Jenis Tuna Rungu Wicara

pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim dalam Depsos RI 2008: 14 mengatakan bahwa tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Secara fisiologis, struktur telinga manusia dibedakan menjadi dua bagian yaitu organ telinga berfungsi sebagai penghantar dan organ telinga berfungsi sebagai penerima. Organ telinga berfungsi sebagai penggantap meliputi organ telinga yang terdapat di telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan sebagian telinga bagian dalam sedangkan organ telinga berfungsi sebagai penerima meliputi sebagian telinga bagian dalam, saraf pendengaran auditory nerve, dan sebagian otak yang mengatur persepsi bunyi. Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu. Effendi, 2006: 56-57

2.6.2 Jenis Tuna Rungu Wicara

Berdasarkan kriteria International Standart Organization ISO klarifikasi anak kehilangan pendengaran atau tuna rungu dapat dikelompokkan menjadi kelompok tuli deafness dan kelompok lemah pendengaran hard of hearing. Seseorang dikategorikan tuli tunarungu berat jika ia kehilangan kemampuan mendengar 70 dB atau lebih menurut ISO, sehingga akan mengalami kesulitan untuk Universitas Sumatera Utara mengerti atau memahami pembicaraan orang lain walaupun menggunakan alat bantu dengar atau tanpa menggunakan alat bantu dengar hearing aid. Sedangkan kategori lemah pendengaran, seseorang dikategorikan lemah pendengaran jika ia kehilangan kemampuan mendengar antara 35- 69 dB menurut ISO, sehingga mengalami kesulitan mendengar suara orang lain secara wajar, namun tidak terhalang untuk mengerti atau mencoba memahami bicara orang lain dengan menggunakan alat bantu dengar. Kirk Moores dalam Efendi, 2006: 59 Jenis kecacatan rungu wicara berdasarkan hasil diteksi dapat dibedakan atas: 1. Menurut derajat kehilangan daya dengarnya : a. Ringan Kehilangan 15 - 30 desibel : Mild Hearing Losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap suara cakapan manusia normal. b. Sedang Kehilangan 31 - 60 desibel : Moderate Hearing Losses atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian. c. Berat Kehilangan 61 - 90 desibel : Severe Hearing Losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. d. Amat berat • Kehilangan 91 - 120 desibel : Profound Hearing Losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara manusia tidak ada sama sekali. Universitas Sumatera Utara • Kehilangan lebih dari 120 desibel : Total Hearing Losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. 2. Menurut kerusakan pada telinga a. Konduktif yaitu ketunarunguan yang disebabkan oleh adanya kerusakan organ pendengaran yang terletak pada bagian penghantar gelombang suara kerusakan telinga bagian luar atau telinga bagian tengah. Misalnya jika terjadi penumpukan kotoran di liang telinga yang berlebihan atau jika terjadi radang di dalam telinga tengah. Ketunarunguan Konduktif umumnya masih dapat disembunyikan secara medis. b. Persertif yaitu ketunarunguan yang disebabkan oleh kerusakan organ pendengaran di telinga bagian dalam, di dalam rumah siput atau bagian saraf kedelapan, saraf penerima rangsangan suara yang akan meneruskannya ke surat saraf di otak. Ketunarunguan persertif pada umumnya tidak dapat disembuhkan secara medis. 3. Menurut penyebabnya a. Genetik Cacat rungu bawaan merupakan cacat warisan orangtua karena faktor pembawa sifat keturunan kromosom. Penyebab gangguan pendengaran pada anak, diperkirakan 50 kasus dari derajat sedang sampai berat, ditentukan secara genetik. Gangguan pendengaran genetik bawaan dapat disertai kelainan lain. Gangguan pendengaran dapat terjadi bersama kelainan bawaan telinga bagian luar dan mata, gangguan metabolik, tulang dan otot, kulit, ginjal dan sistem saraf. Anak dengan Universitas Sumatera Utara orangtua yang menderita ketulian keturunan, mempunyai kemungkinan menderita gangguan pendengaran. b. Non-genetik 1 Sebelum kelahiran • Penyebab gangguan pendengaran sebelum lahir non-genetik terjadi pada masa kehamilan terutama pada tiga bulan pertama. Setiap gangguan kelahiran yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada anak, seperti kekurangan gizi, infeksi bakteri, seperti campak dan parotitis • Kelahiran prematur bila disebabkan oleh kekurangan oksigen, selain otak akan mengalami luka, pendengaran pun mengalami kerusakan. Dalam kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa kelahiran prematur lebih mengakibatkan timbulnya penyakit telinga daripada penyakit lainnya. • Bila wanita yang sedang mengandung tiga bulan terserang penyakit campak atau cacar air, kemungkinan besar hal tersebut akan berdampak pada bayinya. Cacat yang ditimbulkan oleh penyakit campak kepada anak adalah 50 penyakit telinga, 20 penyakit mata dan 30 penyakit jantung. 2 Saat kelahiran Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran atau ketulian, seperti: lahir prematur umur kelahiran kurang dari 37 minggu, berat badan lahir rendah kurang dari 1.500 gram, tindakan dengan alat pada proses Universitas Sumatera Utara kelahiran ekstrasi vakum, forsep, hiperbilirubinemia dan aksifia berat atau lahir tidak menangis. 3 Setelah kelahiran Radang selaput otak karena bakteri merupakan penyebab utama gangguan pendengaran yang di dapat pada masa anak, hal lainnya juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yang bersifat menggangu pendengaran ototoksik yang digunakan selama lebih dari 5 hari, trauma kepala dan infeksi telinga tengah. Cacat lainnya disebabkan oleh penggunaan obat- obatan, penyakit, kecelakaan, kerusakan tulang tengkorak temporal bagian belakang telinga, keracunan, kekurangan oksigen, kekurangan gizi, kelahiran tak normal, prematur berat badan bayi yang lahir kurang dari 1,5 kg. 4. Menurut jumlah telinga yang mengalami ketunarunguan: a. Bilateral yaitu anak yang kehilangan fungsi pendengaran kedua telinga. b. Unilateral yaitu anak yang kehilangan fungsi pendengaran satu telinga. 5. Menurut umur saat terjadi ketunarunguan: a. Pralingual sebelum berbahasa b. Postlingual sesudah berbahasa

2.6.3 Karakteristik Penyandang Tunarungu

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

8 67 136

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Implementasi Sistem Pelayanan Penyandang Disabilitas Tuna Rungu Wicara dalam Mencapai Kemandirian di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematangsiantar

2 25 147

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 12