midWTA : Nilai WTA respoden
β : Konstanta
β1,,,β9 : Koefisien regresi
DJK : Dummy jenis kelamin laki-laki = 1; perempuan = 0
UR : Usia responden tahun
PDK : Pendidikan tahun
PDT : Pendapatan Rpbulan
JT : Jumlah tanggungan orang
LT : Lama tinggal tahun
JTT : Jarak tempat tinggal meter
KWUD : Skor kualitas udara
1 = tidak baik panas, berdebu, menyesakkan 2 = kurang baik panas, berdebu, tidak menyesakkan
3 = cukup baik panas, tidak berdebu, tidak menyesakkan 4 = baik panas, tidak berdebu, segar
5 = sangat baik tidak panas, tidak berdebu, segar TKR
: Total kerugian responden Rpbulan i
: Respoden ke i ε
: Galat Variabel-variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah
variabel pendidikan, jumlah tanggungan, jenis kelamin, usia responden, lama tinggal, jarak tempat tinggal, dan nilai kerugian responden. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka pengetahuannya tentang lingkungan akan semakin tinggi pula, sehingga responden akan mengharapkan nilai yang tinggi. Jumlah tanggungan terkait
dengan jumlah orang yang ada dalam satu rumahtangga yang terkena dampak dari pencemaran, semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka responden akan
mengharapkan nilai yang lebih tinggi. Usia dan lama tinggal responden dianggap berpengaruh positif karena semakin lama seseorang tinggal di daerah tercemar
tersebut maka akan semakin tinggi pula nilai yang diharapkannya. Jarak tempat
tinggal responden yang semakin dekat dengan sumber pencemaran atau pabrik aspal diduga akan membuat nilai yang diharapkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
semakin dekat tempat tinggal dengan sumber pencemar maka pencemaran yang dirasakan juga semakin tinggi dibandingkan dengan tempat tinggal yang lokasinya
jauh. Nilai kerugian terkait dengan besarnya nilai kerugian yang dialami oleh responden akibat pencemaran yang merupakan penjumlahan dari biaya pengobatan
dan nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja karena sakit. Semakin tinggi nilai kerugian responden maka akan semakin tinggi nilai kompensasi yang
diinginkan. Indikator-indikator dalam pengukuran WTA disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Indikator Pengukuran WTA
No Variabel
Pengukuran 1.
Willingness To Accept Menggunakan metode close-ended referendum dengan
besaran kompensasi yang sudah ditentukan dengan starting point sebesar Rp25.000,- sehingga responden
hanya tinggal memilih nominal yang telah disediakan dalam kuesioner.
2. Jenis Kelamin DJK
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi laki- laki dan perempuan
3. Usia RespondenUR
Dibagi menjadi lima kelas: a. 15-25 d. 46-55
b. 26- 35 e. ≥ 56
c. 36-45 4.
Pendidikan PDK Dikategorikan menjadi 4 kategori:
a. SD 6 tahun c. SMA 12 tahun b. SMP 9 tahun d. PT 16 tahun
5. Pendapatan PDT per
bulan Dibedakan menjadi empat kelas:
a. 1.000.000 b. 1.001.000
– 2.000.000 c. 2.001.000
– 3.000.000 d. 3.000.000
6. Jumlah Tanggungan JT
Dibedakan menjadi lima kategori: a. 0 orang d. 3 orang
b. 1 orang e. 3 orang c. 2 orang
7. Lama Tinggal LT
Dibedakan menjadi empat kategori: a. 5 tahun c. 16-25 tahun
b. 5-15 tahun d. 25 tahun 8.
Jarak Tempat TinggalJTT
Dikategorikan menjadi lima kelas: a. a. 50 meter d. 201-250 meter
b. b. 50-100 meter e. 250 meter c. c. 101-200 meter
9. Kualitas Udara Bersih
KWUD Dibedakan menjadi lima kelas:
a. Tidak baik d. Baik b. Kurang baik e. Sangat baik
c. Cukup baik
10. Total Kerugian
RespondenTKR Rata-rata kerugian yang dirasakan akibat biaya berobat
dan kehilangan pendapatan dalam satu bulan per rumahtangga
Variabel-variabel yang diduga berpengaruh negatif adalah pendapatan dan kualitas udara. Semakin tinggi pendapatan responden maka responden tersebut akan
merasa berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran sehingga tidak akan mengharapkan nilai kompensasi yang besar. Sedangkan kualitas udara diduga
berpengaruh negatif karena semakin baik kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden maka nilai kompensasi yang diharapkan akan semakin kecil karena
kerugian yang diderita juga sedikit. 4.4.4 Pengujian Parameter Regresi
Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara: 1. Uji Keandalan
Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dari nilai R
2
dari OLS Ordinary Least Square WTA. Koefisien determinasi atau R
2
merupakan ukuran yang mengatakan seberapa baik garis regresi sampel cocoksesuai dengan datanya Firdaus, 2011. Mitchell dan Carson 1989
dalam Hanley and Spash 1993 merekomendasikan 15 sebagai batas minimum dari R
2
yang realibel, karena nilai R
2
yang lebih besar dari 15 menunjukkan tingkat realibilitas yang baik dalam penggunaan CVM.
2. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term dari data
yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini berjumlah lebih dari 30 sehingga
diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Untuk pembuktian dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-
Smirnov, apabila hasil uji signifikansi dibawah 5 artinya data yang akan diuji
memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, sehingga dapat dikatakan data tidak normal.
3. Uji statistik F Uji statistik F melihat bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas. Menurut Fidaus 2011 hipotesis yang diajukan untuk uji F ini adalah :
H :
B = 0 H
1
: B ≠ 0
Dimana: JKK : jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG : jumlah kuadrat galat Jika Fhit Ftabel maka terima H
yang artinya secara bersama-sama variabel Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Jika Fhit Ftabel, maka terima
H
1
yang berarti variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Y.
4. Uji Statistik t Uji statistik t adalah pendekatan uji signifikasi yang dikembangkan
sepanjang garis yang yang independen. Keputusan untuk menerima atau menolak H
dibuat atas dasar nilai statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki Firdaus, 2011. Uji statistik t bertujuan untuk mengetahui masing-
masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Rumus untuk mencari nilai t hitung adalah:
t
hitung
= Jika t hit tα2 maka H
diterima, artinya variabel bebas X
i
tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Jika t hit tα2, maka terima H
1,
artinya variabel bebas X
i
berpengaruh nyata terhadap Y. 5. Uji Multikolinearitas
Pada model dengan banyak variabel sering terjadi mulitikolinear yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Terjadi tidaknya
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor VIF. Jika VIF 10 maka tidak ada masalah multikolinearitas.
6. Uji Heteroskedastisitas Salah satu pelanggaran atas asumsi metode OLS adalah heteroskedastisitas.
Uji terhadap ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized.
7. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson Uji DW. Uji ini
dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan
2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi Firdaus, 2011.
GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Kayumanis merupakan bagian dari daerah perluasan Kota Bogor, dan sebelumnya merupakan bagian dari Kecamatan Semplak yang merupakan
pemekaran dari Desa Cibadak. Berkenaan dengan peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1995, tentang perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dan
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, 46 Desa yang ada di Kabupaten Bogor masuk menjadi wilayah Kota Bogor, termasuk Kelurahan Kayumanis yang
sebelumnya bagian dari Kecamatan Semplak menjadi bagian Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.
Kelurahan Kayumanis memiliki luas wilayah sebesar 244 Ha yang dibagi menjadi 12 RW dan 53 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 12.189 jiwa. Adapun
batas-batas wilayah Kelurahan Kayumanis sebagai berikut: Sebelah Utara
: Desa Cimanggis Sebelah Selatan
: Kelurahan Cibadak Sebelah Barat
: Desa Parakan Raya dan Kelurahan Curug Sebelah Timur
: Kelurahan Mekarwangi Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Kelurahan Kayumanis terletak pada akses
Jalan Sholeh Iskandar sebagai jalan utamanya, yang memiliki kondisi fisik jalan beton dengan kondisi cukup baik. Kelurahan Kayumanis berjarak sekitar 5 km dari
pusat pemerintahan Kecamatan Tanah Sareal, dan berjarak sekitar 8 km dari pusat pemerintahan Kota Bogor.
Sarana dan prasarana keagamaan di Kelurahan Kayumanis terdiri dari 15 buah masjid, 16 buah mushalla, dan 14 majelis talim. Penduduk di Kelurahan Kayumanis
sebagian besar menganut agama Islam sebanyak 97,27, dan sisanya menganut agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha Kantor Kelurahan Kayumanis, Kota
Bogor. Kelurahan Kayumanis memiliki sarana kesehatan berupa satu unit Puskesmas, tiga unit praktek bidan, dan 14 unit Posyandu. Sementara untuk struktur
mata pencaharian penduduk Kelurahan Kayumanis sebagian besar bermata
pencaharian sebagai buruh, wiraswastapedagang, karyawan swasta, dan pegawai negeri sipil.
5.2 Gambaran Umum Industri Pengolahan Aspal
Industri pengolahan aspal yang berlokasi di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor adalah salah satu unit usaha milik salah satu perusahaan
swasta yang bergerak di bidang kontraktor jalan, pemeliharaan jalan, dan produksi bahan konstruksi jalan. Produk utamanya adalah berbagai jenis aspal seperti aspal
hotmix, aspal emulsi, aspal beton, dan aspal ready mix. Unit industri yang berlokasi di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis merupakan tempat Asphalt Mixing Plant
AMP milik perusahaan ini berada. Asphalt Mixing Plant AMP merupakan seperangkat peralatan yang akan menghasilkan produk berupa campuran aspal panas.
Campuran aspal panas atau hotmix berasal dari pencampuran agregat dengan aspal panas. Proses pencampurannya melewati berbagai tahapan termasuk
pemanasan, pengeringan, penyaringan dengan saringan panas, pencampuran, dan pengisian filler. Proses-proses ini akan mneghasilkan debu-debu halus yang nantinya
akan dikumpulkan oleh dust collector. Dust collector ini kemudian akan menghisap debu-debu yang dihasilkan dari AMP ke dalam suatu silo cyclone dan diputar
sehingga partikel yang berat akan turun ke bawah, atau bisa juga dikumpulkan ke dalam suatu bak yang dialiri air sehingga partikel debu akan turun ke dalam bak
penampung. Setelah itu udara yang sudah tidak mengandung partikel debu akan dikeluarkan melalui cerobong asap.
Menurut keterangan warga, pada masa awal AMP ini berdiri, cerobong asap yang digunakan masih rendah sehingga asap yang dikeluarkan sangat mengganggu
aktivitas warga. Walaupun sudah ada dust collector namun tidak dapat menjamin udara yang dikeluarkan dari cerobong asap benar-benar bersih dari partikel debu.
Setelah warga mengajukan protes, cerobong asap dari AMP ini dibuat lebih tinggi sehingga menurut warga hal itu agak mengurangi pencemaran yang terjadi. Namun
karena pencemaran udara merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari proses pencampuran aspal ini, sangat diharapkan apabila industri menggunakan teknologi
filter udara yang lebih baik supaya dapat menghindari pelepasan udara yang masih
mengandung partikel-partikel sisaan proses kerja AMP yang dikeluarkan dari cerobong asap.
5.3 Karakteristik Responden Sekitar Kawasan Industri Pengolahan Aspal
Karakteristik umum responden diperoleh berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan terhadap 45 rumahtangga yang bertempat tinggal di RT 01 dan RT 02, RW
01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian variabel meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan, pendapatan, dan jumlah tanggungan keluarga.
5.3.1 Jenis Kelamin
Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah laki-laki. Laki-laki umumnya merupakan kepala rumahtangga yang berperan penting dalam setiap
pengambilan keputusan rumahtangga. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 29 orang 64,44,
sedangkan responden perempuan sebanyak 16 orang 35,56. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis kelamin responden Jenis kelamin
Jumlah responden rumahtangga
Persentase Laki-laki
29 64,44
Perempuan 16
35,56 Total
45 100
5.3.2 Usia
Berdasarkan hasil survei, tingkat usia responden sangat bervariasi, dengan usia paling muda yaitu 28 tahun dan paling tua yaitu 70 tahun. Tingkat usia
responden tertinggi yaitu pada kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 18 orang 40, selanjutnya responden pada kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 14 orang 31,11,
responden pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak sepuluh orang 22,22, dan responden pada kelompok usia ≥56 tahun sebanyak tiga orang 6,67. Distribusi
tingkat usia responden dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran usia responden Usia tahun
Jumlah responden rumahtangga Persentase
26-35 14
40 36-45
18 31,11
46-55 10
22,22 ≥56
3 6,67
Total 45
100
5.3.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan lama tempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang Sekolah Dasar SD
sampai perguruan tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar SD sebanyak 19 orang atau sebesar 42,22, latar
belakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP sebanyak sepuluh orang atau sebesar 22,22, latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA
sebanyak tiga orang atau sebesar 6,67 dan latar belakang Perguruan Tinggi sebanyak 13 orang atau sebesar 28,89. Perbandingan persentase tingkat pendidikan
responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat pendidikan responden
Tingkat pendidikan Jumlah responden
rumahtangga Persentase
SD 19
42,22 SMP dan sederajat
10 22,22
SMA dan sederajat 3
6,67 Perguruan Tinggi
13 28,89
Total 45
100
5.3.4 Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden dibagi menjadi lima kategori, antara lain wiraswasta sebanyak 19 orang atau sebesar 42,22, karyawan swasta sebanyak
sebelas orang atau sebesar 24,44, Ibu Rumah Tangga IRT sebanyak sepuluh orang atau sebesar 22,22, Pembantu Rumah Tangga PRT sebanyak empat orang atau
sebesar 8,9, dan Pegawai Negeri Sipil PNS sebanyak satu orang atau sebesar 2,22. Persentase jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jenis pekerjaan responden
Jenis pekerjaan Jumlah responden
rumahtangga Persentase
Wiraswasta 19
42,22 Karyawan swasta
11 24,44
Ibu rumah tangga 10
22,22 Pembantu rumah tangga
4 8,9
Pegawai negeri sipil 1
2,22 Total
45 100
5.3.5 Pendapatan
Berdasarkan hasil survei, tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari yang terkecil sebesar Rp750.000 sampai yang terbesar Rp3.000.000. Sebaran
pendapatan responden yang berada pada rentang Rp500.000-Rp1.000.000 yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 20. Sebagian besar responden berada pada
rentang pendapatan Rp1.001.000-Rp2.000.000 yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 46,67. Responden dengan pendapatan Rp.2.001.000-Rp3.000.000 yaitu sebanyak
enam orang atau sebesar 13,33, dan responden dengan pendapatan Rp3.000.000 yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 20. Sebaran tingkat pendapatan
responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat pendapatan responden
Tingkat pendapatan rupiah Jumlah responden
rumahtangga Persentase
500.000-1.000.000 9
20 1.001.000-2.000.000
21 46,67
2.001.000-3.000.000 6
13,33 3.000.000
9 20
Total 45
100
5.3.6 Jumlah Tanggungan
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak tiga orang yaitu sebanyak 19 responden atau sebesar 42,22.
Responden yang tidak memiliki tanggungan sebanyak tiga responden atau sebesar 6,67, responden yang memiliki tanggungan sebanyak satu orang yaitu satu
responden atau sebesar 2,22 responden yang memiliki tanggungan sebanyak dua
orang yaitu ada sebanyak 16 responden atau sebesar 35,56, dan responden yang memiliki tanggungan sebanyak empat orang ada sebanyak enam responden atau
sebesar 13,33. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah individu dalam setiap keluarga rata-rata masih cukup besar. Hal ini disebabkan karena dalam satu rumah
biasanya terdiri dari dua keluarga inti, misalnya orangtua yang ikut tinggal bersama dengan anaknya yang sudah menikah. Persentase jumlah tanggungan keluarga dapat
dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah tanggungan responden
Jumlah tanggungan orang Jumlah responden
rumahtangga Persentase
3 6,67
1 1
2,22 2
16 35,56
3 19
42,22 4
6 13,33
Total 45
100
HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Identifikasi Keadaan Masyarakat Akibat Pencemaran
Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Kualitas lingkungan yang baik akan meningkatkan kualitas hidup
manusia. Namun pada kenyataannya seringkali kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat mengakibatkan
pencemaran. Pencemaran akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang akan mengganggu kenyamanan hidup manusia. Kegiatan yang dilakukan oleh suatu
pihak terkadang dapat menimbulkan eksternalitas negatif yang dirasakan oleh pihak lainnya, sehingga pihak lain harus menanggung kerugiannya.
Aktivitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kualitas hidup yang berupa produksi, konsumsi, dan distribusi dalam
prosesnya membutuhkan input dan akan menghasilkan output. Proses untuk menghasilkan output tentu saja akan menghasilkan residu atau limbah. Limbah
sebagai salah satu hasil dari proses produksi apabila dilepaskan langsung ke lingkungan akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, padahal kualitas
lingkungan yang baik akan mampu mewujudkan kualitas hidup manusia yang baik pula. Salah satu aktivitas manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya
adalah sektor industri. Sektor industri memiliki peran besar dalam pembangunan perekonomian, namun di sisi lain juga memberikan dampak berupa pencemaran baik
pencemaran udara, padat, dan cair akibat limbah yang dihasilkannya. Pencemaran ini dapat memberikan dampak eksternalitas negatif terhadap masyarakat yang tinggal
di sekitarnya. Industri pengolahan aspal di Kelurahan Kayumanis letaknya berdekatan
dengan pemukiman warga. Hal ini memberikan dua dampak kepada masyarakat sekitar, dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif akibat adanya industri
pengolahan aspal tersebut antara lain berupa terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan berkembangnya usaha-usaha mikro milik masyarakat. Usaha-
usaha mikro ini misalnya warung makan, warung kelontong, dan counter pulsa. Selain mendatangkan dampak positif, industri pengolahan aspal ini juga memberikan
dampak negatif untuk masyarakat. Kerugian yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah penurunan kualitas udara karena limbah dari proses pengolahan aspal tersebut
adalah asap dan debu. Hasil penelitian terhadap 45 responden menunjukkan bahwa seluruh responden 100 merasakan adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan
industri. Bentuk perubahan lingkungan yang dirasakan bervariasi, namun yang paling dominan dirasakan adalah asap dan debu yang mencemari udara, yang dinyatakan
oleh sebanyak 32 responden atau sebesar 71,11. Berdasarkan hasil wawancara, banyak responden yang mengeluhkan asap dan
debu yang dihasilkan oleh industri apabila sedang banyak produksi. Proses produksi industri pengolahan aspal tersebut biasanya berlangsung dari pagi hingga malam hari.
Asap dan debu yang dihasilkan sangat mengganggu masyarakat, selain itu timbul juga kebisingan dari suara mesin saat produksi. Bahkan beberapa responden mengaku
ada getaran pada dinding rumahnya bila industri sedang dalam proses produksi. Debu yang dihasilkan juga menempel pada atap, kaca jendela, dan lantai rumah, sehingga
warga harus sering membersihkannya terutama pada saat musim kemarau. Asap dan debu yang mencemari udara ini juga membuat warga menderita penyakit seperti
batuk, flu, sesak nafas, bahkan penyakit paru-paru. Selain pencemaran udara, sebanyak lima orang responden atau sebesar
11,11 mengeluhkan bahwa kenyamanannya terganggu. Hal ini disebabkan karena aktivitas pabrik yang mencemari udara, bising, dan menimbulkan bau aspal yang
tajam. Sebanyak delapan orang responden atau sebesar 17,78 mengeluhkan lingkungan menjadi kumuh semenjak adanya industri pengolahan aspal, hal ini
disebabkan oleh banyaknya jelaga di sepanjang jalan dan dinding-dinding rumah yang jaraknya sangat dekat dengan industri. Dampak negatif yang dirasakan
responden dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil wawancara, asap dan debu yang mencemari udara
merupakan perubahan lingkungan yang paling dominan dirasakan oleh responden. Sebanyak 32 orang responden atau sebesar 71,11 mengeluhkan terjadi penurunan
kualitas udara di sekitar rumah mereka yang ditunjukkan dengan kondisi udara yang panas, berdebu, dan menyesakkan.