http:kampun
Menghadiri walimah:
Rasulullah SAW bersa diundang dalam walim
berpuasa, makanlah, d
31. Membatalkan Puasa
Disunahkan untuk berbuk wajib mengganti puasa sunahny
dikatakan;
Apabila salah seoran sambutlah Kalau suka
hendaknya meninggalk
Seorang yang berpuasa s menghendaki hendaknya t
93
Berdoalah sebagaimana ditafsirk 4
153, An-NasaI dalam kitab A lafazh hadits riwayat ini dari ha
Hadits ini mempunyai syahid da 3832, Ibnu As-Sunni 483, d
dalam kitab Al- Irwa 2013.
94
HR. Muslim dan Ahmad 3392 Ath-Thahawi dalam kitab Al Mu
puasa sunah, dan kepuasaannya m membatalkan puasanya. Sepertin
Ibnu Taimiyyah.
pungsunnah.wordpress.com
rsabda, Apabila salah seorang dari kamu limah, maka sambutlah. Kalau ia tidak sedang
, dan jika sedang puasa, maka doakanlah
93
asa Demi Memenuhi Undangan
buka puasa ketika menghadiri walaimah dan tidak nya itu. Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad
rang di antara kalian diundang makan, uka, hendaknya ia makan dan jika tidak suka,
alkan makan.
94
sa sunah merupakan penguasa dirinya. Jika ia ya terus berpuasa, dan jika tidak,
irkan di akhir hadits oleh sebagain perawi HR. Muslim
Al-Kubra 622, Ahmad 2507, Al Baihaqi 7263dan hadits Abu Hurairah yang dinisbatkan kepada Rasulullah.
dari hadits Abdullah bin Maud dalam kitab At-Thabrani , dan isnadnya shahih, sebagaimana telah saya terangkan
92, Abd ibnu Hamid dalam kitab Al Muntkhab 1161, dan Musykil 4148, Imam Nawawi berkata, Kalau puasanya
a menyusahkan pemilik makanan maka yang lebih utama, ia rtinya dikatakan didalam kitab AlFatawa 4143 karangan
Cincin Pinangan— 101
http:kampungsunnah.wordpress.com
hendaknya ia berbuka.
,,95
3. Diriwayatkan dari Aisyah RA. berkata, Pada suatu hari Rasulullah SAW datang kepadaku, seraya berkata, Apakah kamu punya
sesuatu untuk dimakan Saya katakan, Tidak. Lalu beliau bersabda, Kalau begitu, saya puasa. Kemudian setelah itu datang
seseorang memberikan hadiah makanan kepadaku, maka saya sembunyikan sebagiannya untuk beliau, karena beliau sangat
menyukai makanan yang telah diolah dengan berbagai macam bahan. Ia berkata, Ya Rasulullah ada hadiah makanan untuk kita,
maka saya sembunyikan sebagiannya untuk anda. Beliau bersabda, Coba dekatkan makanan itu kepadaku Sesungguhnya saya
95
HR. An-NasaI dalam kitab Al-Kubra642 Al Hakim 1439, AlBaihaqi 4276 dari jalur Samak bin Harb, dari Abu Shalih, dari Ummu Hani, yang sanadnya bersambung kepada
Rasulullah, Al Hakim berkata, Shahih isnadnya, Hal itu disetujui oleh Adz-Dzahabi, dimana keduanya berkata; karena Samak tidak meriwayatkan sendiri, dimana Syubah telah
meriwayatkannya Judah telah memberitahukan kepada saya riwayat dari Ummu Hani dengan hadits itu. Syubah berkata, Saya katakan kepada Judah, Apakah kamu benar
mendengar hadits itu dari Ummu Hani? Ia menjawab, Saya dikabarkan oleh keluarga kami dan Abu Shalih, mantan budak Ummu Hani dari Ummu Hani. Diriwayatkan oleh Imam
Daruquthni dalam kitab AlIfrad Juz 2 30,31 dari buku saya, Al Baihaqi dan Ahmad 6341, dan Ibnu Adi dalam kitab Al Kamii 592. Ini adalah jalur lain yang menguatkan jalur
pertama, dan hadits ini mempunyai jalur yang ketiga, yang ditakhrij oleh Abu Daud dari Yazid bin Abi Ziyad, dari Abdullah bin Harits, dan dari Ummu Hani seperti itu juga. Jalur ini
isnadnya kuat dalam kitab AlMutabi at. dan Al Hafizh Al Iraqi berkata dalam kitab Takhrij AlIhya 2331; Isnadnya hasan. Syaikh Syuab Al Arnauthi menulis komentar atas hadits
ini dalam kitab Syarah As-Sunnah 6371 dan dalam kitab Tahdzib Al Kamal 4569. Ia mengomentari penshahihan Al Hakim terhadap hadits itu bahwa Abu Shalih Badzam, bekas
budak Ummu Hani perawi yang dhaif dan mudallis. Ia berkata, Perkara ini telah membuat Syaikh Nasir keliru dalam kitab Adab Az-Zafaaf dimana ia menyangka bahwa Abu Shaleh
itu adalah Abu Shaleh As-Samman yang tsiqah, sehingga ia menyetujui Al Hakim dan Adz-Dzahabi dengan penshahihan keduanya Oleh karena itu, maka dalam hal ini ia telah salah.
Kemudian ia dengan panjang lebar mentakhrij hadits itu tanpa membuahkan faidah yang dapat diambil, dan ia berpegang teguh dalam mendhaifkan hadits bukan karena Abu Shalih tapi
karena perbedaan pendapat tentang Samak dalam sanadnya, dan kesalahannya dalam menyebutkan Yaumul Fath di dalamnya. serta karena kebodohan dan kelemahannya.
Untuk menjawab perkataannya dan menerangkan yang hak, saya katakan: Pertama, sangkaan yang dinisbatkannya kepada saya, tidak lain hanya buruk sangka kepada saudaranya, dari
usaha-usahanya yang sudah dikenal dalam menyingkap kesalahan dari kesalahan-kesalahannya Kalau tidak demikian, maka dalam konteks perkataan saya bahwa perawi itu adalah Abu
Shalih, mantan budak Ummu Hani, dengan alasan seandainya tidak disebut, orang yang baru mempelajari haditspun tahu karena kemasyhurannya di kalangan ulama. Apakah mungkin
ada seorang yang obyektif membayangkan bahwa hal itu tidak diketahui oleh orang yang menggeluti ilmu ini lebih dari setengah abad, padahal Syaikh Syuaib tahu tentang hal itu?
102 —Cincin Pinangan