Jenis Kelamin Usia Karakteristik Responden Sekitar Kawasan Industri Pengolahan Aspal

Tabel 13. Dampak negatif yang dirasakan responden No. Perubahan lingkungan yang dirasakan Jumlah responden rumahtangga Persentase 1. Terganggunya kenyamanan 5 11,11 2. Asap dan debu yang mencemari udara 32 71,11 3. Lingkungan menjadi kumuh 8 17,78 Total 45 100 Sementara itu persentase persepsi responden terhadap kualitas udara di sekitar tempat tinggalnya dapat dilihat pada Tabel 14. Sebanyak 84,45 responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar rumahnya tidak baik dengan indikator panas, berdebu, dan menyesakkan. Sebanyak 13,33 responden menyatakan kualitas udara di sekitar rumahnya kurang baik dengan indikator panas, berdebu, dan tidak menyesakkan. Sementara sebanyak 2,22 responden menyatakan bahwa udara di sekitar rumahnya cukup baik. Responden yang menyatakan kualitas udaranya cukup baik memiliki jarak tempat tinggal dengan industri yang relatif lebih jauh dibandingkan responden lain yang menyatakan kualitas udara di sekitar rumahnya tidak baik dan kurang baik. Tabel 14. Kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden Kualitas udara Jumlah responden rumahtangga Persentase Cukup baik panas, tidak berdebu, tidak menyesakkan 1 2,22 Kurang baik panas, berdebu, tidak menyesakkan 6 13,33 Tidak baik panas, berdebu, menyesakkan 38 84,45 Total 45 100

6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat

Pencemaran Udara Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RT 01 dan RT 02, RW 01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, masyarakat sekitar adalah pihak yang dirugikan akibat pencemaran udara yang timbul akibat aktivitas industri pengolahan aspal. Biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat pencemaran udara merupakan kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak industri sebagai pihak pencemar. Penelitian ini mencoba untuk menilai kerugian ekonomi masyarakat melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu nilai kerugian masyarakat diestimasi dari biaya yang harus dikeluarkan responden untuk berobat karena sakit, dan pendekatan kedua melalui nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja ketika sakit. Nilai kerugian ekonomi diperoleh dari rataan dari masing-masing pendekatan, kemudian nilai rataan dari masing-masing pendekatan tersebut dijumlahkan sehingga akan diperoleh nilai kerugian tiap rumahtangga akibat pencemaran udara dalam satu tahun. 6.2.1 Biaya Berobat Cost of Illness Pencemaran udara yang timbul akibat kegiatan industri pengolahan aspal berdampak pada penurunan kesehatan masyarakat. Sebanyak 44 dari 45 responden 97,78 mengaku mengalami keluhan kesehatan akibat pencemaran. Sebanyak 26 responden 59,1 mengeluhkan mengalami ISPA akibat pencemaran udara. Sebanyak enam responden 13,63 mengaku menderita penyakit paru-paru atau TBC, dan sebanyak 12 responden 27,27 mengaku mengalami gatal-gatal akibat pencemaran udara. Menurut keterangan responden, anggota keluarga lebih sering terkena penyakit ISPA dan gatal-gatal pada saat musim kemarau karena udara yang panas dan kering disertai angin menyebabkan asap dan debu yang dihasilkan oleh industri terbawa angin lebih banyak dan biasanya menempel di atap rumah selama berhari-hari. Biaya kesehatan dihitung per keluarga yang didapat dari biaya yang dikeluarkan untuk berobat ke dokter atau tenaga medis lainnya serta membeli obat. Dari beberapa kasus penyakit di atas, sebanyak 32 responden 72,73 harus mengeluarkan biaya untuk berobat ke klinik dan rumah sakit atau membeli obat- obatan yang dijual bebas, sedangkan 12 responden lainnya 27,27 memilih untuk berobat gratis ke Puskesmas Kayumanis. Sebagai bentuk kompensasi, pihak industri pengolahan aspal memang memberikan pembebasan biaya berobat ke Puskesmas bagi warga yang sakit, namun tidak sedikit warga yang lebih memilih pergi berobat