Kriteria yang dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menetapkan besar kecilnya seorang pengusaha atau suatu perusahaan
tergantung dari sudut pandang penilai. Dari berbagai literatur kriteria untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan antara lain besarnya
modal yang dimiliki, kapasitas produksi, banyaknya tenaga buruh yang dipekerjakan, dan seberapa jauh dominasi perusahaan tersebut pada pasar
untuk produk sejenis dan sebagainya. Industri kecil dan menengah telah tumbuh dan berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu.
Perkembangan industri kecil yang pesat berdampak pada kompetisi yang semakin meningkat. Kompetisi yang semakin ketat akan cenderung
menyebabkan tingkat keuntungan rate of return yang diperoleh usaha kecil dan menengah mengarah pada keseimbangan. Bahkan pada kondisi
tertentu, industri kecil yang tidak mampu berkompetisi akan kalah dari persaingan usaha, atau mengalami kebangkrutan.
2. Kriteria UMKM
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut UU UMKM no 20 tahun 2008 sebagai berikut :
a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: 1 memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 lima puluh
juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2 memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 tiga
ratus juta rupiah.
b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1 memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 lima puluh juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2.500.000 dua
milyar lima ratus juta rupiah. c. KriteriaUsaha Menengah adalah sebagai berikut:
1 memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000 sepuluh
milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.500.000.000 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai paling banyak Rp50.000.000.000
lima puluh milyar rupiah
3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil
Beberapa tujuan dari adanya pengembangan industri antara lain sebagai berikut :
a. Memperluas kesempatan kerja, dengan adanya pembangunan industri kecil semakin bertambah pula jumlah industri kecil maka akan semakin
banyak tenaga kerja yang terserap oleh karena itu kesempatan kerja akan semakin bertambah.
b. Meratakan kesempatan berusaha, dengan adanya pembangunan industri kecil maka semakin besar pula kesempatan bagi masyarakat untuk
membuka usaha sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. c. Menunjang pembangunan daerah, dengan adanya pembangunan
industri kecil maka dapat membantu pembangunan daerah. Angka pengangguran berkurang dan pendapatan masyarakat menjadi
meningkat yang menyebabkan PDB turut serta meningkat dimana ha ini dapat menyebabkan dana untuk pembangunan daerah bertambah.
d. Memanfaatkan SDA dan SDM yang ada, dengan adanya pembangunan industri kecil maka SDA maupun SDM yang ada dapat lebih memiliki
nilai guna, misalnya batu dari letusan gunung berapi yang semula hanya untuk bahan bangunan setelah ada para pengrajin batu, maka
nilai batu menjadi semakin bertambah. Selain itu UU no 20 pasal 4 Tahun 2008 menjelaskan prinsip
dan pemberdayaan usaha kecil sebagai berikut : a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha
mikro, kecil, dan menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan
berkeadilan c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar
sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;dan
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
Selain itu dalam UU no 20 tahun 2008 juga dijelaskan tentang tujuan pemberdayaan UMKM adalah sebagai berikut :
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan
b. Mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri
c. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan
ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Menurut Susilo 2008:137 faktor penentu kinerja atau ketahanan
usaha kecil pada masa krisis adalah faktor permintaan pasar, kenaikan harga input dan dan kelangkaan barang input. Faktor permintaan pasar
akan menentukan ketahanan industri kecil karena bila permintaan pasar tetap atau bahkan mengalami peningkatan permintaan pada saat terjadi
krisis maka usaha kecil tersebut dapat bertahan. Kenaikan harga input dan kelangkaan barang input juga dapat mempengaruhi ketahanan usaha kecil.
Keadaan krisis tapi bahan baku masih tersedia dengan harga yang relatif tetap maka dapat mempertahankan bahkan meningkatkan usaha kecil
ditengah krisis ekonomi. Dilihat dari pengolahan produk pangan dapat digolongkan atas
produk primer, sekunder dan tersier Iwantoro, 2002:72. Produk primer
adalah produk tanpa pengolahan seperti beras, jagung, singkong, ikan, sayur dan lainnya. Produk sekunder adalah produk setengah jadi seperti
tepung, susu, tempe, tahu, minyak sayur, dan lainnya. Produk tersier adalah produk jadi seperti roti , biskuit, makanan dalam kaleng, dan
makanan jadi restoran. Di Yogyakarta sendiri banyak terdapat jenis industri kecil dan
rumah tangga, Dinas perindustrian menyatakan bahwa jumlah industri kecil di DIY tahun 2007 adalah 4.804 unit BPS Provinsi DIY,2008:310.
Dengan jumlah 29,75 persen adalah industri pengolahan makanan. Ini dapat dikarenakan jumlah permintaan terhadap industri pengolahan
makanan meningkat akibat pertambahan penduduk dan permintaan para wisatawan asing atau domestik. Masih kurangnya peran pemerintah untuk
membantu berkembang pesat. Dengan usaha industri kecil dan rumah tangga membuat usaha ini kurang berkembang pesat. Dengan modal
seadanya dan pengolahan yang tradisional industri ini tetap berusaha untuk bertahan. Padahal bila industri seperti ini ditingkatkan jumlahnya akan
dapat mengurangi pengangguran ditengah krisis ekonomi yang belum membaik.
B. Kredit