43
tempe kacang komak tidak secara nyata menurunkan LDL serum. Masih tingginya kandungan LDL serum tikus kelompok tempe dibandingkan
kelompok kontrol negatif, kemungkinan karena konsumsi ransum kelompok ini yang sangat rendah. Rendahnya konsumsi ransum
menyebabkan tikus kekurangan kalori. Pada saat sel-sel di dalam tubuh tikus membutuhkan tambahan kalori, sedangkan asupan makanan kurang,
maka hati akan memproduksi VLDL yang mengandung 56 triasilgliserol dan 23 kolesterol ke dalam darah. Triasilgliserol kemudian dipecah
menjadi asam lemak untuk memenuhi kebutuhan sel. VLDL yang telah berkurang triasilgliserolnya akan menjadi LDL 13 triasilgliserol dan
58 kolesterol. LDL yang tersisa selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor dan dibawa kembali ke hati Marinetti 1990. Kecepatan produksi
VLDL dan pembongkaran triasilgliserol VLDL yang tidak seimbang dengan pengembalian LDL ke hati inilah yang kemungkinan menyebabkan
LDL serum di tempe masih cukup tinggi apabila dibandingkan kontrol negatif.
Penurunan kadar LDL sebesar 13,23 pada tikus tempe tersebut apabila dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan protein
kacang komak memang relatif sangat rendah. Namun jika dibandingkan dengan tempe kedelai nilai ini masih lebih besar. Brata-Arbai 1994
meneliti efek tempe kedelai terhadap profil lipid manusia yang mengalami hiperlipidemia.
Hasil penelitian
tersebut menunjukkan,
setelah mengonsumsi tempe kedelai selama dua minggu hanya menurunkan LDL
darah sebesar 8,29. Kemampuan menghambat kenaikan kadar LDL tepung tempe
kacang komak kemungkinan karena sampel ini masih mengandung beberapa zat anti nutrisi. Anti nutrisi yang terdapat di kacang komak antara
lain tanin, fitat, dan anti tripsin Colucci 1999. Yugarani et al. 1992 menyatakan bahwa tanin mampu menurunkan kadar LDL dan trigliserida
tanpa mempengaruhi kadar HDL. Hasil penelitian Hyen Lee et al. 2007
menunjukkan bahwa tikus tua 15 bulan yang diberi diet 1,5 asam fitat, mengalami penurunan kadar LDL serum secara signifikan.
Wright 199 kemampuan
dan meningk
5. Indeks Aterog
Keterangan:
G Indeks
resiko aterosk semakin tingg
5 Vidyadaran Gamba
dianalisis. Da tinggi, walau
kontrol negati kontrol positif
Tidak secara statistik
apabila diband Karmally 20
aterosklerosis HDL d
hipotesis mek
1 2
3 4
5 6
In d
e k
s A
th e
ro g
e n
ik
998 mendapatkan paten atas penem n α
1
-antitripsin untuk meningkatkan jumlah gkatkan sintesis asam empedu di hati.
rogenik IA
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang secara statistik pada α=0,1 Lampiran 11.
Gambar 15. Indeks Aterogenik Tikus Percoba ks aterogenik IA merupakan indikator un
sklerosis Sihombing 2003. Semakin tinggi ggi pula resiko terkena aterosklerosis. Nilai IA
an et al. 1997. bar 15 memperlihatkan nilai IA ketiga kelom
ari gambar tersebut terlihat bahwa nilai IA u tidak berbeda nyata dengan kontrol posi
atif memiliki nilai IA paling kecil. Nilai IA tif, dan tempe secara berturut-turut adalah 1,26
k adanya perbedaan nilai IA tempe terhadap tik, sejalan dengan rendahnya kadar HDL kel
ndingkan dengan kontrol negatif Gambar 13 2000 menyatakan bahwa salah satu peny
adalah karena rendahnya kadar HDL darah. diketahui dapat menurunkan resiko ateroskler
ekanisme. Pertama, melalui mekanisme peng
1 2
3 4
5 6
Kontrol negatif Kontrol positif
Tempe 1,26 a
5,14 b 5,99
Kelompok Tikus
44
muannya, yaitu lah reseptor LDL
g berbeda nyata
baan. untuk mengetahui
gi nilai IA, maka IA normal yaitu ≤
ompok tikus yang IA tempe paling
sitif pada α=0,1. A kontrol negatif,
26; 5,14; dan 5,99. ap kontrol positif
elompok tikus ini 13. Ginsberg dan
nyebab terjadinya
lerosis melalui dua ngangkutan balik
b
45
kolesterol dari jaringan ke hati. Kedua, kemampuan antiaterogenik HDL terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan dan atau antiagregasi di
saluran darah. Secara in vitro Apo A-I dapat melindungi LDL dari serangan oksidasi. Apo A-I merupakan protein utama penyusun HDL
Ginsberg dan Karmally 2000.
E. Peroksidasi Lipid Malonaldehida MDA
Malonaldehida ditemukan di jaringan manusia dan hewan sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid IARC 1985. Kadar MDA dalam suatu
jaringan dapat menjadi indikator tingkat serangan radikal bebas terhadap lipid di jaringan tersebut. Selain itu, kadar MDA juga dapat menjadi indikator
keefektifan antioksidan dalam suatu pangan di dalam tubuh. Kadar MDA pada penelitian ini dianalisis pada organ hati dan limpa.
Hati dan limpa dipilih karena kedua jaringan ini memiliki fungsi dalam metabolisme lemak. Limpa memiliki peran dalam penyerapan lemak dari
usus halus ke darah Nigam 2008. Hati juga memiliki peran dalam mendegradasi asam lemak menjadi energi, mensintesis trigliserida dari
karbohidrat dan protein, dan memproduksi lemak lainnya seperti kolesterol dan fosfolipid. Selain itu, hati juga memiliki kemampuan untuk melakukan
desaturasi asam lemak sehingga trigliserida yang ada di hati umumnya dalam bentuk tidak jenuh Guyton 1987. Keberadaan asam lemak tidak jenuh di
hati membuat lipid hati menjadi sensitif terhadap oksidasi. Penentuan kadar MDA organ hati dan limpa dilakukan secara
spektrofotometrik. Sebagai standar digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana TEP dengan konsentrasi 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10
-3
pmolml. Persamaan kurva standar yang didapat yaitu y = 0,008x + 0,030 dengan R² = 0,956, dimana y = absorbansi dan x = konsentrasi MDA 10
-3
pmolml. Kurva standar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Gambar 16 menunjukkan kadar MDA hati dan limpa ketiga kelompok
tikus. Dari gambar tersebut diketahui kadar MDA hati kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 0,04; 0,02; dan 0,04 pmolml. Kadar
MDA limpa kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 0,1; 0,09; 0,1 pmolml. Nilai MDA ini relatif sangat kecil bila dibandingkan