Tanaman rosela Hibiscus sabdariffa L. banyak ditemukan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Rosela banyak dimanfaatkan menjadi produk olahan pangan
seperti teh, sirup, selai dan pewarna alami pada makanan Usman 2010. Penelitian tentang rosela sebagai tanaman obat tradisional dalam bentuk sediaan
teh merah untuk pengobatan berbagai jenis penyakit sudah dilaporkan oleh Khosravi et al. 2009 dan penggunaan ekstrak tanaman rosela sebagai obat
alternatif untuk berbagai penyakit telah dilaporkan juga oleh Wang et al. 2000, Mardiah dan Rahayu 2009, Odigie et al. 2003 dan Olelaye 2007. Rosela
mengandung antioksidan yang tinggi Mardiah dan Rahayu 2009. Antioksidan efektif untuk mencegah efek yang ditimbulkan oleh radiasi sinar-X dan pemulihan
sel hematopoietik akibat radiasi Wambi et al. 2008. Efek radioprotektif ekstrak etanol rosela dalam radiasi ionisasi radiodiagnostik berulang telah dilakukan
terhadap sel darah putih oleh Setiawan 2011 dan sumsum tulang oleh Ulum 2012. Penelitian ini bermaksud untuk melihat potensi ekstrak etanol rosela
Hibiscus sabdariffa L. dalam radiasi ionisasi radiodiagnostik dosis rendah pada sel darah merah mencit.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui khasiat radioprotektif tanaman rosela Hibiscus sabdariffa L. terhadap radiasi ionisasi radiodiagnostik
pada gambaran eritrosit darah perifer mencit Mus musculus.
1.3 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai khasiat ekstrak tanaman rosela Hibiscus sabdariffa L.
terhadap sel darah merah dalam kaitannya dengan radiasi sinar-X.
1.4 Hipotesis Penelitian
H : Pemberian ekstrak rosela tidak melindungi sel darah merah mencit terhadap
paparan radiasi sinar-X berulang. H
1
: Pemberian ekstrak rosela melindungi sel darah merah mencit terhadap paparan radiai sinar-X berulang.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi Ionisasi
Radiasi adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium BATAN 2008; Swamardika 2009.
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton sebagai gelombang listrik sekaligus gelombang magnet. Energi sinar-X relatif
besar sehingga memilik daya tembus yang tinggi. Panjang sinar-X sekitar 10-0.01 nanometer 1.0 × 10
-9
meter, frekuensi 30 petaherzt-30 exaherzt 30 x 10
15
Hz – 30 x 10
18
Hz dan memiliki energi 120 elektron Volt eV-120 Kilo elektron Volt KeV Thrall 2002.
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi yaitu terbentuknya ion positif dan ion negatif, apabila berinteraksi dengan
materi. Partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron termasuk dalam jenis radiasi pengion. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus
BATAN 2008. Proses terbentuknya sinar-X diawali dengan adanya pemberian arus pada
kumparan filamen pada tabung sinar-X sehingga akan terbentuk awan elektron. Pemberian beda tegangan selanjutnya akan menggerakkan awan elektron dari
katoda menumbuk target di anoda sehingga terbentuklah sinar-X karakteristik dan sinar-X Bremsstrahlung. Sinar-X yang dihasilkan akan keluar dan jika
berinteraksi dengan materi dapat menyebabkan beberapa hal diantaranya adalah efek foto-listrik, efek hamburan Compton dan efek terbentuknya elektron
berpasangan. Efek foto-listrik memiliki tingkat radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan dua efek lainnya. Radiasi ionisasi akan mengakibatkan efek
biologi radiasi, termasuk efek foto-listrik, hamburan Compton dan terbentuknya elektron berpasangan yang dapat terjadi secara langsung ataupun secara tidak
langsung Swamardika 2009.
2.1.1 Efek Radiasi
Ketika sel normal terpapar oleh radiasi maka akan terjadi kerusakan DNA. Sel dapat memperbaiki diri dari kerusakan akibat radiasi. Dalam proses perbaikan
tersebut, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi yaitu tidak ada kesalahan dalam perbaikan, sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan kecil dan kembali
menjadi normal. Jika kerusakan cukup parah, akan terjadi kematian selapoptosis. Kemungkinan lain dari paparan radiasi adalah sel tidak mati, namun terjadi mutasi
karena kesalahan dalam perbaikan DNA dan berlanjut menjadi kanker, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kemungkinan hasil paparan radiasi terhadap sel normal Mitcel 2003. Apabila ditinjau dari segi dosis radiasi, efek radiasi dapat dibedakan berupa
efek stokastik dan deterministik. Efek stokastik adalah peluang efek akibat paparan sinar-X yang timbul setelah rentang waktu tertentu tanpa adanya batas
ambang dosis. Efek deterministik merupakan efek yang langsung terjadi apabila paparan sinar-X melebihi ambang batas dosis dengan tingkat keparahan
bergantung pada dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi bersifat akumulatif sehingga dosis paparan yang diterima akan bertambah seiring dengan frekuensi
radiasi yang diterima sebelumnya Ulum dan Noviana 2008. Berbagai kerusakan yang disebabkan oleh radiasi juga terlihat pada sel darah merah perifer seperti
penghancuran destruksi sel darah merah yang berlebihan, terbentuknya Howell Jolly bodies
Hee 1993; Rask et al. 2008, dan menyebabkan leukemia Yoshinaga et al. 2005.
Menurut USNRC United State Nuclear Regulatory Commission tanpa tahun dua kategori pengaruh paparan radiasi dosis rendah yaitu efek genetik dan
efek somatik. Efek genetik adalah efek yang diderita oleh keturunan dari individu yang terpapar. Efek somatik adalah efek yang langsung diderita oleh individu
yang terkena paparan radiasi. Efek somatik disebut juga dengan efek karsinogenik karena efek utamanya berupa kanker. Sel pembentuk darah merupakan sel yang
paling sensitif terhadap radiasi ionisasi. Radiasi dengan dosis tinggi akan memperlihatkan gejala yang akut sedangkan radiasi dosis rendah akan
berlangsung kronis dengan jangka waktu yang lama. Penggunaan sinar-X yang berlebihan dan paparan sinar gamma dapat
menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang. Kerusakan ini kemudian berakibat pada gangguan pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Gangguan pada
sel darah merah dapat berupa anemia aplasi dan pada sel darah putih berdampak sebagai leukemia Lusiyanti dan Syaifudin 2008; USNRC tanpa tahun.
2.1.2 Proteksi Radiasi
Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien hewan, pekerja operator, dokter hewan dan paramedis, anggota
masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Syarat proteksi radiasi dalam pemanfaatan sinar-X sebagai sarana penunjang diagnosa radiodiagnostik
harus memperhatikan bebrapa hal diantaranya justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir, limitasi dosis, dan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi Thrall
2002; Ulum dan Noviana 2008. Keselamatan operator, dokter hewan terhadap paparan radiasi dilakukan
dengan melakukan radiografi dalam jarak sejauh mungkin dari sumber sinar-X, menggunakan sarana proteksi radiasi seperti, apron Pb, sarung tangan Pb, kaca
mata Pb, pelindung tiroid Pb, alat ukur radiasi dan mempersingkat waktu radiasi. Keselamatan lingkungan terhadap bahaya radiasi dilakukan dengan merencanakan
desain ruang radiografi yang aman baik bagi pasien, operator dan lingkungan. Ruangan dilapisi dengan Pb dan memperhitungkan beban kerja ruangan terhadap
sinar-X yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku Ulum dan Noviana 2008. Badan Pengawas Tenaga Nuklir BAPETEN adalah instansi
yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia PP no
33 tahun 2007 sedangkan di dunia internasional diatur oleh ICRP The International Commission on Radiological Protection
.
2.2. Rosela
Rosela mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdariffa Linn, merupakan anggota famili Malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis
dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Sekarang tanaman ini telah tersebar luas di daerah tropis
dan subtropis di seluruh dunia dan mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara. Tinggi tanaman rosela dapat mencapai 2-2.5 m dan bunga
mencapai diameter 8-10 cm dengan warna putih hingga merah kekuningan dan kelopak rosela berwarna merah segar Gambar 2 Maryani dan Kristiana 2009.
Gambar 2 Kelopak rosela Hibiscus sabdariffa L. Maryani dan Kristiana 2009. Klasifikasi rosela menurut Widyanto dan Nelistya 2009:
divisi :
Spermatophyta kelas
: Dicotyledoneae
bangsa : Malvales
suku :
Malvaceae marga
: Hibiscus jenis
: Hibiscus sabdariffa L. Hibiscus sabdariffa
Linn adalah tanaman tahunan yang digunakan sebagai alat pengobatan di beberapa negara seperti Thailand, Mali, Cina dan Mexico.
Kelopak rosela kaya akan senyawa phenolic yang mengandung glukosida, hibiscin, hibiscus antosianin
dan hibiscus protocatechuic acid, memiliki efek diuretik dan koleretik, menurunkan viskositas darah, menurunkan tekanan darah
dan menstimulasi gerakan peristaltis intestinal Ali dan Salih 1991, Owulade et al. 2004. Rosela berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah, anti bakteri, anti
virus, menghambat pertumbuhan kanker, menurunkan asam urat, anti kolesterol, anti hipertensi, dan mampu menurunkan berat badan Mardiah dan Rahayu 2009.
Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman rosela membuatnya populer sebagai tanaman obat tradisional. Kandungan vitamin dalam rosela cukup
lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan B2 sebagaimana Tabel 1. Kandungan vitamin C pada rosela yang dikenal dengan asam askorbat diketahui 3 kali lebih
banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2.5 kali dari jambu biji. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan penting.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosela sebanyak 1.7 mmolprolox. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada jumlah pada
kumis kucing Widyanto dan Nelistya 2009. Tabel 1 Komposisi kimia kelopak segar bunga rosela per 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
Kalori kal 44
Air 86.2
Protein g 1.6
Lemak g 0.1
Karbohidrat g 11.1
Serat g 2.5
Abu g 1.0
Kalsium mg 160
Fosfor mg 60
Besi mg 3.8
Betakaroten ig 285
Vitamin C mg 214.68
Tiamin mg 0.04
Riboflavin mg 0.6
Niasin mg 0.5
Sumber: Maryani dan Kristiana 2009.
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan.
Flavonoid rosela terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik di kelopak bunga maupun
teh hasil seduhan rosela. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosela berada dalam
bentuk glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3- glucose
, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols terdiri dari gossypetin
, hibiscetine, dan quercetia
.
Du dan Francis 1973; Wong et al. 2002; Fakaye et al. 2008; Usman 2010.
Tabel 2 Kandungan senyawa kimia dalam kelopak rosela.
Nama senyawa Jumlah
Campuran asam sitrat dan asam malat 13
Anthocyanin yaitu gossipetin hidroxyflavone dan hibiscin 2 Vitamin C
0.004-0.005 Protein
Berat segar 6.7
Berat kering 7.9
Sumber: Maryani dan Kristiana 2009.
Penelitian telah menunjukkan bahwa ekstrak kasar dan beberapa dari konstituen rosela, khususnya antosianin dan asam protocatechuic memiliki
aktivitas antioksidan yang kuat secara in vitro dan in vivo Tanaka et al. 1994; Tanaka et al. 1995; Tsuda et al. 1996; Tseng et al. 1997; Wang et al. 2000.
Aktivitas anti hipertensi minuman yang dibuat dari kelopak kering dari tanaman rosela telah teruji pada hewan model dan manusia Fakaye et al. 2008.
Antosianin rosela dapat memberikan kontribusi bermanfaat bagi kesehatan sebagai sumber antioksidan yang baik. Antosianin adalah turunan dari struktur
kation flavylum dasar, yang memiliki kekurangan elektron inti, mereka umumnya sangat reaktif. Laju kerusakan antosianin tergantung pada banyak faktor seperti
suhu, pH, asam askorbat, dan oksigen. Teknik ekstraksi untuk antosianin rosela juga memainkan peran utama dalam aktivitas antioksidan ekstrak Fakaye et al.
2008. Aktifitas ekstrak rosela juga tergantung pada pH yaitu pada pH 2 sampai 7. Aktifitas berkurang sebagaimana peningkatan pH. Pada pH konstan, penurunan
aktifitas aktioksidan hanya relatif kecil Sukhapat et al. 2004. Kelopak rosela mengandung antioksidan yang dapat menghambat
terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, jantung koroner dan kanker darah. Antioksidan juga dapat mencegah
penuaan dini. Kadar antioksidan yang terkandung dalam kelopak kering rosela jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kumis kucing Mardiah dan
Rahayu 2009. Zat aktif yang paling berperan dalam kelopak bunga rosela meliputi gossypetin, antosianin, dan glucosidehibiscin. Antosianin merupakan
pigmen tumbuhan yang memberikan warna merah pada bunga rosela, bersifat antioksidan serta berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar
ultraviolet berlebih. Salah satu khasiatnya adalah dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, bahkan mematikan sel kanker tersebut Widyanto dan Nelistya 2009.
Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Tubuh memiliki antioksidan yang disebut juga
dengan antioksidan endogen untuk menetralkan radikal bebas, akan tetapi kandungan antioksidan endogen yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif
sehingga radikal bebas dapat merusak sel-sel tubuh Fang et al. 2002. Karena itulah efek rosela terhadap berbagai penyakit sebenarnya merupakan efek dari
antioksidannya Usman 2010. Antioksidan adalah senyawa dengan struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Radikal bebas adalah
atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron untuk mencapai kestabilan atom atau molekul Evans et al. 2004
Pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti sama yang mengandung cincin benzene tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugus
amino. Aktivitas antioksidan terdiri dari beberapa mekanisme diantaranya mencegah reaksi berantai, mencegah pembentukan peroksida, mencegah
pengambilan atom hidrogen, mereduksi, dan menangkap radikal Su et al. 2004; Kim 2005.
2.3. Darah