Tempat dan Waktu Analisis Data MCV Mean Corpuscular Volume

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Bedah dan Radiologi sebagai tempat pemaparan radiasi dan pengambilan darah serta bagian Fisiologi sebagai tempat pemeriksaan darah. Pemeliharaan mencit di kandang hewan percobaan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2011. 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1 Persiapan dan pemeliharaan mencit Bahan yang diperlukan untuk persiapan dan pemeliharaan mencit adalah 48 ekor mencit jantan yang berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram yang diperoleh dari pembiakan di FKH IPB, pakan mencit komersil, serbuk kayu dan air minum ad libitum. Alat yang digunakan yaitu kandang plastik 35 x 25 x 15 cm yang dilengkapi dengan tutup kawat, tempat pakan, tempat air minum mencit dan alat cekok berupa stomach tube. Gambar 6 Mencit laboratorium di dalam kandang plastik.

3.2.2 Pembuatan dan pemberian ekstrak rosela Hibiscus sabdariffa L.

Bahan yang diperlukan untuk pemberian ekstrak rosela adalah kelopak rosela kering simplisia, etanol 96, ekstrak rosela, dan aquadest untuk pengenceran, sedangkan alat yang diperlukan adalah grinder, rotary evaporator, freeze dryer, syiringe 1 cc dan alat cekok stomach tube.

3.2.3 Paparan radiasi sinar-X

Alat yang digunakan untuk melakukan radiasi sinar-X terhadap mencit adalah mesin radiodiagnostik portabel sinar-X VR-1020, Medical corp, Japan, apron Pb, pelindung mata, pelindung tiriod, dosimeter MyDose™ ALOKA CO, LTD Tokyo Japan dan kandang mencit.

3.2.4 Pengambilan dan pemeriksaan darah perifer mencit

Bahan yang digunakan untuk mengambil darah antara lain kapas, alkohol 70, EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid 10, ketamine, xylazin, dan yohimbin. Alat yang digunakan antara lain syiringe 1 cc, syiringe 3 cc, syiringe 5 cc, mikrokapiler hematokrit, Eppendorf, dan timbangan.

3.2.5 Penghitungan jumlah eritrosit

Sampel darah dan larutan Hayem adalah bahan yang diperlukan untuk menghitung jumlah eritrosit. Alat yang digunakan antara lain hemositometer set yang terdiri dari kamar hitung Neubauer, pipet leukosit, selang hisap, dan cover glass , serta counter dan kertas tisu.

3.2.6 Pembuatan preparat ulas darah perifer, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit

Pembuatan preparat ulas darah dilakukan terhadap setiap sampel darah yang diambil. Selain sampel darah, bahan yang diperlukan antara lain larutan giemsa 10, dan metanol. Alat yang digunakan antara lain object glass, dan timer. Dalam pemeriksaan hematokrit dibutuhkan sampel darah, mikrohematokrit, microhematocrit clay , alat sentrifus dan refractometry. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan hemoglobin adalah hemometer Sahli terdiri dari: gelas berwarna sebagai warna standar, tabung hemometer, pengaduk dari gelas, pipet Sahli, pipet Pasteur, kertas tisu, larutan HCl 0.1 N dan aquadest. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan dan Pemeliharaan Mencit Mencit yang digunakan adalah mencit strain ddy yang diperoleh dari pembiakan di FKH IPB. Desain penelitian merupakan hasil modifikasi prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh Fidan et al. 2008. Semua mencit 48 ekor diaklimasi untuk menyesuaikan kondisi laboratorium, selama 2 minggu sebelum penelitian dilaksanakan. Setiap kelompok mencit n=12 dibagi menjadi subkelompok n=6. Setiap subkelompok mencit ditempatkan di dalam kandang plastik berukuran 35 x 25 x 15 cm. Serbuk kayu digunakan sebagai litter atau alas kandang. Litter diganti dan kandang dicuci dua kali dalam seminggu. Pakan diberikan sesuai kebutuhan harian mencit dan minum diberikan secara ad libitum. Sebelum penelitian dimulai, semua mencit diberi anthelmentik Preziquantel ® diberikan dua kali dengan selang waktu 10 hari dengan dosis 25 mgkg peroral; antibiotik Clavamox ® diberikan selama 5 hari berturut-turut dengan dosis 50 mgkg berat badan dan anti fungal Metronidazole dengan dosis 25 mgkg berat badan diberikan selama lima hari berturut-turut secara peroral Hrapkiewicz dan Medina 2007. Mencit dibagi menjadi 2 grup radiasi, yaitu; a grup radiasi rendah dosis 0.2 mSv dan akumulasi dosis 2.9 mSv yaitu pemaparan radiasi dilakukan setiap 2 hari sekali selama 4 minggu dan b grup radiasi tinggi dosis 0.2 mSv dan akumulasi dosis 5.3 mSv yaitu pemaparan radiasi dilakukan setiap 2 hari selama 8 minggu. Setelah pemaparan radiasi rendah dan tinggi dilakukan recovery pemulihan selama 4 minggu tanpa pemberian ekstrak rosela dan tanpa paparan radiasi.Kelompok perlakuan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Mencit dikelompokkan menjadi 4 kelompok perlakuan sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol K-: mencit diberi 0.2 ml NaCl fisiologis peroral setiap 2

hari selama 4 minggu untuk mencit subgrup 1 n=6 dan selama 8 minggu untuk mencit subgrup 2 n=6. 2. Kelompok primer K+: mencit diberi 0.2 ml NaCl fisiologis peroral dan radiasi berkas sinar utama dengan dosis 0.2 mSv setiap 2 hari selama 4 minggu untuk mencit subgrup 1 n=6 dan 8 minggu untuk mencit subgrup 2 n=6 dengan waktu paparan ±1 detik.

3. Kelompok rosela R- : mencit diberi ekstrak rosela dengan dosis 50 mgkg

berat badan peroral setiap 2 hari selama 8 minggu untuk mencit subgrup 1 n=6 dan selama 12 minggu untuk mencit subgrup 2 n=6. 4. Kelompok rosela primer R+ : mencit diberi ekstrak rosela dengan dosis 50 mgkg berat badan peroral setiap 2 hari dan radiasi berkas sinar utama dosis 0.2 mSv setiap 2 hari selama 8 minggu untuk mencit subgrup 1 n=6 dan selama 12 minggu untuk mencit subgrup 2 n=6 dengan waktu paparan ±1 detik. Tabel 4 Kelompok perlakuan dalam penelitian Kelompok n Radiasi Total 2.9 mSv Radiasi Total 5.3 mSv Ra Minggu ke- 4 ekor Ro Minggu ke- 8 ekor Ra Minggu ke 8 ekor Ro Minggu ke 12 ekor K- 12 3 3 3 3 K+ 12 3 3 3 3 R- 12 3 3 3 3 R+ 12 3 3 3 3 Total 48 12 12 12 12 Keterangan: K- pemberian dengan pemberian NaCl fisiologis 0.9 tanpa paparan radiasi; K+ pemberian NaCl fisiologis 0.9 dengan paparan radiasi; R- pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; n Jumlah mencit; Ra Radiasi; Ro Pemulihan selama 30 hari setelah perlakuan.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Rosela

Penelitian ini menggunakan kelopak rosela yang diperoleh dari petani rosela di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pembuatan ekstrak tanaman rosela meliputi proses maserasi dan evaporasi. Maserasi adalah proses perendaman simplisia menggunakan pelarut untuk memperoleh zak aktif dari simplisia tersebut. Proses maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol 96. Maserat yang telah diperoleh dipisahkan kemudian di evaporasi. Evaporasi merupakan proses pemekatan dengan cara menguapkan pelarut tanpa menjadi kering. Maserasi dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Balitro Cimanggu, Bogor, dan evaporasi dilakukan di laboratorium Bioteknologi Biotek Fakultas Perikanan IPB. Selanjutnya, dilakukan uji fitokimia yang dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Sebelum digunakan, ekstrak rosela diencerkan dengan aquadest dengan komposisi 1.5 gram ekstrak dalam 200 ml aquadest, sehingga konsentrasi adalah 7.5 mgml. Dosis yang digunakan adalah 50 mgkgberat badan Akindahunsi dan Olelaye 2003; Ali et al. 2005.

3.3.3 Pemberian Ekstrak Rosela

Mencit yang diterapi dengan ekstrak rosela adalah mencit kelompok R+ n=12 dan R- n=12. Sebelum pemberian ekstrak rosela, mencit dipegang terlebih dahulu secara manual mulai dari belakang telinga sampai dengan dorsal punggung. Larutan ekstrak rosela diberikan dengan dosis 50 mgkg berat badan Akindahunsi dan Olelaye 2003; Ali et al. 2005 dengan menggunakan sonde lambung. Sonde lambung digunakan secara hati-hati agar larutan ekstrak rosela tidak masuk ke dalam saluran pernapasan. Pemberian ekstrak rosela dilakukan setiap dua hari sebelum diradiasi dengan sinar-X seperti Gambar 7. Gambar 7. Pencekokan NaCl fisiologis dan ekstrak etanol kelopak rosela pada mencit.

3.3.4 Paparan Radiasi Sinar-X

Mencit yang diradiasi sinar-X adalah mencit kelompok K+ dan R+. Setiap kelompok n=12 mencit ditempatkan di dalam kandang. Penyinaran dilakukan dengan dosis 0.2 mSv2hari dengan pengaturan kVp 80 dan mAs 12 dengan waktu pemaparan ± 1 detik. Setiap kandang yang berisi mencit dipapari dengan sinar-X dengan jarak dari berkas sinar utama ke target dasar kandang mencit adalah 100 cm. Paparan sinar-X dilakukan setiap dua hari. Pemaparan dilakukan di ruang Roentgen pada setiap kelompok K+ dan R+ secara bergantian.

3.3.5 Pengambilan dan Pemeriksaan Darah

Pengambilan darah pada daerah perifer dilakukan secara acak setiap kelompok dan dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8 dan 12 sebanyak 3 ekor setiap perlakuan. Sebelum pengambilan darah dilakukan, mencit terlebih dahulu dibius dengan kombinasi ketamine 2 dan xylazin 2 dengan dosis masing masing 30 mgkg berat badan dan 5 mgkg berat badan secara intraperitoneal. Darah diambil melalui vena pada sinus retro orbitalis dengan menggunakan mikrokapiler hematokrit Hrapkiewicz dan Medina 2007. Darah ditampung dengan tabung Eppendorf yang telah ditetesi dengan EDTA sebanyak 0.05 ml seperti Gambar 8. Volume darah yang diambil adalah 0.5 ml. Darah tersebut disimpan tidak lebih dari 24 jam Thrall 2004. Gambar 8 Pengambilan darah mencit melalui vena sinus retro orbitalis mata.

3.3.6 Penghitungan Jumlah Eritrosit

Penghitungan total eritrosit dilakukan dengan menggunakan hemositometer. Darah dihisap dengan pipet eritrosit sampai batas 0.5 atau lebih. Kelebihannya dihisap dengan kertas tisu. Bekas darah pada bagian luar pipet di hapus dengan kertas tisu. larutan Hayem dihisap sampai batas angka 101. Pipet dikocok membentuk angka delapan selama 5-10 menit sampai larutan homogen. Sebanyak 2-3 tetes isi pipet eritrosit dibuang, kemudian ujung pipet ditempelkan pada cover glass pada kamar hitung Neubauer Gambar 9 sampai semua bagian terisi oleh larutan darah Thrall 2004. Sel darah merah dilihat dibawah mikroskop kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: n x 10 x 5 x 200 n = jumlah sel yang terhitung pada ke-5 kotak 10 = tinggi kamar hitung 110 mm 5 = luas kamar hitung 15 mm 2 200 = faktor pengencer Gambar 9 Kamar hitung neubauer. R adalah daerah untuk menghitung sel darah merah Wahyura 2010.

3.3.7 Penghitungan Hemoglobin

Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0.1 N sampai tanda 2. Darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 20 µl. Kelebihan darah yang melekat pada ujung luar pipet dihapus dengan kertas tisu secara hati-hati jangan sampai darah dari dalam pipet berkurang. Darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan HCl tanpa menimbulkan gelembung udara kemudian ditunggu sampai pembentukan asam hematin terjadi. Asam hematin yang terbentuk diencerkan dengan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk dengan pengaduk dari gelas sampai didapat warna yang sama dengan warna standar. Miniskus dari larutan dibaca dan nilainya dinyatakan dalam gdl Thrall 2004.

3.3.8 Penghitungan Jumlah Hematokrit PCV

Darah diambil langsung dari vena sinus retro orbitalis mata dengan menggunakan mikrohematokrit sampai terisi sekitar 23 bagian. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul clay. Setelah itu mikrohematokrit disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm selama 5 menit. Tinggi kolom eritrosit pada mikrohematokrit diukur dengan refractometry dan nilainya dinyatakan dalam persen Thrall 2004.

3.3.9 Penghitungan Howell Jolly bodies

Howell Jolly bodies dihitung dengan menggunakan sediaan ulas darah yang diwarnai dengan Giemsa. Darah yang keluar dari mikrohematokrit diteteskan pada object glass . Darah diulas dengan object glass lain dengan cara ditarik pelan pelan ke arah belakang dan dikeringkan di udara. Preparat yang sudah kering difiksasi dengan metanol selama 3 sampai 5 menit dan dikeringkan di udara. Preparat selanjutnya diwarnai dengan Giemsa 10 selama 30 menit. Preparat dibersihkan dari sisa Giemsa dengan air mengalir tidak lebih dari 30 detik, lalu dikeringkan di udara Thrall 2004. Pemeriksaan Howell Jolly bodies dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 x lensa objektif dan 10 x lensa okuler serta menggunakan lensa persegi dengan panjang total sisi 0.225 mm dan luasnya 0.050625mm 2 . Howell Jolly bodies yang terdapat dalam area ini dihitung pada 10 lapang pandang dengan metode zigzag dengan perhitungan ab x 19 x 100 Noviana et al. 2004 seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10 Counter lens; a adalah jumlah semua Howell Jolly bodies yang ada pada kotak besar, b adalah semua sel yang ada pada kotak kecil. Perhitungan perubahan persentase Howell Jolly bodies darah perifer mencit akibat pemaparan radiasi dan pemberian ekstrak rosela adalah sebagai berikut: ● Persentase Howell Jolly bodies akibat perlakuan = b-ab+a x 100 ● Perubahan persentase Howell Jolly bodies setelah pemulihan 30 hari = d-cd+c x 100 Keterangan: a = persentase Howell Jolly bodies sebelum perlakuan b = persentase Howell Jolly bodies pada dosis radiasi tertentu c = persentase Howell Jolly bodies pada dosis x d = persentase Howell Jolly bodies setelah recovery dosis x x = jumlah dosis paparan radiasi mSv Formula perhitungan seperti di atas juga digunakan untuk perhitungan persentase MCV, MCH dan MCHC pasca perlakuan dan pasca pemulihan selama 30 hari.

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan ANOVA ® post hoc Duncan Test menggunakan software Statistical Package for Social Sciences SPSS ® versi 16 untuk Microsoft ® Windows ® untuk melihat perbedaan nyata atau tidaknya data hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 MCV Mean Corpuscular Volume

Nilai MCV Mean Corpuscular Volume menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah normal termasuk ke dalam mikrositik dan nilai di atas normal disebut makrositik Thrall 2004. Nilai MCV darah mencit berdasarkan kelompok perlakuan dan total radiasi sebagaimana pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai MCV darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari . Waktu minggu Total Radiasi mSv n Jumlah Kelompok Perlakuan K- K+ R- R+ MCV fL p=0.000 0 0 3 ∑Ra 56.11±0.00 abc 56.11±0.00 abc 56.11±0.00 abc 56.11±0.00 abc 0-2 1.7 3 ∑Ra 68.41±8.11 ef 61.37±5.31 bcdef 53.13±2.72 ab 57.58±9.91 abcd 2-4 2.9 3 ∑Ra 60.98±6.92 bcdef 53.94±2.18 abc 61.10±5.37 bcdef 57.62±9.42 abcd ∆Ra 4.17 -1.97 4.26 1.33 4-8 Rec 2.9 3 ∑Ro 59.76±1.92 bcde 53.54±2.37 abc 56.45±6.68 abc 51.68±3.62 ab ∆Ro -1.86 -1.28 -6.45 2.06 4-6 4.1 3 ∑Ra 58.75±5.51 abcd 52.56±4.17 ab 53.69±4.13 abc 60.04±6.37 bcde 6-8 5.3 3 ∑Ra 63.04±6.56 cdef 57.76±3.22 abcd 70.08±3.65 f 66.10±2.49 def ∆Ra 5.28 1.45 11.08 8.17 8-12 Rec 5.3 3 ∑Ro 52.38±5.20 ab 59.52±4.00 bcde 49.05±3,59 a 54.82±7.29 abc ∆Ro -9.22 1.50 -17.66 -9.33 Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata p0.05. K- = pemberian NaCl fisiologis 0.9 tanpa paparan radiasi; K+= pemberian NaCl fisiologis 0.9 dengan paparan radiasi; R-= pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; ∑Ra = nilai parameter setelah perlakuan; ∑Ro = nilai parameter setelah pemulihan; ∆Ro = perubahan setelah pemulihan; ∆Ra = perubahan setelah radiasi; n= jumlah mencit; Rec 2.9= masa pemulihan 2.9 mSv; Rec 5.3= masa pemulihan 5.3 mSv. Nilai MCV pada semua kelompok perlakuan minggu ke-0 adalah normal, namun pada kelompok R+ setelah menerima total radiasi 5.3 mSv pada minggu ke-6 melebihi 61.5 fL sebagai ambang normal MCV Thrall 2004; Raskin Wadrop 2010. Radiasi total 2.9 mSv pada minggu ke-4 menyebabkan peningkatan nilai MCV sebesar 53.94 fL pada kelompok K+ dan 57.62 fL pada kelompok R+. Radiasi yang lebih besar pada minggu ke-8 dengan total radiasi 5.3 mSv menyebabkan peningkatan 57.76 fL pada kelompok K+ dan 66.10 fL pada kelompok R+ sebagaimana pada Tabel 5 dan Gambar 11 A. 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Nilai MCV fL Waktu minggu Dosis Radiasi mSv 1.7 2.9 4.1 5.3 ‐2 2 ‐4 4 ‐6 4 ‐8 6 ‐8 8 ‐12 ‐10.00 ‐5.00 0.00 5.00 10.00 Persentase MCV Waktu minggu Dosis Radiasi mSv 2.9 5.3 2 ‐4 6 ‐8 ‐30.00 ‐20.00 ‐10.00 0.00 10.00 Persentase MCV Waktu minggu Dosis Radiasi mSv 2 ‐4 6 ‐8 2.9 5.3 Gambar 11 A. Persentase MCV darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang; B. Persentase MCV setelah perlakuan; C. Persentase MCV setelah pemulihan 30 hari. K- = pemberian NaCl fisiologis tanpa paparan radiasi; K+ = pemberian NaCl fisiologis dengan paparan radiasi; R- = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; = nilai normal MCV 42.3-55.15 fL Thrall 2004. Nilai MCV kelompok R- dengan pemberian ekstrak rosela mengalami peningkatan sebesar 61.10 fL, sedangkan pada kelompok K- mengalami peningkatan sebesar 60.98 fL pada minggu ke-4 dibandingkan dengan nilai MCV sebelum perlakuan. Nilai MCV pada minggu ke-8 mengalami peningkatan pada A C B kelompok R- hingga 66.10 fL, sedangkan pada kelompok K- hanya mengalami peningkatan sebesar 63.04 fL. Nilai MCV setelah masa pemulihan dari total radiasi 2.9 mSv menyebabkan penurunan sebanyak 1.28 pada kelompok K+ dan peningkatan 2.06 pada kelompok R+. Setelah pemulihan total radiasi 5.3 mSv menyebabkan penurunan nilai MCV sebanyak 1.50 pada kelompok K+ dan penurunan 9.33 pada kelompok R+. Hasil analisa secara statistik menunjukkan nilai MCV terhadap kelompok perlakuan dan waktu berbeda nyata p0.05. Paparan radiasi dosis total 2.9 mSv menyebabkan nilai MCV K+ menurun dari sebelum perlakuan, akan tetapi nilai ini masih berada dalam kisaran normal sedangkan nilai kelompok R+ meningkat dari sebelum perlakuan dan hal ini melebihi kisaran nilai normal MCV Gambar 11A. Total radiasi 5.3 mSv nilai MCV pada kelompok K+ dan R+ mengalami peningkatan, namun nilai MCV kelompok R+ melebihi kelompok K+, nilai ini melebihi kisaran normal 42.3- 55.15 fL. Setelah pumulihan 30 hari dari radiasi total 5.3 mSv nilai MCV kelompok R+ dapat kembali normal akan tetapi nilai MCV kelompok K+ masih berada di atas nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rosela dapat mengurangi kerusakan akibat radiasi ionisasi sinar-X. Nilai MCV di atas normal pada kelompok K+ dan R+ disebut juga dengan anemia makrositik. Hal ini terjadi karena hasil dari penghambatan sintesis DNA dalam produksi sel darah merah. Ketika sintesis DNA terganggu, maka siklus sel tidak dapat berkembang dari tahap pertumbuhan G2 ke tahap mitosis M Rumsey et al. 2007. Hal ini menyebabkan pertumbuhan sel terus tanpa pembagian dan terlihat sebagai anemia makrositik. Dalam penelitian ini diduga yang menyebabkan gangguan pada sintesis DNA adalah radiasi ionisasi. Cacat dalam sintesis DNA sel darah merah paling sering disebabkan oleh hypovitaminosis, khususnya kekurangan vitamin B 12 dan atau asam folat Aslinia et al . 2006; Burgess 2012. Pada anemia makrositik biasanya sel darah merah yang belum matang di lepaskan oleh sumsum tulang ke sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat Rizwi 2010.

4.2 Mean Corpuscular Hemoglobin MCH

Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes

5 80 121

Efek Antidiabetes dari Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Mencit yang Diinduksi Streptozotocin

7 63 129

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Uji efek ekstrak etanol bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan

8 57 98

Efek Radioprotektif Ekstrak Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Diferensiasi Sel Leukosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus).

1 14 160

Studi Histopatologi Potensi Radioprotektif Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang pada Lambung Mencit (Mus musculus

0 6 156

Studi In-vitro dan In-vivo Efek Radioprotektif Rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang

1 30 356

Studi Histopatologi Potensi Radioprotektif Ekstrak Kelopak Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Duodenum Mencit (Mus musculus) dengan Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang

2 22 182

Studi Histopatologi Respon Organ Testis Mencit (Mus musculus) Terhadap Potensi Radioprotektif Tanaman Rosela dalam Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik

0 1 35

Studi In vitro dan In vivo Efek Radioprotektif Rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang

0 5 190