Hasil Analisis Partial Least Square PLS Pengujian Model

Hasil survey pada mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa stasiun televisi yang paling sering disaksikan mahasiswa adalah Trans TV dengan persentase sebesar 29 persen dan stasiun televisi yang paling sedikit disaksikan adalah TCL salah satu saluran televisi kabel. Hal ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi produsen mobile broadband Smartfren untuk lebih sering menayangkan iklan televisi mobile broadband Smartfren pada stasiun televisi Trans TV yang paling sering disaksikan mahasiwa. Gambar 21. Stasiun televisi yang sering disaksikan mahasiswa Data Primer, 2012 Demikian karakteristik mahasiswa yang berhasil diperoleh dari survey dengan kuisioner yang telah diolah menjadi diagram agar mudah dimengerti. Ulasan diatas diperoleh dari 100 yang pernah menyaksikan iklan televisi mobile broadband Smartf ren versi “I Hate Slow” yang datanya telah lolos dalam pengujian validitas responden.

4.4. Hasil Analisis Partial Least Square PLS

Metode analisis yang digunakan adalah untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh variabel eksogen murni yaitu Pesan Iklan F terhadap variabel laten dependen endogen yaitu Pengenalan Merek B, Kepercayaan Konsumen C, Sikap Konsumen A, Niat Beli I dan Pembelian Nyata P. Namun variabel Pengenalan Merek B, Kepercayaan Konsumen C, Sikap Konsumen A, Niat Beli I juga berperan sebagai variabel eksogen karena selain dipengaruhi oleh variabel laten lain, variabel tersebut juga memberikan pengaruh terhadap variabel laten lain. Partial Least Square PLS yang diolah dengan software SmartPLS 2.0 M3 dengan menggunakan 100 data responden yang telah valid untuk memenuhi aturan 29 2 13 6 6 2 14 27 1 Stasiun televisi PLS. Pemilihan PLS sebagai alat analisis karena dapat mengetahui hubungan sebab akibat dan dapat mengukur suatu hubungan yang tidak dapat diukur secara langsung. Selain itu seperti dinyatakan oleh Wold 1985 dalam Ghozali 2008 Partial Least Square PLS merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan dengan banyak asumsi. Berikut ini adalah gambar Consumer Decision Model CDM ketika telah diolah dengan menggunakan SmartPLS, mencakup indikator-indikator yang mereflektifkan variabel laten Gambar 22. CDM dalam SmartPLS Data Diolah, 2012

4.5. Pengujian Model

Setelah model dibentuk, dimasukan, serta diolah datanya menggunakan SmartPLS, dilakukan uji kelayakan model. Pengujian kelayakan model secara umum dilakukan dengan mengevaluasi outer model dan inner model.

4.5.1 Model Pengukuran Outer Model

Dalam bukunya Ghozali 2008 mengatakan bahwa outer model atau sering disebut juga outer relation atau measurement model adalah model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Evaluasi measurement model dengan indikator reflektif dilakukan dengan melihat nilai korelasi antara indikator dengan skor konstruknya. Chin 1998 dalam Ghozali 2008 mengatakan bahwa koefisien atau factor loading dari indikator pada model mempunyai batasan 0,7. Sehingga dalam penelitian kali ini, indikator yang mempunyai nilai factor loading kurang dari 0,7 akan didrop. Terlihat pada Gambar 22. ada indikator yang harus didrop karena memiliki nilai factor loading dibawah 0,7 adapun indikator- indikatoryang harus didrop tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Indikator-indikator yang harus di drop KONSTRUK INDIKATOR NILAI Pesan iklan F F1 Gaya hidup modern 0,505 F2A Kesan 0,689 F2B Kesan 0,561 F3 Merek 0,634 F4 Ketertarikan 0,532 F5 Niat Beli 0,597 Merek B B1 Gaya hidup modern 0,475 B2A Kesan 0,685 B2B Kesan 0,588 B4 Ketertarikan 0,466 B5 Niat beli 0,580 Kepercayaan konsumen C C1 Gaya hidup modern 0,610 C2A Kesan 0,647 C3 Merek 0,584 C4 Ketertarikan 0,660 C5 Niat beli 0,607 Sikap Konsumen A A1 Gaya hidup modern 0,467 A2A Kesan 0,665 A5 Niat beli 0,664 Niat beli I I1 Gaya hidup modern 0,690 I4 Ketertarikan 0,698 Sumber : Data Olah 2012 Aktivitas pendropan dilakukan bertahap dari variabel laten paling kiri hingga variabel laten paling kanan sesuai dengan alur pada Consumer Decision Model CDM yakni mulai dari eksogen murni Pesan Iklan F, lalu berlanjut kepada Pengenalan Merek B, Kepercayaan Konsumen C atau Sikap Konsumen A, setelah semua indikator pada variabel tersebut sudah 0,7 maka proses pendropan dilanjutkan pada indikator yang dimiliki variabel laten Niat Beli I dan terakhir pada variabel laten yang merupakan endogen murni yaitu Pembelian Nyata P sehingga akan diperoleh alur yang menentukan sejauh mana efektivitas iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow”. Namun ketika tahapan proses pendropan berjalan didapati tidak semua dari indikator tersebut diatas dihilangkan. Dari dua puluh satu indikator yang tertera di atas hanya lima belas yang sungguh didrop. Indiktor yang tidak jadi didrop adalah indikator F3, F4, B4, C3, C4, dan I5. Hal tersebut terjadi karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses pendropan dilakukan bertahap sesuai tahapan CDM. Ketika ada satu indikator yang didrop maka akan berpengaruh kepada nilai loading factor indikator lainnya. Itulah yang terjadi kepada lima indikator tersebut, ketika dilakukan drop-ing mulai dari F terkecil ternyata membuat indikator-indikator tersebut meningkat nilai loading factor terus hingga 0,7 sehingga membuatnya tidak jadi didrop. Tabel 11 memperlihatkan indikator-indikator yang didrop sesungguhnya. Tabel 11. Indikator-indikator yang di drop sesungguhnya KONSTRUK INDIKATOR NILAI Pesan iklan F F1 Gaya hidup modern 0,505 F2A Kesan 0,689 F2B Kesan 0,561 F5 Niat Beli 0,597 Merek B B1 Gaya hidup modern 0,475 B2A Kesan 0,685 B2B Kesan 0,588 B5 Niat beli 0,580 Kepercayaan konsumen C C1 Gaya hidup modern 0,610 C2A Kesan 0,647 C2B Kesan 0,717 C5 Niat beli 0,607 Sikap Konsumen A A1 Gaya hidup modern 0,467 A2A Kesan 0,665 A5 Niat beli 0,664 Niat beli I I1 Gaya hidup modern 0,690 Sumber : Data Olah 2012 Perhatikan indikator-indikator pada Tabel 10 dan Tabel 11 selain F3, F4, B4, C3, C4, dan I5 yang tidak jadi didrop terdapat juga satu indikator yang semula termasuk golongan 0,7 menjadi terdrop, indikator tersebut adalah C2B. Hal tersebut terjadi karena keika drop- ing dilakukan bertahap membuat nilai loading factor C2B terus mengalami penurunan hingga 0,7. Lebih jelasnya perhatikan Gambar 23 yang memuat indikator yang bertahan hingga akhir proses pendropan. Gambar 23. CDM dalam SmartPLS setelah ada Indikator yang didrop Data Diolah, 2012 Setelah seluruh indikator memiliki loading factor 0,7 maka dapat diketahui kekuatan indikator dalam merefleksikan interelasi yang terbesar dalam menggambarkan konstruk, seperti terangkum pada tabel berikut ini: Tabel 12. Nilai tertinggi interrelasi indikator dengan laten LATEN Nilai interelasi reflektif tertinggi Pesan iklan F F3 Merek 0,816 Merek B B3 Merek 0,852 Kepercayaan konsumen C C3 Merek 0,825 Sikap konsumen A A3 Merek 0,849 Niat beli I I3 Merek 0,823 Pembelian nyata P2B Kesan 0,877 Sumber : Data Olah 2012 Secara umum sebagian besar, masing-masing laten direflektifkan paling tinggi melalu merek dalam hal ini karena maskot Smartfren yang bernama kwik, menurut responden mudah untuk diingat dan dikenali dikemudian hari.

4.5.2 Model Struktural Inner Model

Inner model atau yang disebut inner relation atau structural model oleh Ghozali 2008 dikatakan sebagai model yang menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Penelitian ini akan mengevaluasi inner model dari sisi variansi, koefisien dan signifikasi jalur. 1. Variansi Terlihat pada Gambar 23 bahwa hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa pesan iklan F dapat menjelaskan variansi pengenalan merek B sebesar 56,9 dan sisanya sebesar 43.1 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi kepercayaan konsumen C dapat dijelaskan oleh pesan iklan F dan pengenalan merek B sebesar 49,3 dan sisanya dijelaskan sebesar 50,7 dijelaskan oleh variabel lain. Sedangkan untuk variansi sikap konsumen A dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F dan variabel pengenalan merek B sebesar 35,1 dan sisanya sebesar 64,9 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi niat beli konsumen I dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, dan sikap konsumen A sebesar 28,4 dan sisanya sebesar 71.6 dijelaskan oleh variabel lain. Variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, sikap konsumen A, dan niat beli I dapat menjelaskan variansi pembelian nyata P sebesar 20,6 oleh dan sisanya sebesar 79,4 dijelaskan oleh variabel lain. 2. Estimasi Koefisien Jalur Penilaian terhadap kriteria estimasi koefisien jalur, hasil bootstrapping terdapat pada Tabel 13, yang berisi informasi tentang koefisien untuk tiap jalur dan nilai T-Statistiknya dari output pengolahan data dengan software SmartPLS. Tabel 13 memperlihatkan pesan iklan F memiliki pengaruh positif langsung terhadap pengenalan merek B dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,754 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Selain itu pesan iklan F juga memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A. dengan nilai koefisien masing-masing 0,272 dan 0,277 keduanya signifikan pada p ≤ 0,05 T statistic T tabel 1,96. Pesan Iklan F juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A masing-masing sebesar 0,358 dan 0,268. Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dengan nilai koefisien 0,475 s ignifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Tabel 13. Path Coefficients Consumer Decision Model Original Sample O Sample Mean M Standard Deviation STDEV Standard Error STERR T Statistics |OSTERR| A -I 0,463559 0,466846 0,127647 0,127647 3,631,561 B -A 0,355312 0,363465 0,135908 0,135908 2,614,357 B -C 0,474560 0,463522 0,138084 0,138084 3,436,758 C -I 0,090086 0,090547 0,139857 0,139857 0,644131 F -A 0,276775 0,281895 0,116537 0,116537 2,374,996 F -B 0,754422 0,750091 0,049522 0,049522 15,234,134 F -C 0,271620 0,296419 0,124188 0,124188 2,187,166 I -P 0,454330 0,473904 0,085852 0,085852 5,292,040 Sumber: Data Olah 2012 Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap sikap konsumen A dengan nilai koefisien 0,355 dan signifikan pada p ≤ 0,05 T statistic T tabel 1,96. Kepercayaan konsumen C memiliki pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,090 namun tidak signifikan, sehingga jalur ini dapat dikatakan tidak efektif. Sikap konsumen A mempunyai pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,464 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Niat beli I memiliki pengaruh positif langsung terhadap pembelian nyata P dengan nilai koefisien sebesar 0,454 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. 4.5.3 Hasil Analisis Consumer Decision Model CDM Hasil bootrapping seperti pada Gambar 24 menunjukkan bahwa iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow” efektif dalam mengkomunikasikan pesan iklannya yang dikemas dalam iklan versi “I Hate Slow” sehingga dapat berujung kepada pemebelian nyata. dalam hal ini jalur yang signifikan adalah yang memenuhi syarat batas lebih besar dari T tabel 5 yaitu 1,96. Gambar 24. CDM dalam SmartPLS setelah bootsrapping Data Diolah, 2012 Seperti terlihat pada gambar di atas, terdapat tiga jalur yang efektif untuk menghantarkan pesan iklan F hingga berujung kepada pembelian nyata P. Untuk lebih jelasnya hasil bootsrapping tersebut disederhanakan seperti berikut : Gambar 25. Evaluasi jalur Consumer Decision Model mobile broadband Smartfren Data Diolah, 2012 Perhatikan gambar tersebut terlihat bahwa pesan iklan F membuat seluruh alur baik yang menuju pengenalan merek B, sikap konsumen A maupun kepercayaan konsumen C menjadi signifikan. Namun, tidak seluruh jalur tersebut berujung kepada pembelian nyata. Setelah sampai pada tahap kepercayaan konsumen C jalur sudah tidak signifikan karena kepercayaan konsumen C tidak dapat menyalurkan kepada tahap selanjutnya yaitu niat beli I sehingga tidak berujung kepada pembelian nyata P. Variabel yang bertindak sebagai variabel antara adalah sikap konsumen A dan pengenalan merek B karena kedua variabel ini dapat mempengaruhi pesan iklan F kepada niat beli I. Sedangkan, Tidak F C B P I A Berpengaruh Tidak Berpengaruh variabel kepercayaan konsumen C bukan merupakan variabel antara karena variabel tersebut tidak mampu mengantarkan hingga ke niat beli I sehingga gagal mencapai pembelian nyata P. Sehingga dapat dikatakan bahwa informasi pada iklan televisi Smartf ren versi “I Hate Slow” mampu mengkomunikasikan informasinya secara efektif hingga berujung ke pembelian nyata melalui jalur informasi dari iklan di televisi F mobile broadband Smartfren versi „I Hate Slow” kepada konsumen atau pemirsa televisi, yang dapat menimbulkan sikap positif konsumen terhadap produk yang ditawarkan A, sehingga memunculkan niat beli I dan berujung kepada pembelian nyataP mobile broadband Smartfren. Selain itu jalur yang efektif adalah melalui jalur informasi dari iklan di televisi F mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow” sehingga dapat memperkenalkan merek Smartfren B kepada konsumen atau pemirsa tersebut yang memacu timbulnya sikap konsumen A, sehingga memunculkan niat beli I dan berujung kepada pembelian nyata P mobile broadband Smartfren. 4.6. Hasil Consumer Decision Model dengan Impulse Buying Setelah mengetahui efektivitas iklan televisi mobile broadband Smartfren serta berhasil mengetahui jalur yang signifikan dalam mengahantarkan pesan iklan dalam bentuk informasi iklan dari media televisi menuju pembelian nyata baik secara langsung maupun melalui pembentukkan niat beli terlebih dahulu. Ingin diketahui apakah ada impulse buying yang bekerja selain evaluasi Consumer Decision Model CDM yang memetakan pikiran konsumen sehingga iklan efektif hingga pembelian nyata. Gambar 26 adalah modifikasi Consumer Decision Model CDM untuk menguji keberadaan impulse buying. Model dimodifikasi dengan menambahkan garis regresi dari variabel pesan iklan F langsung menuju variabel niat beli I yang akan diteruskan kepada variabel pembelian nyata P. Modifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui adakah impulse buying yang mempengaruhi pesan iklan dalam hal ini iklan televisi versi “I Hate Slow” langsung kepada niat beli mobile broadband Smartfren yang diharapkan berlanjut kepada pembelian nyata. Gambar 26. Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-I-P Data Diolah, 2012 1. Evaluasi outer model CDM dengan impulse buying F-I-P Seperti pada proses-proses pengolahan dengan menggunakan SmartPLS sebelumnya, dilakukan evaluasi outer model dengan menghapus loading factor yang bernilai 0,7 sehingga tersisa beberapa indikator saja yang mampu mereflektifkan masing-masing laten dalam model tersebut, terlihat pada Gambar 27. Gambar 27. Hasil Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F- I-P setelah didrop Data Diolah, 2012 Setelah seluruh indikator memiliki nilai factor loading 0,7 maka didapat informasi tentang indikator yang paling mereflektifkan dari masing-masing laten, dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14. Nilai tertinggi interrelasi indikator dengan laten CDM dengan Impulse Buying F-I-P LATEN Nilai interelasi reflektif tertinggi Pesan iklan F F3 Merek 0,813 Merek B B3 Merek 0,851 Kepercayaan konsumen C C3 Merek 0,825 Sikap konsumen A A3 Merek 0,849 Niat beli I I3 Merek 0,824 Pembelian nyata P P2B Kesan 0,877 Sumber: Data Olah 2012 Dapat diketahui dari Tabel 14 bahwa sebagian besar tahapan dari Consumer Decision Model CDM dipengaruhi oleh merek Smartfren yang dapat dikatakan baru dalam industri mobile broadband. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam industri tersebut konsumen menantikan adanya produk baru yang dapat memberikan layanan internet yang lebih handal dibandingkan produk sejenisnya yang terlebih dahulu memasuki industri. 2. Evaluasi inner model CDM dengan impulse buying F-I-P Setelah melakukan evaluasi outer model maka dilakukan evaluasi inner model untuk mengetahui hubungan antar variabel laten baik berupa variansi maupun koefisien serta jalur yang signifikan. Dari Gambar 27, terlihat nilai variansi sebagai hubungan antar variabel laten. Hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa pesan iklan F dapat menjelaskan variansi pengenalan merek B sebesar 57,1 dan sisanya sebesar 42,9 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi kepercayaan konsumen C dapat dijelaskan oleh pesan iklan F dan pengenalan merek B sebesar 49,3 dan sisanya dijelaskan sebesar 50,7 dijelaskan oleh variabel lain. Sedangkan untuk variansi sikap konsumen A dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F dan variabel pengenalan merek B sebesar 35,1 dan sisanya sebesar 64,9 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi niat beli konsumen I dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, dan sikap konsumen A sebesar 28,4 dan sisanya sebesar 71.6 dijelaskan oleh variabel lain. Variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, sikap konsumen A, dan niat beli I dapat menjelaskan variansi pembelian nyata P sebesar 20,6 oleh dan sisanya sebesar 79,4 dijelaskan oleh variabel lain. Tabel 15 memperlihatkan hasil secara statistik yang diperoleh dengan pengolahan menggunakan SmartPLS untuk melakukan evaluasi inner model berupa koefisien dan signifikasi jalur yang efektif. Tabel 15. Path Coefficients CDM dengan Impulse Buying F-I-P Original Sample O Sample Mean M Standard Deviation STDEV Standard Error STERR T Statistics |OSTERR| A - I 0.458989 0.450356 0.123565 0.123565 3.714564 B - A 0.356198 0.343564 0.148015 0.148015 2.406494 B - C 0.475809 0.458635 0.14031 0.14031 3.391141 C - I 0.076614 0.089771 0.171189 0.171189 0.44754 F - A 0.275136 0.307307 0.129945 0.129945 2.11732 F - B 0.755501 0.74994 0.056921 0.056921 13.27276 F - C 0.269292 0.283998 0.125119 0.125119 2.152282 F - I 0.026812 0.02993 0.152082 0.152082 0.176303 I - P 0.454144 0.460404 0.084891 0.084891 5.349748 Sumber : Data Olah 2012 Pada Tabel 15 terlihat bahwa pesan iklan F memiliki pengaruh positif langsung terhadap pengenalan merek B memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,756 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Selain itu pesan iklan F juga memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A. dengan nilai koefisien masing-masing 0,269 dan 0,275 dengan nilai signifikan keduanya pada p ≤ 0,05 T statistic T tabel 1,96. Pesan Iklan F juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A masing-masing sebesar 0,360 dan 0,269. Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dengan nilai koefisien 0,476 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap sikap konsumen A dengan nilai koefisien 0,356 dan signifikan pada p ≤ 0,05 T statistic T tabel 1,96. Kepercayaan konsumen C memiliki pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,077 namun tidak signifikan karena T statistic T tabel 1,96 atau dapat dikatakan tidak efektif. Sikap konsumen A mempunyai pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,459 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Niat beli I memiliki pengaruh positif langsung terhadap pembelian nyata P dengan nilai koefisien sebesar 0,454 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Jalur-jalur signifikan sejauh ini sama dengan evaluasi pada consumer decision model sebelum modifikasi, adapun jalur hasil modifikasi antara pesan iklan F dengan niat beli I memiliki koefisien 0,027 namun tidak signifikan T statistic T tabel 1,96 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat impulse buying. Dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Hasil bootsrapping Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-I-P Data Diolah, 2012 Terlihat dari gambar di atas bahwa Impulse buying tidak efektif Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 29 yang merupakan penyederhanaan dari gambar sebelumnya. Gambar 29. Evaluasi jalur Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-I-P Data Diolah, 2012 Tidak Berpengaruh Tidak Berpengaruh P I C B A F Perhatikan gambar tersebut, terlihat bahwa jalur impulse buying dari pesan iklan F menuju niat beli I tidak signifikan sehingga tidak mampu mengahantarkan sampai kepada pembelian nyata P. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi impulse buying melalui niat beli I setelah menyaksikan iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow”. Gambar 30 menunjukan Consumer Decision Model CDM yang telah dimodifikasi untuk menguji adanya keberadaan impulse buying secara langsung dari pesan iklan F menuju pembelian nyata P, tanpa mengalami beberapa evaluasi yang mendalam. Berikut ini adalah gambar dari consumer decision model yang telah dimodifikasi: Gambar 30. Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-P Data Diolah, 2012 Model dimodifikasi dengan menambahkan garis regresi dari variabel pesan iklan F langsung menuju variabel pembelian nyata P. Modifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui keberadaan impulse buying yang mempengaruhi pesan iklan dalam hal ini iklan televisi versi “I Hate Slow” langsung tanpa melalui tahapan consumer decision model bahkan tanpa niat beli sekalipun. 3. Evaluasi outer model CDM dengan impulse buying F-P Evaluasi outer model dilakukan dengan menghapus loading factor yang bernilai 0,7 sehingga tersisa beberapa indikator saja yang betul- betul mampu mereflektifkan masing-masing laten dalam model yang telah dimodifikasi tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Hasil Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F- P setelah didrop Data Diolah, 2012 Setelah seluruh indikator memiliki nilai factor loading 0,7 maka dapat diketahui indikator yang paling mereflektifkan dari masing- masing laten, sebagai berikut: Tabel 16. Nilai tertinggi interrelasi indikator dengan laten CDM dengan Impulse Buying F-P LATEN Nilai interelasi reflektif tertinggi Pesan iklan F F3 Merek 0,882 Merek B B3 Merek 0,876 Kepercayaan konsumen C C3 Merek 0,885 Sikap konsumen A A2B Kesan 0,812 Niat beli I I3 Merek 0,818 Pembelian nyata P P2B Kesan 0,875 Sumber: Data Olah 2012 Tabel 16 menyatakan bahwa secara umum tahapan dari consumer decision model dipengaruhi oleh merek Smartfren dan kesan iklan yang mudah dimengerti. Hal ini mengindikasikan iklan versi “I Hate Slow” tersebut mampu mengemas pesan sehingga mudah dimengerti konsumen dan membantu dalam memperkenalkan merek Smartfren yang tergolong baru. Hal tersebut mendorong konsumen untuk ingin mencoba mobile broadband Smartfren yang tergolong baru karena seperti dalam iklannya yang sederhana, Smartfren ingin menjadi solusi dari masalah lambannya akses internet. 4. Evaluasi inner model CDM dengan impulse buying F- P Setelah melakukan evaluasi outer model maka dilakukan evaluasi inner model untuk mengetahui hubungan antar variabel laten baik berupa jalur signifikan, koefisien maupun variansi yang ditimbulkan. Dari Gambar 31, terlihat nilai variansi sebagai hubungan antar variabel laten. Hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa pesan iklan F dapat menjelaskan variansi pengenalan merek B sebesar 42,7 dan sisanya sebesar 57,3 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi kepercayaan konsumen C dapat dijelaskan oleh pesan iklan F dan pengenalan merek B sebesar 45,8 dan sisanya sebesar 54,2 dijelaskan oleh variabel lain. Sedangkan untuk variansi sikap konsumen A dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F dan variabel pengenalan merek B sebesar 40,8 dan sisanya sebesar 59,2 dijelaskan oleh variabel lain. Variansi niat beli konsumen I dapat dijelaskan oleh variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, dan sikap konsumen A sebesar 31 dan sisanya sebesar 69 dijelaskan oleh variabel lain. Variabel pesan iklan F, pengenalan merek B, kepercayaan konsumen C, sikap konsumen A, dan niat beli I dapat menjelaskan variansi pembelian nyata P sebesar 28,3 oleh dan sisanya sebesar 71,7 dijelaskan oleh variabel lain. Tabel 17 memperlihatkan hasil secara statistik yang diperoleh dengan pengolahan menggunakan SmartPLS untuk melakukan evaluasi inner model berupa koefisien dan signifikasi jalur yang efektif. Tabel 17. Path Coefficients CDM dengan Impulse Buying F- P Original Sample O Sample Mean M Standard Deviation STDEV Standard Error STERR T Statistics |OSTERR| A - I 0.511046 0.52864 0.123697 0.123697 4.131426 B - A 0.442083 0.43165 0.114112 0.114112 3.874114 B - C 0.435217 0.421784 0.123623 0.123623 3.520508 C - I 0.063096 0.063445 0.136563 0.136563 0.46203 F - A 0.255308 0.258767 0.12378 0.12378 2.062601 F - B 0.653673 0.672163 0.065912 0.065912 9.917378 F - C 0.306603 0.323463 0.112436 0.112436 2.726916 F - P 0.281615 0.289253 0.077406 0.077406 3.63814 I - P 0.379856 0.371243 0.097645 0.097645 3.890173 Sumber : Data Olah 2012 terlihat bahwa pesan iklan F memiliki pengaruh positif langsung terhadap pengenalan merek B memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,654 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Selain itu pesan iklan F juga memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A. dengan nilai koefisien masing-masing 0,307 dan 0,255 dengan nilai signifikan keduanya pada p ≤ 0,05 T statistic T tabel I,96. Pesan Iklan F juga mempunyai pengaruh positif tidak langsung terhadap kepercayaan konsumen C dan sikap konsumen A masing-masing sebesar 0,284 dan 0,289. Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap kepercayaan konsumen C dengan nilai koefisien 0,435 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Pengenalan merek B memiliki pengaruh positif langsung terhadap sikap konsumen A dengan nilai koefisien 0,442 dan signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Kepercayaan konsumen C memiliki pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,063 namun tidak signifikan karena T statistic T tabel 1,96 atau dapat dikatakan tidak efektif. Sikap konsumen A mempunyai pengaruh positif langsung terhadap niat beli I dengan nilai koefisien 0,511 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Niat beli I memiliki pengaruh positif langsung terhadap pembelian nyata P dengan nilai koefisien sebesar 0,380 serta signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93. Hubungan langsung hasil modifikasi antara pesan iklan F dengan pembelian nyata P memiliki koefisien 0,282 signifikan pada p ≤ 0,001 T statistic T tabel 2,93, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat impulse buying. Lebih jelasnya perhatikan Gambar 32. Gambar 32. Hasil bootsrapping Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-P Data Diolah, 2012 Dari hasil pendropan juga terlihat perbedaan indikator-indikator yang mereflektifkan masing-masing variabel laten dengan hasil pengolahan model sebelumnya. Pada model kali ini terdapat beberapa indikator yang sebelumnya tidak muncul antara lain, kesan internet cepat dengan sinyal yang kuat F2A, B2A, A2A, namun indikator yang mereflektifkan paling tinggi di tiap variabel laten masih sama dengan sebelumnya yaitu merek mobile broadband Smartfren itu sendiri, direflektifkan dengan maskot “Kwik” yang mudah diingat. Dari Gambar 32 juga terlihat adanya impuls buying dari variabel pesan iklan F langsung menuju variabel pembelian nyata P untuk lebih jelasnya perhatikan gambar yang telah disederhanakan berikut ini: Gambar 33. Evaluasi jalur Consumer Decision Model dengan Impulse Buying F-P Data Diolah, 2012 Gambar yang telah disederhanakan tersebut memperlihatkan bahwa impulse buying secara efektif menghantarkan konsumen secara langsung untuk melakukan pembelian nyata P mobile broadband Smartfren setelah menyaksikan pesan iklan F dalam bentuk ikl an televisi versi “I Hate Slow”. Hal tersebut terjadi walaupun tanpa evaluasi yang mendalam seperti tahapan Consumer Decision Model CDM. Setelah mengetahui hasil pengolahan Consumer Decision Model CDM yang telah dimodifikasi dapat disimpulkan bahwa impulse buying terjadi pada kelompok yang berani mencoba hal baru, dalam hal ini mencoba membeli mobile broadband Smartfren dengan merek yang baru diharapkan dapat menjadi solusi berinternetan serta menawarkan Tidak Berpengaruh Tidak Berpengaruh P I C B A F performa nyata yaitu internet menjadi solusi berinternetan dengan cepat dan sinyal yang kuat sebagaimana terkesan dalam iklan. Hal ini menyebabkan kelompok orang tersebut berani melakukan pembelian nyata terhadap mobile broadband Smartfren meskipun awalnya tidak mempunyai niat beli, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan internet yang tinggi membuat konsumen mencari solusi internet yang cepat dengan menggunakan merek baru karena merek terdahulu dirasa tidak memberikan kepuasan bagi konsumen. Hal ini juga didukung oleh iklan yang direspon baik oleh konsumen dibarengi dengan penawaran harga mobile broadband Smartfren maupun modem Smartfren yang jauh lebih murah dari pada para pesaingnya, yang memacu konsumen berani melakukan pembelian tanpa tahap evaluasi yang mendalam terlebih dahulu.

4.7. Analisis Diskriminan