1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Data hasil studi dari Hay Group yang bekerjasama dengan Centre for Economics and Business Research www.careernews.web.id, 2013
memperkirakan bahwa rata-rata turnover karyawan di seluruh dunia pada tahun 2014 akan semakin tinggi. Studi tersebut memperkirakan bahwa
jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai 161,7 juta atau meningkat 12,9 dibandingkan turnover di tahun 2012.
Bahkan, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan mengalami lonjakan terbesar pada tingkat turnover di tahun 2014 ini. Prediksi tingkat turnover di Asia
Pasifik akan mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia, yaitu naik 21,5-25,5 selama periode 2012 sampai 2018. Roseman dalam Widjaja,
2008 mengatakan jika annual turnover rate melebihi angka 10, maka turnover dapat dikategorikan tinggi. Peningkatan turnover karyawan di
berbagai belahan dunia yang tergolong tinggi tersebut dapat terjadi akibat meningkatnya lowongan pekerjaan yang diimbangi dengan pertumbuhan
ekonomi. Masalah turnover karyawan tidak dapat diabaikan begitu saja
karena karyawan merupakan aset yang berharga dan kesuksesan sebuah perusahaan tidak terlepas dari usaha orang-orang yang bekerja di
dalamnya. Karyawan dengan kinerja yang hebat dapat mendekatkan
perusahaan kepada kemungkinan untuk sukses. Jika perusahaan kehilangan karyawan dengan kinerja yang baik, maka produktivitas
perusahaan akan terkena dampaknya www.portalhr.com, 2013. Perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut
kandidat karyawan yang unggul. Selain itu, keberadaan karyawan dalam perusahaan sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha sebisa mungkin mempertahankan keanggotaan karyawannya dalam perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencegah timbulnya biaya dari turnover Oracle dalam Ramadhany, 2014.
Hasil survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu www.beritasatu.com, 2014 yang melibatkan lebih dari 1000 karyawan
dari berbagai level dan demografi mengungkap fakta bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan
mempertahankan tenaga kerja yang kompeten. Director of Talent Rewards Towers Watson Indonesia, Awaldi dalam www.beritasatu.com,
2014 mengatakan bahwa kemampuan merekrut dan mempertahankan karyawan terbaik selalu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia.
Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam memahami faktor-faktor yang mendorong engagement para pekerja
profesional di Indonesia pada perusahaan tempat karyawan bekerja. Karyawan yang tidak engaged dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi performansi karyawan dalam perusahaan melalui tingginya
absensi, tingginya intensi turnover, dan rendahnya produktivitas Vance dalam Muthuveloo, 2013. Di sisi lain, karyawan yang engaged lebih
mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka Ramsay dalam Muthuveloo, 2013.
Pada kenyataannya, perusahaan tidak bisa terus-menerus menahan karyawan terbaik untuk keluar dari perusahaannya. Namun, perusahaan
dapat memperbaiki strategi retensi agar para karyawan betah dan mau mempertimbangkan untuk tetap bertahan dalam perusahaan ketika
kompetitor menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat karyawan
betah bekerja di perusahaan terlepas dari faktor gaji maupun keuntungan yang besar. Salah satu di antaranya ialah dengan keterlibatan pemimpin
www.portalhr.com, 2013. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar orang resign bukan karena alasan perusahaan, tetapi karena
manajer yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Manajer yang tidak memberi kejelasan tentang ekspektasi mereka, jarang memberi feedback
terhadap performansi anggota timnya dan tidak kompeten kerap kali membuat karyawan merasa jengah. Oleh karena itu, supervisor perlu
memberikan supervisi kepada anggota tim untuk dapat meningkatkan performa kerja dan kecenderungan anggota tim agar tetap tinggal dalam
organisasi www.portalhr.com, 2013. Fenomena yang menarik ditemukan peneliti di salah satu
perusahaan otomotif di Yogyakarta. Sumber Baru KIA Yogyakarta
memiliki rata-rata karyawan berjumlah 90 orang dengan annual turnover rate sebesar 18 pada tahun 2014, di mana 14 disumbang oleh divisi
marketing dan 4 sisanya merupakan turnover rate dari divisi lain. Hal ini menarik karena berdasar data dari HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta,
mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja lebih dari 1 tahun. Bahkan, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti diketahui
bahwa beberapa karyawan mengaku sudah bekerja bertahun-tahun dan tidak mengalami kenaikan jenjang karir, tetapi tetap bertahan untuk tinggal
dalam perusahaan tersebut komunikasi pribadi, 4 Februari 2015. RN selaku marketing supervisor bagian konter yang sudah bekerja
di Sumber Baru KIA Yogyakarta selama kurang lebih 12 tahun mengatakan bahwa hal yang membuat ia bertahan bekerja sebagai sales
konter hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor adalah semangat dari dalam dirinya untuk menghadapi tantangan mengejar target setiap
bulannya. Lebih lanjut, RN mengaku bahwa ia pernah ditawari pekerjaan dengan gaji dan pangkat yang lebih tinggi di perusahaan lain, tetapi ia
tetap memilih bertahan di perusahaan tersebut. RN menjelaskan bahwa ia benar-benar menyukai pekerjaannya di bidang marketing dan enggan
berpindah ke bidang pekerjaan yang lain karena tidak adanya gairah dalam dirinya untuk bekerja di bidang lainnya. Sebelum bekerja sebagai
marketing Sumber Baru KIA Yogyakarta, RN mengaku bahwa ia pernah beberapa kali bekerja di luar bidang marketing seperti accounting.
Pekerjaan tersebut dirasa tidak cocok dan kurang menantang bagi RN,
hingga akhirnya ia mencoba pekerjaan di bidang marketing dan merasa puas dengan tantangan pekerjaan, serta hasil yang ia dapat dari bidang
tersebut. Sebelum bekerja di perusahaannya yang sekarang, RN juga pernah bekerja sebagai marketing di perusahaan lain, tetapi tidak bertahan
lama karena lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman. Menurut RN, faktor lain yang membuat dirinya bertahan bekerja selama belasan tahun di
Sumber Baru KIA Yogyakarta adalah karena lingkungan yang nyaman dan perhatian atasan yang mau mengayomi, serta peduli dengan
kesejahteraan para karyawannya komunikasi pribadi, 4 Februari 2015. Fenomena yang ada di Sumber Baru KIA Yogyakarta merujuk
pada salah satu teori yang disebut sebagai employee engagement. Kahn dalam Chaurasia, 2013 menjelaskan employee engagement sebagai
investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Selain itu, Schaufeli dalam
Heger, 2007 mendefinisikan employee engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang berhubungan dengan pekerjaan
yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor
rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan
yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan
menjadi anggota dari perusahaan dan dari pekerjaan mereka. Schaufeli
dalam Tziner, 2013 mencirikan employee engagement dengan semangat Vigor, dedikasi Dedication, dan penghayatan Absorption. Vigor
merupakan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan
meski menghadapi kesulitan. Dedication merupakan rasa bermakna, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absorption merupakan
konsentrasi dan atensi penuh dalam pekerjaan seseorang. Saks 2006 mengungkapkan bahwa faktor
– faktor yang mempengaruhi employee engagement adalah otonomi dalam bekerja,
dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, pembinaan, tanggung jawab, feedback terhadap performansi, kesempatan untuk belajar dan
berkembang, variasi tugas, kepemimpinan transformasional, serta kesesuaian nilai dan keadilan organisasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan sosial dari atasan maupun sesama rekan sekerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
employee engagement. Survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu dalam www.beritasatu.com, 2014 juga menunjukkan bahwa atasan
langsung seorang karyawan sangatlah penting untuk mendorong keterlibatan karyawan dalam sebuah perusahaan. Karyawan menilai bahwa
atasan langsung cukup efektif dalam menjalankan peran mereka sebagai manajer. Namun, hanya setengah dari karyawan yang mengungkapkan
bahwa manajer mau menyediakan waktu untuk membahas mengenai perkembangan karir dan secara aktif membantu kemajuan karir karyawan.
Selain itu, penting bagi atasan langsung untuk terus mengkomunikasikan hal-hal yang dapat mempengaruhi karyawan, memberikan edukasi tentang
budaya dan nilai suatu organisasi, serta menyediakan informasi mengenai performa perusahaan www.beritasatu.com, 2014.
Graen, Liden, dan Hoel dalam Landy, 2010 mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat
menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan
atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual sesuai dengan surat kontrak, dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan
jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Di sisi lain, hubungan dan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan akan meningkatkan sikap,
motivasi, dan performansi karyawan. Atasan akan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan
masing-masing bawahan seiring perlakuan yang diberikan dari atasan kepada bawahannya. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar dari teori LMX
yang menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan Yukl
dalam Wijanto, 2013. Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan
hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang
berkualitas rendah. Atasan dan bawahan yang memiliki hubungan baik
akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada
keberhasilan organisasi Northouse dalam Sarisusantini, 2012. Morrow 2005 mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan
antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat
dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain,
hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan
kurangnya loyalitas Morrow, 2005. Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004 mengungkapkan empat dimensi utama dalam teori Leader Member
Exchange, yaitu afeksi affection, kontribusi contribution, loyalitas loyalty, dan penghormatan professional professional respect.
Afeksi affection merupakan kepedulian antara atasan dan bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai
profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal
Dionne dalam Hasdiabsar, 2011. Afeksi ditunjukkan dengan gerakan
spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di
luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan Capella dalam Liden, 1997. Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan menjalin
suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara atasan dengan
bawahan, yaitu persahabatan. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak dapat menjalin suatu hubungan pribadi
seperti persahabatan dengan atasannya Dionne dalam Hasdiabsar, 2011. Kontribusi Contribution merupakan persepsi tentang kegiatan
yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit Dionne
dalam Hasdiabsar, 2011. Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang
lebih besar bagi karyawan Scandura et al dalam Liden, 1997. Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan mau mengambil tanggung
jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan kontrak kerjanya. Di sisi lain, karyawan dengan kualitas hubungan yang
rendah hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan kontrak kerjanya Liden, 1997.
Loyalitas Loyalty merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lain dalam
hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan yang melibatkan kesetiaan secara konsisten Dionne dalam Hasdiabsar, 2011. Loyalitas ditunjukkan
pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung saat dihadapkan pada kritik eksternal Liden, 1997. Karyawan dengan
kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan dengan sikap mendukung satu sama lain. Sedangkan karyawan dengan
kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki kesetiaan, ditunjukkan
dengan perilaku memulaimenyetujui kritik terhadap orang lain di depan umum Liden, 1997.
Penghormatan profesional professional respect merupakan persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan
membangun reputasi di dalam atau luar organisasi, di mana persepsi dapat didasarkan pada riwayat hidup seseorang Dionne dalam Hasdiabsar,
2011. Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat satu sama lain atau mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan
integritas orang lain Liden, 1997. Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki penghargaan pengakuan profesional, serta rasa
hormat terhadap orang lain. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki penghargaan pengakuan
profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan dengan sikap mengejek orang lain di depan umum Liden, 1997.
LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat
berkembang berbeda dan bervariasi dalam pentingnya hubungan atasan- bawahan yang ada Liden, 1997.
Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi pada tiap-tiap dimensi LMX dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal
balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya Graen, Liden, Hoel dalam Landy, 2010. Selain itu,
bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat
kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang lebih rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang
lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan rendah. Pada bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi,
bawahan akan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Di sisi lain, bawahan
dengan kualitas hubungan yang rendah pada tiap-tiap dimensi LMX akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara
atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi Robbins, 2006.
Macey dan Schneider 2008 mengungkapkan bahwa loyalitas dan komitmen karyawan terbentuk karena adanya dukungan sosial dari sesama
rekan kerja maupun dari atasan. Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi loyalitas adalah keterlibatan kerja job engagement. Jika karyawan
terlibat dengan pekerjaannya, ia memiliki kemauan untuk mencurahkan banyak upaya untuk membantu pemilik usaha agar berhasil. Keterlibatan
karyawan tidak hanya loyal kepada organisasi, tetapi mereka juga memberikan kontribusi yang signifikan ke tempat kerja mereka dan
cenderung kurang ingin meninggalkan organisasi atas kemauan mereka sendiri Macey Schneider, 2008. Penelitian mengenai LMX telah
dilakukan terhadap 35 orang karyawan departemen penjualan di PT. X dan menyumbang hasil bahwa LMX memberikan pengaruh pada komitmen
organisasional melalui motivasi kerja Wijanto, 2013. Selain itu,
penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja peran kerja karyawan melalui employee engagement dengan sampel karyawan-
karyawan dari berbagai jenis perusahaan di India menyumbang hasil bahwa kualitas LMX yang tinggi mempengaruhi proses keterlibatan
karyawan dan berdampak pada kinerja peran kerja yang lebih baik Chaurasia, 2013. Penelitian hubungan antara LMX terhadap employee
engagement di Sumber Baru KIA Yogyakarta penting diteliti untuk mengungkap fenomena menarik yang ditemukan di Sumber Baru KIA
Yogyakarta yang memiliki annual turnover rate yang tergolong cukup tinggi, tetapi mayoritas karyawannya telah bekerja lebih dari 1 tahun dan
bahkan betah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaannya. Penelitian terdahulu mengenai employee engagement juga telah
dilakukan kepada 100 orang karyawan yang dipilih secara acak di Penang untuk meninjau berbagai anteseden dari employee engagement melalui
kuesioner. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pengembangan karyawan merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam employee
engagement. Namun, penelitian tersebut memiliki keterbatasan karena hanya dilakukan di negara maju dengan variabel independen yang belum
bervariasi Muthuveloo, 2013. Latar belakang temuan dan keterbatasan penelitian terkait variabel
employee engagement dan Leader Member Exchange LMX yang terdahulu mendukung dilakukannya penelitian dengan variabel independen
yang belum diketahui hubungannya dengan employee engagement, yaitu
Leader Member Exchange LMX di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Selain itu, ditemukannya data hasil observasi oleh peneliti
yang menunjukkan adanya keempat dimensi LMX di Sumber Baru KIA Yogyakarta membuat peneliti memilih untuk menguji empat dimensi
LMX di perusahaan tersebut dengan employee engagement. Ditinjau dari latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara
dimensi Leader Member Exchange LMX dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah