Koordinator Mata K uliah “Geografi dan Perkembangan Tanah Indonesia”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK
4. Rawa Pasang Surut
Rawa pasang surut adalah lahan rawa yang mendapatkan pengaruh langsung oleh ayunan pasang surutnya air  lautsungai sekitarnya. Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan
secara  optimal  dengan  meningkatkan  fungsi  dan  manfaatnya  maka  akan  menjadi  lahan yang  potensial  untuk  dijadikan  lahan  pertanian  di  masa  depan.  Untuk  mencapai  tujuan
pengembangan  lahan  pasang  surut  secara  optimal,  ada  beberapa  kendala,  yaitu  berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi.
5. Edafologi Tanah Rawa Pasang Surut yang Disawahkan
Edafologi  tanah  rawa  pasang  surut  yang  disawahkan  adalah  di  daerah  pasang-surut  di sekitar sungai  besar umumnya  mempunyai potensi  yang tinggi untuk padi  sawah,  maka
pemerintah  pada  tahun  1969  membuka  lahan  pasang-surut  di  Sumatera  dan  Kalimantan seluas 200.000 ha.  Jenis-jenis tanah  yang ditemukan di daerah pasang-surut terdiri dari
tanah  mineral  yang  berpotensi  sulfat  masam  dan  juga  tanah  gambut.    Pengembangan sawah  dilakukan  dengan  pembuatan  saluran  drainase  untuk  „mengeringkan‟  rawa  dan
sekaligus  menjadi  saluran  air  pasang-surut.  Padi  yang  ditanam  menggunakan  varietas
lokal, dengan  hasil 2 – 3 tonha. Selain itu tahun 1995, Pemerintah Indonesia membuka
lahan  gambut  sejuta  hektar  untuk  tanaman  padi  sawah  di  Kalimantan  Tengah.    Hingga tahun 1998 telah dibuat berbagai saluran primer dan sekunder, tetapi ternyata proyek ini
gagal  karena  terjadinya  krisis  ekonomi  yang  berkepanjangan  pada  tahun  tersebut.  Di samping itu padi sawah kurang sesuai ditanam pada gambut pedalaman yang tebal.
6. Latosol
Latosol  adalah  tanah  dengan  pelapukan  lanjut,  sangat  tercuci,  batas-batas  horison  baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, pH rendah 4.5 - 5.5, kandungan bahan
organik  rendah,  konsistensi  remah,  stabilitas  agregat  tinggi,  terjadi  akumulasi seskuioksida akibat pencucian silika. Warna tanahnya
”merah, coklat kemerahan, coklat, coklat  kekuningan,  atau  kuning
”,  tergantung  dari  bahan  induk,  umur,  iklim,  dan ketinggian.    Di  Indonesia  Latosol  umumnya  terdapat  pada  bahan  induk  volkanik  baik
berupa  tufa  atau  batuan  beku.    Ditemukan  dari  muka  laut  hingga  ketinggian  900  m,  di
daerah iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 - 7000 mm. 7.
Edafologi Tanah Latosol yang Disawahkan
Edafologi  tanah  Latosol  yang  disawahkan  adalah  Latosol  meliputi  tanah  relatif  masih muda  Latosol  Coklat,  hingga  tanah  relatif  tua  Latosol  Merah.  Sebagian  besar  tanah
sawahnya  terdapat  pada  tanah  relatif  muda,  yaitu  Latosol  Coklat  dan  Latosol  Coklat Kemerahan  terutama  di  pulau  Jawa.    Daerah  ini  umumnya  cukup  air  untuk  pengairan
dengan  lereng  melandai  dan  iklim  cukup  basah.    Tanahnya  cukup  subur,  mudah  diolah dan permeabilitas baik. Pada Latosol Coklat produksi padi rata-rata 4 tonha, sedangkan
pada latosol Merah 2 – 3 tonha.  Pada daerah ini pergiliran padi sawah dengan tanaman
palawija biasa dilakukan, dengan luas tanah sawah Latosol sekitar 900.000 ha.
8. Regosol