiri dari parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik
ekstrak meliputi identitas ekstrak dan organoleptik. Parameter non spesifik ekstrak meliputi kadar air dan kadar abu. Hasil pengujian kadar air melebihi kadar yang
dipersyaratkan oleh BPOM 2014 , yaitu ≤10. Adapun hasil pengujian kadar abu
masih memenuhi persyaratan, yaitu ≤10,2 Depkes RI, 2009.
4.1.5 Pengujian Parameter Antifertilitas
Hasil pengujian parameter antifertilitas terdiri dari hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa, abnormalitas morfologi spermatozoa, dan diameter tubulus
seminiferus. Data hasil pengujian parameter antifertilitas selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS 21. Uji statistik dimulai dari uji normalitas dan
homogenitas. Data yang memenuhi syarat normalitas dan homogenitas dilanjutkan dengan uji parametrik one way ANOVA, namun jika tidak memenuhi syarat
normalitas dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis untuk melihat ada atau tidak ada nya perbedaan data di seluruh kelompok perlakuan. Uji
dilanjutkan dengan uji LSD Least Significant Difference untuk melihat kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan lainnya.
a. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa hewan uji dilakukan menggunakan bilik
hitung neubauer. Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa pada hewan uji setelah 15 hari pemberian perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji No.
Kelompok perlakuan Rerata Konsentrasi Spermatozoa
jutamL ± SD 1.
Kontrol 13,74 ±3,80
2. Dosis Rendah 200 mgkgBB
8,12±2,46 3.
Dosis Sedang 400 mgkgBB 4,99±0,62
4. Dosis Tinggi 600 mgkgBB
2,74±0,95 Keterangan: Rerata konsentrasi spermatozoa tiap kelompok perlakuan dinyatakan
dengan nilai n=5
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa hewan uji setelah 15 hari pemberian perlakuan menunjukkan bahwa konsentrasi spermatozoa hewan uji
mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 90 daun kelor Moringa oleifera Lam. Grafik perhitungan konsentrasi spermatozoa pada
hewan uji adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan homogenitas Levene konsentrasi
spermatozoa menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa hewan uji terdistribusi normal p≥0,05, namun tidak bervariasi homogen p≤0,05 sehingga
uji statistik dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis yang dilakukan terhadap rata-rata konsentrasi spermatozoa tiap kelompok perlakuan
menunjukkan nilai p≤0,05 yang berarti terdapat perbedaan konsentrasi spermatozoa yang bermakna antara semua kelompok perlakuan. Oleh karena itu,
uji dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara
konsentrasi spermatozoa kelompok kontrol dengan kelompok uji dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg. Lain hal nya dengan hasil uji LSD antar kelompok uji,
yang mana terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi spermatozoa pada
2 4
6 8
10 12
14 16
Kontrol 200mgkgBB
400mgkgBB 600mgkgBB
K o
n sen
tr asi
Sp e
rm ato
zo a
ju ta
m L
Kelompok Perlakuan
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dosis 200 mgkg dengan dosis 400 mgkg dan dosis 600mgkg p≤0,05 namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara pemberian dosis 400mgkg dengan
dosis 600mgkg. Hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak daun kelor pada dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa
pada tikus jantan galur Sprague-Dawley jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
p≤0,05. Tingkat penurunan konsentrasi spermatozoa pada dosis 600 mgkg lebih tinggi dibandingkan dosis 200 mgkg dan 400mgkgBB, namun
tingkat penurunan konsentrasi spermatozoa pada dosis 400mgkg tidak berbeda bermakna secara statistik dengan dosis 600mgkg.
b. Perhitungan Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Abnormalitas morfologi spermatozoal diamati pada 200 spermatozoa. Hasil
perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa setelah 15 hari pemberian perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Abnormalitas Morfologi Spermatozoa pada Hewan Uji
No. Kelompok perlakuan
Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa
1. Kontrol
9,87 ± 1,02 2.
Dosis Rendah 200 mgkgBB 16,40 ± 3,93
3. Dosis Sedang 400 mgkgBB
17,10 ± 2,84 4.
Dosis Tinggi 600 mgkgBB 18,12 ± 3,21
Keterangan: Rerata abnormalitas morfologi spermatozoa tiap kelompok perlakuan dinyatakan dengan nilai n=5
Hasil perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan bahwa jumlah spermatozoa yang memiliki morfologi abnormal pada hewan uji setelah
15 hari pemberian perlakuan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 90 daun kelor Moringa oleifera Lam.
Grafik hasil perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa hewan uji adalah sebagai berikut:
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan homogenitas Levene pada data
abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan bahwa abnormalitas morfologi spermatozoa pada hewan uji terdistribusi normal dan bervariasi homogen
p≥0,05 sehingga uji statistik dilanjutkan dengan uji parameter one way ANOVA. Hasil uji parameter one way ANOVA yang dilakukan terhadap data
rerata abnormalitas morfologi spermatozoa pada tiap kelompok perlakuan menunjukkan nilai p≤0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada
abnormalitas morfologi spermatozoa antara semua kelompok perlakuan. Oleh karena itu, uji dilanjutkan dengan uji LSD.
Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara abnormalitas morfologi spermatozoa pada kelompok kontrol dengan kelompok uji
dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg p≤0,05. Lain hal nya dengan hasil uji LSD antar kelompok uji, yang mana tidak terdapat perbedaan abnormalitas
morfologi spermatozoa yang bermakna antara kelompok uji dosis 200 mgkg, 400mgkg, maupun 600 mgkg
p≥0,05. Hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak daun kelor pada dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg dapat meningkatkan
abnormalitas morfologi spermatozoa pada tikus jantan galur Sprague-Dawley jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun tidak dipengaruhi peningkatan
dosis.
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
Kontrol 200 mgkgBB
400 mgkgBB 600 mgkgBB
jum lah
spe rm
ato zoa
d en
g an
m o
rfol o
g i ab
n o
rm al
Kelompok perlakuan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji
Hasil perhitungan diameter spermatozoa hewan uji setelah 15 hari pemberian perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji No.
Kelompok perlakuan Rerata Diameter Tubulus
Seminiferus µm ± SD 1.
Kontrol 206,16 ± 10,24
2. Dosis Rendah 200 mgkgBB
188,77 ± 9,64 3.
Dosis Sedang 400 mgkgBB 186,48 ± 9,78
4. Dosis Tinggi 600 mgkgBB
160,04 ± 8,39 Keterangan: Rerata diameter tubulus seminiferus tiap kelompok perlakuan
dinyatakan dengan nilai n=5 Hasil pengukuran menunjukkan bahwa diameter tubulus seminiferus pada
hewan uji setelah 15 hari pemberian perlakuan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 90 daun kelor Moringa oleifera Lam.
Grafik hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji
50 100
150 200
250
Kontrol 200 mgkgBB
400 mgkgBB 600 mgkgBB
D iam
e te
r Tu b
u lu
s Sem in
ifer u
s µ m
Kelompok perlakuan
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan homogenitas Levene pada data diameter tubulus seminiferus menunjukkan bahwa data diameter tubulus seminiferus
hewan uji terdistribusi normal dan bervariasi homogen p≥0,05 sehingga uji statistik dilanjutkan dengan uji parameter one way ANOVA. Hasil uji parameter
one way ANOVA yang dilakukan terhadap diameter tubulus seminiferus pada t
iap kelompok perlakuan menunjukkan nilai p≤0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada diameter tubulus seminiferus antara semua
kelompok perlakuan. Oleh karena itu, uji dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara
diameter tubulus seminiferus pada kelompok kontrol dengan kelompok uji dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg p≤0,05. Lain hal nya dengan hasil uji
LSD antar kelompok uji, yang mana terdapat perbedaan bermakna antara diameter tubulus seminiferus pada dosis 600 mgkg dengan dosis 200 mgkg dan
dosis 400mgkg p≤0,05 namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara pemberian dosis 200mgkg dengan 400mgkg. Hal ini berarti bahwa pemberian
ekstrak daun kelor pada dosis 200mgkg, 400mgkg, dan 600 mgkg dapat menurunkan diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur Sprague-
Dawley jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tingkat penurunan diameter tubulus seminiferus pada dosis 600 mgkg lebih tinggi dibandingkan dosis 200
mgkg dan 400 mgkg, namun tingkat penurunan diameter tubulus seminiferus pada dosis 200mgkg tidak berbeda bermakna secara statistik dengan dosis
400mgkg.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan