1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana yang sangat penting dalam upaya menciptakan manusia yang berkualitas. Dalam proses pendidikan, terjadi
proses transformasi budaya, adat, maupun norma yang mampu mengubah pola pikir manusia. Pendidikan yang baik akan mampu mengubah manusia ke
arah kedewasaan dan kesempurnaan yang ideal. Untuk itu, pemerintah sedang mengupayakan pendidikan
berkualitas di segala bidang. Salah satunya adalah melalui Sistem Pendidikan Nasional, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adapun upaya pencapaian tujuan tersebut merupakan tanggung jawab seluruh komponen pendidikan,
mulai dari pemerintah, guru, siswa, maupun masyarakat. Dan secara khusus, pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran yang
berkualitas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 pasal 19,
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpatisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarya kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologi peserta didik”. Salah satu indikasi dari standar
pembelajaran tersebut adalah memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan metode
pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, sekolah maupun masyarakat guna menumbuhkan partisipasi aktif siswa sehingga prestasi
belajarnya tinggi. Selain itu, penerapan metode pembelajaran yang cocok dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga materi mudah
dipahami siswa. Akan tetapi pada kenyataannya, kebanyakan guru hanya terpusat
pada metode tertentu saja dan mengabaikan penerapan metode lain. Selama ini, guru lebih sering menggunakan metode ceramah. Guru belum
menerapkan metode kreatif serta kurang memberdayakan siswa di kelasnya. Guru juga masih terkesan textbook sehingga proses pembelajaran tampak
berorientasi pada guru. Demikian pula yang terjadi pada pembelajaran Matematika. Pembelajaran yang dialami siswa kurang menyenangkan, dan
proses pembelajarannya masih berpihak pada peningkatan aspek kognitif dibandingkan aspek psikomotor dan afektif.
Tujuan pembelajaran Matematika tidak hanya sebatas pada diperolehnya hasil berbagai operasi bilangan, namun lebih dari itu,
mengembangkan rasa ingin tahu, perhatian, dan minat terhadap sesuatu, serta mengembangkan nalar berpikir logis dalam kehidupan sehari-hari. Tidak
hanya itu, Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dinilai dapat memberikan kontribusi positif dalam memicu ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudoyo 1988:74 bahwa matematika mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain,
utamanya sains dan teknologi, sehingga Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Oleh
karena itu, para siswa dituntut untuk menguasai matematika. Namun, menurut data UNESCO menunjukkan peringkat prestasi belajar Matematika di
Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini, Indonesia masih belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah.
Pencapaian prestasi belajar Matematika yang rendah ini juga dialami oleh para siswa kelas II dua SD Negeri Kembaran Kecamatan
Candimulyo. Hasil tes formatif yang diadakan oleh peneliti menunjukkan dari 17 siswa, hanya 6 siswa yang tuntas sedangkan 11 siswa belum tuntas dengan
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM 65 dan nilai rata-rata ulangan 58,82. Padahal, guru sudah menjelaskan berulang-ulang. Namun tetap saja, guru
harus mengalokasikan waktu lebih lama untuk menyampaikan materi. Hal ini disebabkan karena tidak digunakannya metode pembelajaran yang menarik
yang dapat membuat siswa termotivasi dalam belajar. Maka, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
penerapan metode Bermain Peran role playing pada pembelajaran Matematika. Melalui metode bermain peran, siswa diajak untuk meresapi
materi secara
lebih mendalam.
Siswa diajak
membayangkan mengimajinasikan serta memerankan dengan nyata kondisi atau suasana
yang berkaitan dengan materi. Dengan pembelajaran melalui pengalaman langsung, diharapkan kemampuan siswa akan meningkat dan prestasi belajar
siswa akan dapat meningkat.
B. Pembatasan Masalah